Oleh: Ambrosius M. Loho, M. Fil.
(Dosen Universitas Katolik De La Salle Manado, Pegiat Filsafat-Budaya-Seni)

 

Memimpin sebuah kelompok haruslah orang yang mumpuni, dalam hal kompetensinya, sikap hidupnya yang mengabdi kepada keadilan, serta sarat keberanian untuk sungguh-sungguh memimpin kelompok tersebut. 

Selang dua tahun yang lalu, ketika penulis mencoba merefleksikan ketiga poin ini, saat ini tampak sekali bahwa tiga poin itu perlu digaungkan kembali, demi sebuah pemahaman dasar yang kuat. Maka dari itu, dalam refleksi yang terlampau sangat singkat ini, penulis mencoba untuk memberi uraian lebih detail terkait sosok pemimpin yang harus memimpin yaitu, person yang kompeten, memiliki sikap adil, serta sarat dengan keberanian. 

Jika kita mengulik tentang apa itu kompeten, kita bisa menemukan bahwa kompetensi adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik, juga menunjuk kepada keterampilan penting yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan. (https://dictionary.cambridge.org). 

Demikian juga Scheider (2019: p. 1947) menjelaskan bahwa kompetensi dipahami sebagai kemampuan untuk melakukan tugas dan peran sesuai dengan standar yang diharapkan. Atau dengan kata lain kompetensi dikatakan sebagai “kemampuan untuk bekerja secara efektif”. Disini konsep kapabilitas disamakan dengan kapabilitas, yang berarti juga mampu melakukan sesuatu (pekerjaan, tugas, dll.) secara efektif. 

Maka kesimpulan penting terkait kompetensi ini adalah bahwa seorang pemimpin seharusnya dan sudah seharusnya adalah orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Hal ini menjadi penting karena sering ditemui, seorang pemimpin yang sudah memimpin, sebetulnya tidak memiliki keahlian dalam bidang yang dia pimpin, dan menjadi pemimpin hanya karena kedekatan atau memiliki hubungan emosional dengan para pendukungnya. Kemampuan yang ada pada seorang pemimpin adalah kemampuan yang sesuai dengan standar yang diharapkan. 

Contoh praktis, ketika dalam sebuah kelompok yang dipimpin tidak bisa dipersatukan dalam satu visi dan misi, maka pemimpin yang telah kompeten itu, harus memiliki cara untuk bisa mendamaikan atau mempersatukannya. Oleh karena itu, pemimpin adalah harus kompeten bukan hanya dalam hal penampilan atau secara tampak visual.

Sejalan dengan itu, seorang pemimpin bukan hanya kompeten, namun juga memiliki sikap adil. Keadilan secara sederhana dipahami sebagai, sebuah bentuk persamaan hak dan kewajiban, persamaan status, persaman kedudukan. Dalam kelompok, atau pun komunitas, keadilan harus menunjuk pada persamaan. Maka seorang pemimpin harus memiliki sikap itu. 

Seorang pemimpin harus memiliki sikap adil. Sikap adil menjadi kunci, karena merupakan fondasi dasar bagi setiap subjek yang akan memimpin. Penting untuk diketahui sikap adil tidak sebatas hanya menjalankan hak dan kewajiban secara seimbang, tetapi lebih dari itu, keadilan terwujud dalam suatu masyarakat  bilamana setiap anggota melakukan secara baik dan selaras menurut kemampuannya. Jadi intinya keharmonisan dan keselarasan dalam sebuah masyarakat. (Loho dalam https://manado.tribunnews.com/2020/09/11/kompetensi-sikap-adil-dan-keberanian-mencari-sosok-pemimpin-yang-kapabel)

Akhirnya penting untuk diingat bahwa kendati seorang pemimpin telah memiliki kompetensi, selalu bersikap adil, namun dia harus juga memiliki sikap berani. Dalam artian bahwa keberanian yang bukan menunjuk kepada sikap nekad atau “ngawur”, namun sebuah sikap yang menunjuk pada sikap yang suka belajar, gampang menangkap, memiliki ingatan yang bagus, cerdik serta penuh usaha keras. Ciri-ciri keberanian dalam arti ini adalah keberanian yang bukan ‘takabur’ dan menghalalkan segala cara. (Bdk. Setyo Wibowo 2017: 230 dalam Loho, 2020.). 

Pendek kata, keberanian berarti kemampuan bertahan dari rasa khawatir dan rasa takut. (Djohan, 2016: 27). Seorang pemimpin harus berani untuk memimpin, membuat gebrakan, dan tidak takut untuk menghadapi segala resiko dari apa yang dia pimpin. Pemimpin menjadi kunci di garda terdepan dalam hal kemajuan, prestasi, prestise bahkan pun kemunduran yang dialami oleh kelompok yang dia pimpin. (***)