MANADO – Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Utara (Kanwil BPN Sulut) terus fokus memberantas mafia tanah bersama Satgas Tindak Pidana Pertanahan.

Untuk tahun ini, lembaga vertikal di bawah Kementerian ATR/BPN itu mendapat mandat untuk menyelesaikan kasus dugaan adanya mafia tanah di lokasi kompleks eks Pasar Tuminting, Kota Manado, dimana kasus ini merupakan target operasi (TO) dari BPN Sulut.

Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Sulut, Rahmat Nugroho, mengatakan bahwa saat ini Polda Sulut telah menetapkan tiga tersangka, yakni BT alias Boyke, AT alias Alce, dan ET alias Eduart.

Adapun para tersangka diduga telah memasuki tanah milik orang lain tanpa izin tidak mempunyai hak dengan menggunakan tiga dokumen, yaitu Putusan Pengadilan Negeri Tomohon Nomor 60/1950 tanggal 22 November 1953; Penetapan Pengadilan Negeri Tomohon Nomor 100/1950 tanggal 10 Februari 1950 dan Surat Kepala Kantor Pertanahan Kota Manado Nomor 570-127 tanggal 14 Februari 1994.

“Tiga dokumen itu digunakan oleh para tersangka untuk mengklaim tanah di lokasi eks Pasar Tuminting, sementara sudah ada Sertipikat Hak Milik atas nama Julian Marie Mongie,” tutur Rahmat dalam konferensi pers di Hotel ibis Manado, Jumat (29/9/2023).

Ia membeberkan modus ketiga tersangka ialah menyewakan lokasi eks Pasar Tuminting kepada para pedagang yang berjualan dengan nilai bervariasi, antara lain kepada Abd Rahman Lumula senilai Rp 1.500.000, dan kepada Dina Tennes senilai Rp 6.000.000.

“Tersangka juga telah memperjualbelikan lokasi eks Pasar Tuminting termasuk bidangan di dalam SHM Nomor 53 Tuminting tanggal 18 Juli 1968, Surat Ukur Nomor 199 tanggal 21 November 1972 seluas 39.849 meter persegi, atas nama Julian Marie Mongie, kepada pihak lain dengan nilai transaksi empat miliar rupiah, dan telah menerima DP sebesar Rp 300 juta,” jelas Rahmat.

Kasubdit Dirkrimum Harda Polda Sulut, AKBP Farly Rewur, menyebut bahwa ketiga tersangka dilaporkan oleh Reagen Abuthan, dengan dugaan telah melakukan penguasaan lahan tanpa hak dengan cara menguasai tanah di eks Pasar Tuminting, memasang baliho, mendirikan pos penjagaan, menyewakan lapak kepada para pedagang, dan menjual tanah tersebut kepada pihak ketiga.

“Ada bukti surat yang digunakan oleh pelapor sebagai dasar, dan bukti penjualan yang dilakukan oleh tersangka kepada pihak ketiga,” ujar Farly kepada awak media.

Ia menjelaskan, usai menerima laporan pada 27 Oktober 2022, pihaknya langsung melakukan penyelidikan, dan menemukan ada unsur pidana lewat gelar perkara. Kemudian tanggal 23 Februari 2023, polisi meningkatkan status kasus ke tahap penyidikan.

“Rentang waktu antara tanggal 27 Oktober-23 Februari kita lakukan pendalaman dengan mencari alat bukti, baik keterangan saksi maupun alat bukti surat ditambah keterangan ahli, sehingga kita tetapkan tersangka,” ungkapnya.

Lebih lanjut dikatakan Farly, para tersangka memenuhi unsur-unsur di dalam Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan atau penggelapan hak atas barang tidak bergerak dan Pasal 55 dan 56 KUHP.

“Tersangka terancam Pasal 167, dengan ancaman hukuman 9 bulan, dan Pasal 385 ancaman 4 tahun. Tersangka tidak kami tahan karena pasal yang disangkakan ancaman hukumannya di bawah 5 tahun,” katanya.

Sementara itu, Perwakilan Jaksa Kejati Sulut, Yudi Arya yang juga merupakan bagian Satgas Tindak Pidana Pertanahan, mengungkapkan berkas perkara tersebut sudah dinyatakan lengkap atau P21, dan bisa dilanjutkan ke proses penuntutan.

“Kita harapkan proses penuntutan berjalan dengan lancar, sehingga dengan diputuskannya perkara ini bisa mempunyai kekuatan hukum tetap,” beber Yudi. (Fernando Rumetor)