MANADO- Belum selesainya kasus tanah di Gogagoman, Kotamobagu Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) yang di tangani Polda Sulut, Guru besar IPB Prof Ing Mokoginta membuat surat terbuka kepada Presiden RI Joko Widodo dan Kapolri Kapolri Jend Listyo Sigit Prabowo. Pasalnya, laporan perampasan tanah keluarganya yang sudah tahap SPDP sejak 28 April sampai 4 Mei 2021 belum ada pemeriksaan dari pihak kejaksaan.

Toh, surat terbuka Prof Ing Mokoginta ini dibacakan di kantor FKMTI, Jakarta, di sela-sela wawancara pembuatan buku kesaksian para korban mafia tanah dari seluruh Indonesia, Rabu, (5/5), pekan lalu.

“Perkenalkan saya, Prof Dr Ing Mokoginta, dr IPB Bogor. Saya bersama sama saudara saya mempunyai perkara perampasan hak milik tanah di Kotamobagu, yang kami laporkan ke Polda Sulut pertama kali pada September 2017,” terang dia, saat membacakan surat tersebut.

Menurut dia, sudah 4 Kapolda berlalu dan sekarang adalah Kapolda yang ke-5 dan sudah tiga kali kami buat laporan dengan perkara yang sama. Namun sampai saat ini belum juga tuntas. Tanah kami dengan sertifikat no 98/ thn 1978, asal tanah adalah tanah adat, dirampas oleh sekelompok orang ( Stella cs), dan untuk melegalisir tindakan mereka maka diterbitkanlah sertifikat baru diatas tanah tersebut pada thn 2009. Asal tanah mereka adalah tanah negara, padahal di Kotamobagu tidak ada tanah negara. Kemudian tanah tersebut dikavling-kavling dan dijual.

“Sejak awal penanganan perkara ini, Kami menduga ada permainan oleh oknum. Sebagai contoh, laporan kami yang pertama (Lp 1) berakhir dengan SP3. Padahal Propam Polda Sulut sudah menemukan pelanggaran kode etik dalam penanganan perkara, dan dua Wakapolda, Brigjen Jhony Asadoma serta Brigjen Karyoto sudah perintahkan agar perkara kami dilanjutkan, karena ini kasus pidana. Namun tetap diabaikan penyidik,” jelas dia.

Lanjut dia, setelah kami peroleh Surat Pembatalan semua sertifikat lawan yang palsu atas keputusan PTUN dan Keputusan PK dari MA, maka kami buat laporan kedua (LP 2). Kami dipaksa untuk menerima pasal 167 KUHP dan harus somasi sampai dua kali dalam Sp2hp penyidik tetapi kami tolak.

“Akhirnya perkara di Sp3 kan.Kami kemudian mengadu ke Bapak Kapolda Irjen Panca Putra Simanjuntak dan direspon. Beliau perintahkan baik secara lisan maupun tulisan kepada Direskrim Polda Sulut agar perkara ini dibuka kembali,” beber dia.

Dia menjelaskan, namun rencana kepindahan Bpk Kapolda, Direskrimum tetap tidak membuka kembali kasus yang kami laporkan. Kami juga sudah melapor ke Propam Mabes Polri. Tim A Propam Mabes Polri yang diketuai Kombes Daniel Mucharam menemukan pelanggaran kode etik penyidik dan saat ini sedang diproses. Laporan kami yang ketiga, sudah kami lengkapi lagi dengan bukti sertifikat induk lawan sebelum dipecah yang selama ini selalu disembunyikan oleh oknum BPN Kotamobagu.

“Pada laporan ini, yang kami laporkan adala perampasan hak milik dan pemalsuan dokumen, tidak lagi penyerobotan atas tanah milik kami, karena kami selalu merasa dikelabui oleh penyidik, penyelesaian perkara selalu dibengkokkan. Sudah 5 bulan berlalu,tetapi penyelesaian belum jelas. Ada kecenderungan di perlambat, sama seperti pada Lp1 dan LP 2. Kami sudah bertemu dengan Bpk Kapolda Irjen Nana Sujana secara langsung, tetapi sampai saat ini tidak ada banyak kemajuan,” jelas dia.

Dia menambahkan, oleh sebab itu, kami mohon kepada Bpk Presiden RI H. Ir Joko Widodo di tengah kesibukan bapak mengatasi pandemi, memulihkan ekonomi, dan bersama kapolri jenderal lityo sigit prabowo memberantas terorisme dan separatisme, tolong jangan lupakan perintah bapak untuk memberantas mafia tanah hingga ke para bekingnya agar rakyat kecil seperti kami dapat mendapatkan keadilan.

“Jangan sampai karena pihak terlapor dekat dengan seorang pengusaha besar di Menado, kasus ini hanya dijadikan ATM. Jika ini dibiarkan maka rakyat kecil di negeri ini akan semakin tertindas oleh mafia perampas tanah anti pancasila. Bantulah kami yang tidak punya banyak uang untuk mendapatkan keadilan sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” tambah dia. (valentino warouw)