MANADO – Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Utara (Sulut) mencatat, pertumbuhan ekonomi (PE) Sulawesi Utara (Sulut) pada triwulan II/2020 terkontraksi -3,89% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019. Perekonomian Sulawesi Utara berdasarkan besaran produk domestik regional bruto (PDRB), atas dasar harga berlaku triwulan II 2020 hanya mencapai Rp30,84 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 sebesar Rp20,70 triliun.
Ekonom Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado Magdalena Wullur mengatakan, yang perlu dilakukan pemerintah daerah (Pemda) adalah gerak cepat mengisi rencana aksi dan setiap perangkat duduk bersama untuk membicarakan pemulihan ekonomi UMKM. “Sangat perlu pemuktahiran data pendapatan masyarayat setelah Covid-19 dan pemerintah harus jemput bola untuk investor sehingga berdasarkan data tersebut pemerintah akan menindaklanjuti progress pemulihan ekonomi terutama dinas pariwisata dan perdagangan,”ujarnya kepada KORAN SINDO MANADO/SINDOMANADO.COM.
Kepala BPS Sulut Ateng Hartono menjelaskan, puncak pembatasan aktivitas dalam rangka memutus penyebaran Covid-19 yang jatuh pada triwulan II/2020 menyebabkan aktivitas lapangan usaha melemah. “Hal ini berdampak pula pada aktivitas lapangan usaha lain yang terpaksa merumahkan beberapa karyawannya, sebagai akibat lesunya kegiatan usaha dan bisnis,”ucapnya, belum lama ini.
Lanjut Ateng, efek musiman hari raya Idul Fitri dan Paskah tidak sanggup melakukan dorongannya untuk pertumbuhan ekonomi pada tahun ini. “Hari raya besar keagamaan belum mampu mendoorong PE Sulut, tidak optimalnya pemberian THR juga tidak sanggup mendorong aktivitas usaha dan bisnis kembali normal,” ungkapnya.
Bila dilihat dari sisi lapangan usaha (LU), tiga dari lima lapangan usaha utama ekonomi Sulut tercatat mengalami kontraksi. Lapangan usaha utama yang terkontraksi adalah LU transportsasi, perdangann dan konstruksi. Sementara itu, LU pertanian dan industri pengolahan masih mencatatkan pertumbuhan positif.
Kinerja LU transportasi dan pergudangan pada TW II 2020 terkoreksi cukup dalam dan tercatat tumbuh -31,49% (yoy). Kontraksi LU ini memberikan kontribusi terbesar pada kontraksi ekonomi Sulut yaitu mencapai sebesar -2,82% (yoy) dari total kontraksi perekonomian sebesar -3,89% (yoy). Aktivitas ekonomi yang berjalan terbatas seiring upaya pencegahan penyebaran wabah Covid-19 di Sulut, termasuk melalui implementasi protokol kesehatan dalam operasional transportasi menyebabkan penurunanan utilitas dan okupansi angkutan. Pembatasan aktivitas termasuk WFH juga berdampak pada penurunan permintaan transportasi darat sepanjang TW II 2020.
Sejalan dengan pembatasan aktivitas masyarakat, penutupan pusat-pusat perbelanjaan pada masa tanggap darurat Covid-19 juga menurunkan kinerja LU perdagangan. Sementara itu , LU kontruksi terkontraksi sebesar -8,04% (yoy) seiring kecendurungan swasta untuk menahan investasi di tengah tingginya ketidakpastian jangka waktu penurunan permintaan akibat pandemi. Selain itu dari sisi pemerintah, relokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 yang bersumber dari APBD dan APBN menyebabkan ruang belanja modal pemerintah lebih terbatas.
Adapun LU pertanian dan industri pengolahan masih tumbuh positif pada TW II 2020 dan menahan pelambatan ekonomi Sulut lebih dalam. LU pertanian tercatat tumbuh positif 1,47% (yoy), terutama didukung kinerja sub-LU tanaman bahan pangan dan perkebunan tahunan. Sementara itu, LU Industri tercatat tumbuh positif sebesar 5,24% (yoy) sejalan dengan kinerja ekspor minyak nabati/hewani yang tumbuh 23,53% (yoy).
Ekspor juga terkontraksi sebesar -15,33% (yoy) pada TW II 2020. Dari sisi ekspor luar negeri, penurunan ekspor perikanan menjadi salah satu penahan kinerja ekspor Sulut dan akibat tidak adanya penerbangan internasional ke Sulut selama periode April-Mei 2020. Perdagangan antar pulau juga alami turun terbatas. Sementara impor terjadi penurunan terutama pada komoditas-komiditas intermediasi dan barang modal. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulut Arbonas Hutabarat mengatakan, BI tetap optimis pertumbuhan ekonomi TW III 2020 akan berangsur membaik. “Terlihat dari tanda-tanda akitivitas ekonomi di Sulut sudah mengalami kenaikan tren, setelah dibukanya sektor usaha. BI juga tentunya memperkuat sinergi ekspansi moneter dengan akselerasi stimulus fiskal pemerintah, sebagai bagian dari upaya bersama mempercepat implementasi program pemulihan ekonomi nasional,”ujarnya.
Ekonom Unima Robert Winerungan mengatakan, ini terjadi karena di triwulan 2 sejak bulan april sampai dengan juni, praktis kegiatan ekonomi tidak bergerak. “Semoga di triwulan III akan lebih baik dari triwulan II, sektor transportasi serta hotel dan restoran adalah yg paling terpukul pada triwulan II secara nasional maupun di sulut. Pertumbuhan ekonomi di sulut ini masih lebih tinggi secara nasional dan pertumbuhan ekonomi indonesia masih jauh lebih baik dari pertumbuhan di Asia Tenggara maupun di dunia pada umumnya,”ucapnya. (Clay Lalamentik)
Tinggalkan Balasan