RATAHAN- Deisy Walukow, 37, wanita asal Desa Towuntu, Kecamatan Pasan Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) bisa tersenyum semringah dan tak hentinya bersyukur. Hampir satu bulan lamanya ia melewati hari berat karena berjuang melawan virus korona (Covid-19).

Tepat 22 Mei 2020 menjadi awal kisah pilu wanita yang bekerja sebagai ASN di Politeknik Pelayaran Sulawesi Utara (Sulut). Hasil pemeriksaan rapid test hingga Swab menunjukkan dirinya positif terjangkit virus yang hingga kini masih menjadi pandemi di seluruh dunia.

Kepada KORAN SINDO MANADO/SINDOMANADO.COM ia mencurahkan isi hatinya, mulai dari proses isolasi mandiri di gudang belakang rumah, hingga harus menerima stigma dari masyarakat.

“Saya dites swab tenggorokan pada 13 Mei. Satu Minggu hasilnya keluar dan saya dinyatakan positif oleh dokter melalui telepon,” tuturnya.

Miris baginya ketika diinformasikan positif Covid-19, Deisy sedang berada di rumah sambil menggendong bayinya yang masih berusia dua bulan.

“Pas terima informasi, saya langsung panggil suami. Saya kasih ade bayi ke pelukan suami dan saya bilang, saya tidak boleh berinteraksi lagi dengan anak-anak. Saya mau isolasi saja di ruangan gudang belakang rumah sambil menunggu dijemput petugas dari dinas kesehatan,” terang Deisy.

Pascadivonis positif Covid-19, Deisy berupaya menguatkan diri di hadapan suami dan anak-anaknya. Dia mengaku sudah terlebih dahulu diedukasi lewat sosialisasi terkait Covid-19. Salah satunya agar dirinya harus kuat dan berpikir positif sambil berkeyakinan bahwa dirinya pasti sembuh demi suami dan anak-anaknya.

“Jujur bukan soal sakit korona yang membuat saya sedikit down. Akan tetapi saya kasihan keluarga saya yang harus menerima imbasnya. Stigma masyarakat membuat keluarga dijauhi. Termasuk orang-orang yang tinggal di rumah. Tetapi saya berusaha memahami dalam situasi seperti ini. Ada suami yang selalu hadir menguatkan saya,” ujarnya.

Kisah pilunya terus berlanjut tatkala dua pekan kemudian, kabar menyayat hati ketika anak bayi yang baru dilahirkan berusia dua bulan, juga ikut terkonfirmasi positif. Dia bahkan trauma untuk membuka media sosial terkait informasi Covid-19. Apalagi ketika banyaknya komentar orang-orang yang berpersepsi buruk bagi pasien positif.

“Seingat saya, saat divonis positif korona, dua minggu kemudian anak saya yang masih bayi juga terkonfirmasi positif lewat pemeriksaan swab. Saat itu juga keluarga meminta saya untuk tidak membuka media sosial. Dan berusaha berpikir positif,” kata Deisy.

Keduanya pun harus menjalani proses perawatan dan Karantina di RSUP Ratatotok yang memang menjadi rujukan pasien positif sekaligus bagi para pasien dalam pengawasan (PDP). Namun di tengah proses perawatan dirinya merasa bersyukur ketika di sisi lain ada stigma masyarakat, akan tetapi di sisi lain begitu luar biasanya para pelayan Tuhan dari para ketua dan pendeta jemaatnya yang setiap hari mendoakan.

“Di sinilah saya benar-benar terharu. Setiap hari mau siang atau pun malam, pendeta dari jemaat dan pelayan khusus mendoakan. Mereka menelepon sampai video call menguatkan saya, anak saya dan keluarga,” ujarnya terseduh.

Puji Tuhan, diungkapkan Deisy, setelah proses perawatan, dirinya dinyatakan sembuh. Meski kala itu dia juga harus ikut mendampingi sang bayi yang masih harus dirawat.

“Di dalam ruangan perawatan saya berupaya melakukan aktivitas seperti menyapu ruangan agar tidak terfokus pada virus. Dan saya dan anak saya mampu melewati hari-hari berat ini oleh karena Tuhan lewat dukungan suami, keluarga sampai pendeta dan warga jemaat,” imbuhnya.

Dia pun tak lupa meberikan apresiasi luar biasa bagi tenaga kesehatan yang terus memberinya dukungan. Sampai-sampai ketika dirinya dinyatakan sembuh, para tenaga kesehatan di Rumah Sakit Ratatotok memberikan tanda kasih yang sangat menyentuh.

“Kata mereka (tenaga medis) anak saya yang masih bayi, adalah pasien termuda dan bisa sembuh dari virus korona. Sekali lagi saya hanya bisa berucap terima kasih bagi semua pihak yang sudah mendukung. Tuhan akan senantiasa memberkati,” timpalnya.

Kini, Deisy bersama bayinya yang bernama lengkap Amoreiza Esther Tulandi, sudah kembali ke rumahnya. Perjuangan ibu dan anak ini menjadi kesaksian sekaligus motivasi bagi para pasien Covid-19 yang sementara dirawat dirumah sakit. (Marfel Pandaleke)