MANADO – Pemerintah resmi menerbitkan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan tentang larangan penahanan ijazah dan/atau dokumen pribadi milik pekerja oleh pemberi kerja.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyatakan akan menindak tegas perusahaan yang melanggar SE ini.
Yassierli bilang, sanksi akan diberikan kepada pemberi kerja jika penahanan ijazah dan dokumen pribadi pekerja tidak memiliki alasan yang jelas. Ia menegaskan, pemberi kerja yang melakukan praktik penahanan ijazah dan dokumen pribadi akan dikenakan sanksi pidana.
“Jadi ketika memang penahanan ijazah itu tanpa alasan yang jelas dan itu merugikan pekerja, dan itu sifatnya sesuatu yang kemudian tidak dibenarkan oleh hukum, maka dampaknya adalah pidana,” kata Yassierli saat konferensi pers di Kantor Kemnaker, belum lama ini.
“Artinya, kita akan serahkan itu nanti kepada aparat penegak hukum. Jadi, message kita clear bahwa penahanan ijazah ini baru satu kasus. Kemudian, kita ingin menyampaikan bahwa kita ingin membangun suatu hubungan industrial yang harmonis dan adil,” sambungnya.
Dengan terbitnya SE ini, Yassierli berharap ada dampak besar dalam membangun ekosistem ketenagakerjaan yang sehat. Maka dari itu, payung hukum yang akan menaungi perihal kasus penahanan ijazah dan dokumen pribadi pekerja yaitu terkait penggelapan dokumen.
“Ketika penahanan (ijazah dan dokumen pribadi) tanpa alasan yang jelas, artinya itu penggelapan dokumen. Kita berharap, ini bisa kita sampaikan dengan bantuan dari gubernur dan bupati juga walikota. Amanat dari konstitusi bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan yang layak,” kata Yassierli.
Terkait isu penahanan ijazah oleh perusahaan, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) menyebut saat ini di anggota Aprindo Sulut belum ada hal seperti itu.
“Sepanjang pengetahuan kami, di pengurus maupun anggota Aprindo Sulut tidak ada hal seperti itu (menahan ijazah karyawan saat awal yang bersangkutan melamar dan diterima bekerja di perusahaan),” terang Ketua Aprindo Sulut, Robert Najoan didampingi Sekretaris Ferry Suawah, Kamis (22/5/2025).
Sementara terkait kemungkinan karyawan yang bersangkutan ada pinjaman di Bank dan ijazah dijadikan sebagai jaminan, dirinya menyebut biasanya hal tersebut diketahui kedua belah pihak dan ada MoU (nota kesepahaman, red) dengan perusahaan.
“Sepanjang pengalaman kami, biasanya Bank yang memberi pinjaman kepada karyawan juga ada MoU dengan pihak perusahaan. Slip gajinya sebagai jaminan, jadi nilai angsuran kredit per bulannya dibayarkan lewat pemotongan gaji oleh perusahaan,” tutur Najoan.
“Dan sekiranya karyawan tersebut resign, biasanya yang bersangkutan mengangsung langsung ke Bank, dan bank siap terima resiko itu,” tambah Najoan.
Terlepas dari kasus yang ada, Najoan mengungkapkan bahwa pihaknya merespon positif edaran Menteri Ketenagakerjaan tersebut. “Tidak ada yang perlu dipolemikkan,” bebernya.
“Tidak banyak perusahaan yang akan memberlakukan penahanan ijazah tersebut. Kasuistis saja, tidak bisa digeneralisir. Edaran Menaker yang ada pun sudah bagus sebagai langkah awas untuk melindungi kepentingan kedua belah pihak,” terang Najoan. nando/*
Tinggalkan Balasan