MANADO – Penanganan Kasus Pertanahan di Sulawesi Utara terus menjadi perhatian serius Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kanwil ATR/BPN) Sulut.
“Setiap tahunnya kasus yang ditangani Kanwil ATR/BPN Sulut mengalami peningkatan,” ujar Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Sulut, Rahmat Nugroho dalam Ngabuburit Bukber dan Diskusi Bareng bertema “Bersama Rakyat Gebuk Gebuk Gebuk Mafia Tanah Sulut”, pada Rabu (27/3/2024).
Ia menyebut pada tahun 2023 terdapat 73 Sengketa dengan rincian 64 selesai dan sisa 9 proses. Sedangkan Perkara terdapat 83 Perkara, dengan perincian 26 Perkara sudah incraht dan 57 Perkara masih dalam proses persidangan.
“Pada tahun 2024 saat ini sedang dalam penanganan ada 28 Sengketa, 22 Perkara yang ditangani oleh Kanwil dan Kantor Pertanahan se-Sulut,” bebernya.
Kata Rahmat, keterbatasan SDM tidak menjadi halangan seluruh jajaran Seksi PPS se-Sulut melakukan penanganan dan penyelesaian Kasus Pertanahan dengan semangat SPARTAN.
Diketahui, praktik mafia tanah yang menguasai atau merampas tanah secara ilegal memicu terjadinya sengketa dan konflik pertanahan serta menimbulkan banyak kerugian bagi Masyarakat.
“Untuk itu, pencegahan dan pemberantasan mafia tanah menjadi perhatian serius Kementerian ATR/BPN, termasuk Tim Satgas Tindak Pidana Pertanahan Sulut,” tutur Rahmat.
Pada tahun 2023 lalu, Tim Satgas yang terdiri dari ATR/BPN Sulut, Kepolisian dan Kejaksaan mampu menyelesaikan tiga Target Operasi Tindak Pidana Pertanahan yang terletak di Kota Manado dan Kabupaten Minahasa.
“Kami satgas telah menetapkan tujuh Tersangka untuk ketiga kasus tersebut dengan luas tanah keseluruhan 6,2 Ha dengan potensi kerugian yang diselamatkan Rp32,7 Miliar, sehingga atas prestasinya mendapatkan Penghargaan Piagam dan Pin Emas dari Menteri ATR/Kepala BPN,” jelasnya.
Untuk tahun 2024 ini pihaknya menargetkan empat Target Operasi Tindak Pidana Pertanahan yang terletak di Kota Manado, Minahasa, Minahasa Utara dan Kota Bitung dengan luas tanah 3,3 Ha dan sudah ditetapkan dua Tersangka dari tujuh Terlapor, dengan potensi kerugian Rp14,7 Miliar.
“Modus utama mereka menggunakan surat yang isinya tidak sesuai dengan kondisi yang ada dan membuat surat palsu untuk dijadikan sebagai dasar penerbitan peralihan hak,” ucap Rahmat.
Tinggalkan Balasan