MANADO – Beberapa nasabah Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) melaporkan adanya dugaan mempersulit nasabah dalam melakukan pelunasan kredit. Bahkan ada satu klausul yang dirasakan membebani nasabah.
Keluhan itu pun disampaikan kepada Garda Tipikor Indonesia (GTI) Sulawesi Utara (Sulut) oleh sekira 50 nasabah BTPN yang tersebar di beberapa kabupaten/kota se-Sulut yakni dari Manado, Kotamobagu, Amurang, serta Tomohon.
“Ada 50 nasabah yang mengadu ke kami, 27 nasabah lansia laki-laki dan 23 nasabah lansia perempuan. Namun yang memberi kuasa kepada kami itu ada 27 nasabah yang meminta diadvokasi terkait permasalahan ini,” kata Ketua GTI Sulut, Risat Sanger pada Selasa (18/5/2021).
Dikatakannya, para nasabah tersebut diduga dipersulit oleh pihak BTPN ketika mereka ingin melunasi kredit pensiun yang sudah diambil. “Ketika mereka mau melunasi, terkesan diperlambat,” ujar Risat kepada beberapa awak media di kafe La Kava.
Salah satunya ketika nasabah datang ke kantor BTPN, disampaikan bahwa kuota untuk mengurus pelunasan sudah habis dan diarahkan untuk datang pada minggu depan ataupun bulan depan. Namun ketika nasabah datang kembali, hal yang sama diutarakan oleh oknum pegawai bank.
“Begitu mereka lolos kuota itu, disampaikan untuk mengajukan surat pengajuan permohonan pelunasan dimana disitu ada tanggal yang dijanjikan. Tetapi ketika datang pada tanggal tersebut, oma-opa ini dikatakan bahwa pengurusan pelunasan masih belum bisa diproses dan harus datang lagi,” jelasnya.
“Kami menilai bahwa para nasabah ini sampai dibuat putus asa untuk melunaskan kredit pensiun. Jadi ada terapi yang dilakukan oleh para oknum-oknum BTPN, agar para nasabah menyerah dalam melunasi hutang. Ini kan masalah,” tambah Risat.
Tak hanya itu saja, dari hasil penelusuran GTI Sulut berdasarkan surat kuasa dari para nasabah, ditemukan adanya potensi pelanggaran Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
“Dalam proses pelunasan, ditunjukkan sebuah denda yang sebenarnya tidak dituliskan secara rinci dalam perjanjian kredit di awal ketika nasabah memohon kredit pensiun ini. Dendanya ialah nasabah diharuskan membayar tiga kali angsuran,” beber Risat.
Sesuai UU Perlindungan Konsumen, denda yang tidak dicantumkan dalam perjanjian kredit di awal itu tidak diperbolehkan. “Kami sudah menyurat ke direksi BTPN untuk memberikan klarifikasi tetapi tidak hadir. Kami pun sudah berkonsultasi terkait ini ke OJK, dimana OJK pun mengatakan bahwa denda tiga kali angsuran ini seharusnya tidak boleh,” ungkapnya.
Surat yang dilayangkan ke BTPN pun mendapat tanggapan, dimana pihak BTPN menyarankan untuk nasabah dapat menyampaikan keluhan kepada petugas BTPN agar dapat ditindaklanjuti sesuai tata cara penanganan yang sudah diatur OJK.
Ditambahkan Ketua Lembaga Bantuan Advokasi Masyarakat, Denny Susanto, bahwa sebetulnya masyarakat tidak harus tunduk terhadap aturan denda tiga kali angsuran ini. “Coba bayangkan kalau ini sudah dilakukan beberapa tahun, berapa banyak nasabah yang menjadi korban?,” sebutnya.
BTPN pun diduga sudah melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 1 tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. “Kami juga melihat dugaan pelanggaran pidana terhadap UU Perlindungan Konsumen, dimana ancamannya hingga 5 tahun penjara dan denda hingga Rp2 Miliar,” tukas Denny..
“Harapan saya ialah OJK mau melihat permasalahan ini dan menindaklanjuti dengan memediasi ataupun melakukan tindakan lain sesuai kewenangan OJK. Kalau tidak, maka kami akan bawa ini ke ranah hukum karena ini dugaan tindak pidana yang serius,” ucap Risat yang hadir didampingi Denny itu.
“Ini hak-hak nasabah yang harus kita lindungi. Kami pun meminta agar Perbanas bisa melihat permasalahan ini. Kalau tidak ada respon dari pihak BTPN, maka kami tak segan untuk demonstrasi langsung ke kantor BTPN,” sambung Risat.
Sementara itu, ketika didatangi pada Rabu (19/5/2021), Branch Operation Manager BTPN Manado Agnes Mamangkey berhalangan untuk bertemu dengan wartawan SINDOMANADO.COM karena sedang mengikuti zoom meeting dengan kantor pusat.
“Pimpinan lagi mengikuti zoom meeting dengan kantor pusat jadi tidak bisa menemui sekarang. Mungkin agak lama juga sampai sore. Nanti saya hubungi lagi sore hari kalau pimpinan sudah ada waktu ditemui,” tukas Adam, salah seorang staf BTPN. (Fernando Rumetor)
Tinggalkan Balasan