MANADO- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas permohonan judicial review tentang syarat capres dan cawapres baru-baru ini dapat dijadikan pelajaran terutama bagi MK sendiri.

Menerima dan memutus materi judicial review tentang pemilu ketika tahapan pemilu sudah sedang berjalan sangatlah beresiko. Hal itu dikatakan Ferry Daud Liando saat menjadi fasilitator pada diskusi bertajuk “Putusan MK; untuk Demokrasi atau Dinasti”. Kegiatan tersebut diisiasi Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Rabu (18/10/2023).

tersebu

Menurut dia, penegak hukum lain seperti polisi dan kejaksaan telah membuat kebijakan adanya penundaan penanganan perkara pada saat tahapan pemilu. Mereka beranggapan bahwa baik laporan ataupun keputusan penegak hukum bisa saja diintervensi oleh kepentingan politik. Bagi mereka menunda penanganan bukan berarti membatalkan.

“MK sepertinya tidak belajar dari kebijakan itu. Menangani perkara yang berkaitan dengan pemilu pada saat tahapan pemilu sudah berjalan tentu rentan disusupi dengan kepentingan politik,” ungkap akademisi Unsrat tersebut. Tanpa harus mengesampingkan fungsi MK, jelas Liando, seharusnya MK tidak harus teburu-buru dalam merumuskan putusan.

“Membacakan putusan syarat capres dan cawapres menjelang pendaftaran capres dan cawapres amatlah sulit terhindar dari anggapan publik bahwa putusan itu berkaitan dengan kepentingan politik. Atau bisa saja MK mengabulkan permohonan perubahan syarat capres dan cawapres namun pemberlakuannya pada pilpres 2029,” ujarnya.

Lanjut dia, MK belum pada titik krusial. Sebab pascakeputusan KPU RI soal pemenang pilpres, hasilnya masih bisa disengketakan di MK. “Jika MK tidak mengevaluasi pristiwa hari ini maka bisa jadi apapun putusan MK soal pemenang pemilu tetap akan melahirkan ketidakpuasan. Banyak negara di dunia menjadi kacau bahkan bubar karena ketidakpercayaan publik atas hasil pemilu,” terang peneliti kepemiluan tersebut.

Adapun, sejumlah narasumber lain dalam diskusi tersebut yakni Dr. Harjono, S.H., M.C.L, Hakim MK 2003-2014, Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M selaku Dosen FH UGM, Prof. Dr. Saiful Mujani, M.A. yang tak lain Guru Besar UIN Jakarta/PP AIPI, Dr. Sri Budi Eko  Wardani (Dosen FISIP UI / PP AIPI) dan Dr. Maruarar Siahaan, S.H, Hakim MK 2003-2008. (Redaksi)