MANADO– Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) Erny Tumundo mengatakan, pandemi virus korona (Covid-19) berdampak buruk pada sektor ketenagakerjaan karena banyak tenaga kerja (Naker) di-PHK dan dirumahkan. Dijelaskan Erny, sesuai data yang masuk ke pihaknya hingga sampai 8 April lalu, ada 2.083 tenaga kerja di PHK dan 3.190 yang dirumahkan oleh perusahaan.

“2.083 tenaga kerja yang di PHK dan 3.190 tenaga kerja yang dirumahkan sudah mendaftar program Kartu Pra Kerja,” ungkapnya, kemarin. Selain itu, ada juga sekira tenaga kerja di sektor informal sebanyak 15.984 orang yang mendaftar Kartu Prakerja. “Semua data tersebut kita sudah kirim ke pusat. Mereka nanti yang akan proses lanjut untuk mendapatkan Kartu Pra Kerja tersebut,” terangnya.

Erny menuturkan, pembukaan pendaftaran Kartu Prakerja dilakukan secara manual di Disnker Provinsi Sulut. “Awal bulan lalu sudah dibuka, dan pendaftarnya sangat banyak. Data yang dikirim ke pusat tersebut, merupakan pendaftaran secara manual di Disnakertrans. Kita diberi kuota sebanyak 49.000 Kartu Prakerja,” bebernya.

Dia menjelaskan, bagi masyarakat yang berusia kerja, atau para tenaga kerja yang di PHK atau dirumahkan yang belum mendaftar Kartu Pra Kerja, bisa mendaftar lewat situs prakerja.go.id. “Kalau Sulut sebelumnya diberi kewenangan untuk membuka pendaftaran secara manual, karena menjadi salah satu daerah prioritas pariwisata yang terdampak virus korona,” tuturnya. Erny menyebut, Kartu Pra Kerja itu mempunyai saldo di dalamnya yang fungsi awal pembiayaannya banyak digunakan untuk pelatihan kerja. “Jadi misalkan saldonya ada Rp5 juta, maka Rp4 Juta digunakan untuk pelatihan, dan Rp1 juta untuk operasional penerima kartu,” jelasnya.

Namun, karena kondisi sekarang sudah berbeda, dimana pandemi korona menghantam semua sektor yang terdampak PHK dan banyak pekerja ‘dirumahkan’, maka informasinya saldo di Kartu Pra Kerja tersebut paling besar untuk biaya penerima kartu. “Informasinya, kalau saldo Rp5 juta, maka Rp4 juta dipakai membiayai penerima kartu, dan Rp1 juta untuk pelatihan,” tuturnya.

Dia pun belum memastikan mekanisme pembiayaan lewat kartu tersebut, apakah akan diterima uang setiap bulan dalam masa tertentu, atau langsung diberikan secara penuh. “Kalau saya dapat informasi awal diberikan setiap bulan. Contohnya, Rp4 juta untuk empat bulan kedepan dibagi Rp1 juta setiap bulannya. Tapi mungkin ada perubahan lain, kita masih menunggu itu,” tuturnya.

Erny mendorong dinas tenaga kerja di kabupaten/kota untuk banyak mensosialisasikan pendaftaran Kartu Pra Kerja tersebut bagi masyarakat berusia kerja dan pekerja yang di PHK atau ‘dirumahkan’. “Ini kesempatan yang baik di masa sulit karena virus korona ini. Semoga saja, manfaat Kartu Pra Kerja bisa membantu para tenaga kerja yang di PHK atau ‘dirumahkan’. Kita masih menunggu untuk penyaluran kartunya, karena informasi dilakukan secara bertahap,” tandasnya.

Diketahui, angka pengangguran di Sulut berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agusutus 2019 tercatat penduduk usia kerja sebanyak 1.889.855 orang. Dari angka tersebut,1.207.006 orang merupakan angkatan kerja dan 1.131.521 orang yang kategori bekerja. Sementara untuk kategori pengangguran ada 75.485 orang atau 6,25%. Kepala BPS Sulut Ateng Hartono mengatakan, angka pengangguran ini turun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. “Turun hingga 0,61 poin jika dibandingkan dengan tahun 2018 dibulan yang sama, angka penurunan terjadi di perkotaan maupun perdesaan,”ucapnya.

Sementara, di 2020, Indonesia bahkan Sulut diguncang pandemi Covid-19  Ekonom Sulut Magdalena Wullur mengatakan, hal ini memang bukan berita yang menyenangkan tetapi kondisi ini memang sudah seperti ini saat ini dan tak satu pun yang tau pasti kapan akan berakhir. “Hal ini tidak bisa terhindarkan, kita tidak bisa menerka dengan kasat mata hal ini. Yang bisa dilakukan pemerintah saat ini adalah membuka lapangan kerja untuk sektor yang justru berjalan omzet penjualannya,”ucapnya, Senin (13/4/2020).

Lanjut Wullur, pemerintah tak bisa berbuat apa-apa. Apalagi, selama ini kebijakan pemerintah selalu dianggap lamban karena untuk mengeluarkan bantuan tidak tepat sasaran. “Data yang tak lengkap pastinya bakal membuat sasaran bantuan tak akan tepat, pemerintah harus membentuk tim analis ekonomi sesuai kearifan lokal di Sulut, pilihlah mereka yang senior kemudian bertahap melakukan penanganan ini secara konsisten,”ujarnya.

Ekonom Sulut Robert Winerungan menuturkan, saat ini Kota Manado mengalami delflasi dimana Indeks Harga Konsumen (IHK) deflasi 0.90%. “Deflasi ini terjadi akibat adanya stimulus pemerintah dari berbagai lini sektor, seperti stimulus debitur, diskon pesawat dan beberapa hal lainnya,”ucapnya.

Tambah Robert, dengan stimulus ini kiranya dapat menambah daya beli masyarakat, dan hal ini juga tentunya memudahkan yang mengalami PHK dan dirumahkan. “Jangka pendek ini harus ditanggulangi pemerintah untuk membuat masyarakat mampu menghadapi situasi ini dan pasti jika pandemi ini telah berakhir siklus ekonomi pastinya akan kembali normal sesuai dengan kebijakan-kebijakan pemerintah,”ujarnya.

Pelaku Usaha Menjerit

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang paling terpukul akibat merebaknya virus korona (Covid-19) di Kota Manado.Dampaknya terlihat jelas. Rumah-rumah kopi di Ibu Kota Provinsi Sulawesi Utara yang biasanya ramai sejak pagi, kini nyaris tidak terlihat. Satu per satu pelaku usaha mulai menutup usahanya karena mengikuti imbauan pemerintah untuk tidak membuat kerumunan orang. Apalagi, kasus positif korona di Manado terus mengalami peningkatan. Pelaku usaha pun  menjerit.

Kepada KORAN SINDO MANADO/SINDOMANADO.COM, Jessica Walukow, salah satu pemilik kafe mengungkapkan keluh kesahnya di tengah Pandemi korona. “Saat ini, operasional kafe ditutup sementara. Otomatis tidak ada pemasukan. Namun sedihnya, saya tetap harus membayar sewa tempat,” tutur Jessica, kemarin. Dia mengakui, untuk membayar sewa terpaksa merogoh uang simpanan.

“Kalau untuk pegawai saat ini dirumahkan sampai waktu yang belum ditentukan,” sebutnya. Dirinya berharap, wabah virus korona cepat berakhir agar  bisa mulai membuka bisnis cafe seperti semula. “Harapannya juga ke depannya omzet boleh lebih naik agar bisa menutupi pengeluaran sebab sudah tiga minggu tidak ada pemasukan sama sekali,” keluhnya. Keluhan serupa juga diutarakan sejumlah penjual ponsel dan gadget yang menyewa lapak di dalam mal. Mereka mengaku terbebani karena tidak ada kompensasi dari pihak mal untuk sewa tempat. “Sekarang saya beralih berjualan secara online. Jualan dari rumah, dengan memanfaatkan gosend dan cash on delivery (COD) untuk menutupi biaya sewa tempat tersebut,” kata CL, salah satu penjual ponsel.

Dia berharap ke depannya ada kompensasi dari pihak mal, apalagi menurutnya, penjualan handphone dan gadgetnya mengalami penurunan drastis semenjak pandemi korona melanda. “Sangat berkurang jauh dibandingkan sebelum isu korona ada. Anjlok penjualan, untungnya masih ada sosmed sehingga saya masih bisa berjualan,” tukasnya. (Rivco/Clay/Fernando)