Sementara itu, Kasubdit II Dirkrimum Harda Polda Sulut, Farly Rewur dalam pemaparannya menjelaskan ada 7 Faktor yang menyebabkan tindak pidana di bidang pertanahan masih terjadi.
Yang pertama ialah keterbatasan lahan, kedua ialah kurangnya kejelasan dan kepastian hukum, ketiga ialah penyalahgunaan wewenang, keempat ialah ketidaktahuan dan ketidakmampuan masyarakat.
“Kelima karena adanya spekulasi tanah dan praktik rent seeking, keenam adanya kelemahan dalam penegakan hukum, dan ketujuh ialah perubahan kebijakan yang tidak konsisten,” sebut Farly.
Oleh karena itu, ia menyebut penyelesaian tindak pidana di bidang pertanahan memerlukan pendekatan yang holistik, melibatkan reformasi kebijakan, peningkatan kapasitas institusi, edukasi masyarakat, dan penegakan hukum yang tegas.
“Peningkatan transparansi dan integritas dalam pengelolaan tanah juga menjadi kunci utama untuk mengurangi tindak pidana di sektor ini,” tutur Farly.
Diketahui, kegiatan tersebut digelar bersama oleh BPN Sulut, Polda Sulut, Kejaksaan Tinggi Sulut, Pengadilan Tinggi Manado serta Pemerintah Provinsi Sulut dan diikuti BPN Kabupaten/Kota se-Sulut, instansi terkait hingga aktivis anti mafia tanah.
Dalam kesempatan itu juga dilakukan penandatanganan rencana aksi Pencegahan Kasus Pertanahan yang dilakukan oleh anggota Tim Satgas Anti Mafia Tanah Sulut.
Turut hadir dan memberikan materi dalam kegiatan ini Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil BPN Sulut, Rahmat Nugroho; Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Sulut, Alexander Wattimena; serta Kepala seksi Tindak Pidana Keamanan Negara, Ketertiban Umum, dan Tindak Pidana Lainnya di Kejati Sulut, Jaksa Madya Tutuko Wahyu Minulyo . (Fernando Rumetor)
Tinggalkan Balasan