MANADO- Terhitung sejak pandemi Coronavirus disease 2019 (Covid-19) menyerang Indonesia pada Maret lalu hingga akhir Agustus 2020 ini, sudah banyak tenaga kesehatan (Nakes) yang terpapar, dan tak sedikit yang akhirnya meninggal dunia karena tertular penyakit yang sedang dihadapinya itu.
Salah satu dari para Nakes tersebut ialah dokter. Bekerja sebagai garda terdepan melawan virus korona membuat banyak dokter tak luput dari tertular penyakit ini. Bahkan, dari catatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), telah ada 100 dokter yang meninggal akibat penyakit satu ini.
Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI, dr Daeng M. Faqih mengungkapkan hal itu dalam tulisan di lini masa Twitter lewat akun @PBIDI. “Sejawat sekalian, sejawat dokter yang gugur dalam penanganan Covid-19 sudah mencapai 100. Demikian juga petugas kesehatan lainnya yang gugur juga bertambah,” ujar Daeng, kemarin.
Dia mengajak seluruh anggota IDI untuk mendoakan para dokter dan tenaga kesehatan yang telah gugur, agar mendapat tempat mulia di sisi Tuhan yang Maha Esa. Dan keluarga yang ditinggalkan agar dapat diberi kesabaran. “Serta perjuangannya mengilhami dan menjadi tauladan bagi kita semua agar tetap komitmen menjalankan pengabdian kepada kemanusiaan,” ungkapnya.
Daeng juga berharap agar kita semua tak putus-putusnya berdoa bagi semua tenaga medis yang seduang berjuang membantu masyarakat yang membutuhkan pertolongan dalam perawatan Covid-19. “Semoga diberikan
kesehatan, keselamatan, mendapatkan perlindungan dan pertolongan dari
Allah SWT serta dimudahkan segala urusannya,” tutur Daeng.
Lewat pesan singkat kepada SINDO Media, Daeng menyebut bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan terkait hal ini. Dalam koordinasi tersebut, ada empat poin instruksi yang diharapkan bisa dilaksanakan.
Pertama, kata Daeng, agar kebutuhan alat pelindung diri (APD) bagi dokter maupun tenaga kesehatan dalam bertugas tetap terjaga ketersediaannya. Kedua, rumah sakit harus melakukan penjadwalan jaga petugas kesehatan agar tidak kelelahan yang berisiko tertular.
Ketiga, rumah sakit harus memberlakukan kebijakan khusus terhadap petugas kesehatan yang memiliki komorbid dan risiko tinggi untuk
sementara tidak praktik atau sangat dibatasi. Keempat, rumah sakit didorong melakukan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) rutin kepada petugas kesehatan agar terpantau ketat dan tidak terjadi penularan luas Covid-19 di rumah sakit.
Dia pun meminta semua pihak mampu melaksanakan empat poin tersebut. “Semua pihak seharusnya bergotong royong untuk men-support rumah sakitar agar mampu melaksanakan empat hal di atas,” tegasnya.
Sementara itu, di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) sendiri, berdasarkan penuturan Juru Bicara (Jubir) Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Sulut, dr Steaven Dandel, diketahui bahwa tak sedikit dokter yang akhirnya terpapar oleh penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 ini.
“Kalau dokter, data sampai akhir Agustus ada 44 orang yang positif (Tertular Covid-19). Puji Tuhan tidak ada yang meninggal karena Covid-19,” sebut Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkesda Sulut itu saat dihubungi via aplikasi pengirim pesan WhatsApp, kemarin.
Itu artinya, sejak kasus pertama Covid-19 di Bumi Nyiur Melambai yang tercatat pada pertengahan Maret 2020 lalu, hingga saat ini, telah ada total 44 dokter se-Sulut yang terpapar penyakit ini. Dandel sendiri tak menyebut berapa Nakes lain selain dokter yang turut terinfeksi virus korona.
Di sisi lain, Ketua IDI Kota Manado, dr Ventje Kawengian menyampaikan bahwa dirinya turut merasa sedih dan prihatin karena dokter-dokter yang sementara menangani pasien, justru terpapar, hingga harus meninggal karena melakukan pelayanan sebagai pahlawan kemanusiaan.
“Memang ini tidak terlepas dari sumpah jabatan. Bahwa apapun resiko yang akan didapat, kalau itu berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab, itu memang harus dijalani. Jadi antara lain konsekuensi dari sumpah jabatan yang harus dia (dokter) jalankan,” tukas dr Ventje.
Kendati demikian, dokter spesialis penyakit dalam ini mengimbau kepada rekan-rekan sejawat, para dokter, khususnya yang berada di garda terdepan, terlebih dokter spesialis dan dokter umum, yang memang melayani pasien Covid-19, agar melakukan langkah-langkah awal, seperti langkah preventif. “Faktor pencegahan itu sangat penting sekali. Jadi, bagi dokter-dokter jangan lupa APD, alat perlindungan diri. APD juga kan itu ada dia punya tingkatan,” sebutnya.
Ia menuturkan bahwa para dokter yang menangani pasien Covid-19, yang berada di IGD, sangat beresiko terkena penyakit ini, apalagi yang berada di ruang isolasi. Ia meminta agar para dokter bisa memakai APD level 3. “Dia punya tingkatan-tingkatan yang memang harus dilindungi betul,” beber dr Ventje yang diketahui saat ini turut merawat pasien Covid-19 di RSUP Prof Kandou Manado.
Adapun, bagi para dokter yang memiliki resiko, seperti memiliki penyakit bawaan atau penyakit komorbid, dr Ventje mengingatkan untuk tidak lupa menjaga diri dan memperhatikan faktor-faktor komorbid tersebut. Kalau perlu apabila dokter merasa kurang fit, dirinya menganjurkan agar para dokter menunda bertemu dengan pasien, apalagi yang berhubungan dengan Covid-19.
“Waktu kerja juga harus dijaga. Di rumah sakit itu harus mengatur agar supaya waktu kerja itu jangan sampai over, jangan sampai berlebih. Supaya ada saat istirahat. Itu semuanya dalam rangka jangan sampai (Para dokter) terpapar (Covid-19),” pungkasnya. “Jadi begitu dia terpapar, dengan daya tahan tubuh yang menurun, maka memberikan reaksi yang pasti akan jadi berat,” tambahnya.
Di akhir, dr Ventje berharap apabila ada masyarakat yang terkonfirmasi positif Covid-19, dan mengalami gejala mulai dari gejala ringan, sampai dengan gejala berat, agar diupayakan bisa sembuh, dan diusahakan agar tidak sampai terjadi kefatalan dan meninggal dunia. “Tetapi dalam penanganan itu juga, kita (para dokter) berupaya agar masyarakat bisa sembuh, terhindar dari resiko, walaupun masyarakat mendapat (gejala) Covid yang berat dengan ancaman gagal nafas,” paparnya.
Sebagai seorang dokter, kata dr Ventje, sudah merupakan tugas dan tanggung jawab untuk berupaya seoptimal mungkin agar masyarakat,
pasien yang ditangani, dapat sembuh dan terbebas dari penyakit yang awalnya ditemukan di Wuhan, China pada Desember 2019 lalu itu.
“Sebaliknya juga, masyarakat sembuh, dokter harus terhindar daripada kontak, atau dia dapat penyakit itu. Jadi harus betul-betul dua belah pihak itu aman, safe. Masyarakat bisa sembuh, tapi dokter juga terhindar dari penyakit itu,” harap dr Ventje seraya menambahkan bahwa hal tersebutlah yang merupakan tujuan akhir dari setiap proses penanganan pasien.
“Pasien Sembuh, dokter aman. Itu yang menjadi target, tujuan pelayanan,” kuncinya. (Fernando Rumetor)
Tinggalkan Balasan