MANADO— Fenomena jual beli suara biasanya terjadi pada saat sebelum pencoblosan. Namun, pengalaman pada pemilu sebelumnya, jual beli suara kerap terjadi pasca coblos di TPS dan sebelum proses rekapitulasi di tingkat kecamatan.

Menurut Dosen Kepemiluan Unsrat, Ferry Daud Liando, suara bisa saja meloncat dari satu tempat ke tempat lain. Modus jual beli suara terjadi dalam tiga tempat. “Pertama, jual beli antarcaleg dalam parpol yang sama. Konversi suara menjadi kursi, meski menggunakan sistem sainte lague, namun caleg yang berhak atas kursi tetap menggunakan prinsip suara terbanyak di masing-masing parpol. Sebagai contoh, jika dalam hasil penghitungan melalui pembagian 1,3,5, dan seterusnya dan parpol hanya mendapat 1 kursi maka hak atad kursi tersebut adalah yang memperoleh suara terbanyak,” ungkap Liando, Kamis (15/2/2024).

Aturan ini, kata Liando, berpotensi terjadi jual beli suara sesama caleg. Dimana, caleg yang hanya memperoleh suara paling sedikit bisa jadi akan berpindah ke caleg lain. “Jual beli suara pada model yang lain bisa saja akan menyasar pada parpol-parpol yang tidak akan mencapai ambang batas parliament treshold di DPR RI,” ungkapnya.

Adapun, UU Pemilu mensyaratkan parpol yang akan diikutsertakan pada pembagian kursi adalah parpol yang memperoleh suara sebanyak 4%. Parpol yang tidak capai ambang batas itu otomatis akan gugur sebagai parpol yang memiliki kursi di DPR. Meski hasil penetapan perolehan suara hasil pemilu masing-masing Parpol baru akan diumumkan KPU pada 20 Maret 2024, namun hasil hitung cepat yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei sudah bisa dijadikan sebuah informasi mana parpol yang lolos dan mana yang tidak.

“Caleg-caleg yang Parpolnya  tidak lolos ambang batas akan disasar oleh caleg-caleg yang parpolnnya lolos. Bisa jadi ada migrasi suara dari caleg-caleg yang tidak lolos ke caleg-caleg yang parpolnya lolos. Modus ini juga bisa menyasar caleg-caleg di DPRD Provinsi dan kabupaten/kota,” ujar Pengurus Pusat AIPI tersebut.

Meski penentuan perolehan kursi tidak menggunakan syarat ambang batas, namun akan ada parpol yang sulit mengirimkan wakilnya di DPRD karena perolehan suaranya terlampau jauh dengan parpol lain. Suara milik caleg di parpol-parpol kecil bisa menjadi sasaran jual beli oleh caleg-celag di parpol-parpol besar.

Modus permainan ini biasanya akan melibatkan petugas TPS, Pengawas TPS, Saksi parpol dan masing-masing Caleg. Dokumen formulir C Hasil bisa saja akan direkayasa. “Kecurangan atas kesepakatan bersama akan sulit terlacak,” pungkasnya. (Redaksi)