MANADO— Salah satu kendala bagi partai politik (parpol) dalam merekrut calon legislatif pemilu 2024 adalah memenuhi kewajiban keterwakilan 30% perempuan dalam setiap daerah pemilihan (Dapil). Jika syarat itu tidak terpenuhi maka resiko terberat adalah parpol tidak boleh menjadi kontestan dalam dapil itu.
Pada pengalaman pemilu 2019, terdapat beberapa kasus yang terjadi akibat syarat itu tidak terepenuhi. Ada beberapa parpol yang sesungguhnya tidak menyertakan 30% caleg perempuan namun tetap diizinkan sebagai peserta di suatu dapil. Konsekuensinya adalah parpol terpaksa harus mencoret sejumlah caleg laki-laki guna memenuhi keterwakilan 30% perempuan.
Dikatakan Dosen Kepemiluan, Ferry Daud Liando, dalam beberapa kasus, sebetulnya parpol sudah mengajukan caleg sebanyak 30% perwakilan perempuan. Namun pada saat porses verifikasi dokumen persyaratan, ternyata ada caleg perempuan yang tidak memenuhi syarat atau TSM. Ketika dilakuakan pembatalan caleg perempuan yang syaratnya TMS maka secara otomatis syarat keikutsertaan parpol dalam dapil dibatalkan.
Cara yang aman bagi parpol adalah mengajukan bakal caleg perempuan lebih dari 30% perempuan sehingga jika ada satu celeg perempuan yang ternyata syaratnya TMS maka parpol tetap aman. “Cuma saja yang jadi masalah jika semua caleg perempuan ternyata syaratnya TMS. Maka konsekwensi terburuk adalah pembatalan parpol ikut serta di dapil itu,” ungkapnya.
Lanjut Liando, hal ini wajib jadi perhatian parpol sebab dengan banyaknya parpol yang akan berkompetisi pada pemilu 2024, maka parpol akan makin sulit memenuhi 30% caleg dari unsur perempuan.
Namun demikian, parpol diingatkan agar tidak semata-mata merekrut caleg perempuan hanya sekadar syarat kepesertaan di dapil terpenuhi. Parpol diminta untuk tetap merekrut caleg perempuan terbaik, bukan sekadar jenis kelamin semata. (Redaksi)
Tinggalkan Balasan