Sementara itu, Lieke, salah satu petani asal Minahasa Tenggara berharap pemerintah juga memberi perhatian terhadap prediksi BMKG.
“Tentu kami juga melakukan langkah antisipatif. Kami mengikuti saran BMKG untuk menampung air hujan selama masih hujan. Namun, pemerintah juga harus cepat melakukan langkah-langkah cepat menghadapi musim kemarau,” ungkapnya.
Dilansir dari laman BMKG, wilayah Nusa Tenggara diperkirakan menjadi yang paling awal mengalami musim kemarau dibandingkan wilayah lainnya. Secara keseluruhan, musim kemarau tahun ini diprediksi datang bersamaan atau lebih lambat dari normalnya di 409 ZOM (59 persen).
Kendati demikian, akumulasi curah hujan selama musim kemarau diperkirakan berada pada kategori normal, tanpa kecenderungan lebih basah atau lebih kering. Adapun, puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Agustus dan akan berlangsung lebih singkat dari biasanya pada 298 ZOM (43 persen).
Dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat merasakan cuaca panas terik pada siang hari, namun masih disertai hujan pada sore atau malam. Menurut BMKG, fenomena ini merupakan ciri khas masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. (nando/*)


Tinggalkan Balasan