MANADO—Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) memperkirakan tekanan inflasi Sulut pada November 2019 akan cenderung tinggi.
Kepala Perwakilan BI Sulut Arbonas Hutabarat mengatakan, tekanan inflasi diperkirakan akan bersumber dari berlanjutnya kenaikan harga komoditas strategis Sulut. “Bulan depan kami prediksi Sulut akan cetak inflasi lagi,” ujar Arbonas, Jumat, 1/11/2019.
Karena itu kata dia, upaya pengendalian inflasi Sulut akan terus dilakukan oleh Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), baik di tingkat provinsi maupun Kabupaten/kota se Sulut. Mengacu pada Roadmap TPID Sulut yang sudah disahkan oleh Gubernur Sulut, selaku Ketua TPID Provinsi Sulut serta mengacu pada prinsip 4 K (Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi, Komunikasi Efektif).
“Pengendalian harga melalui penguatan koordinasi dan upaya bersama lainnya dilakukan untuk, menjaga ketersediaan pasokan melalui pelaksanaan operasi pasar dan pasar murah khususnya komoditas strategis. Menjaga keterjangkauan harga dan memastikan kelancaran distribusi melalui sidak pasar secara reguler, serta pengelolaan ekspektasi masyarakat dengan perluasan akses informasi harga dan pasokan di pasar,” ujarnya.
Menurut dia, potensi berlanjutnya kenaikan harga di November juga terlihat dari pantauan survey pemantauan harga BI. “Di mana harga tomat sayur di Minggu kelima Oktober sudah mulai bergerak ke level harga Rp8.000, masih berisiko untuk berlanjut,” jelasnya.
Mempertimbangkan potensi risiko dan besarnya kontribusi tomat sayur pada pembentukan inflasi Sulut maka pergerakan harga tomat sayur perlu diwaspadai dan mendapat perhatian lebih dari seluruh instansi/lembaga/dinas terkait. khususnya memasuki periode permintaan tinggi di akhir tahun.
“Untuk mengantisipasi tekanan inflasi dari pergerakan harga tomat sayur tersebut, perlu dirumuskan langkah-langkah dan strategi jangka pendek yang tepat. Khususnya dalam menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi demi mendukung keterjangkauan harga di dua bulan terakhir tahun 2019,” paparnya.
Selain itu, faktor cuaca berisiko mempengaruhi produksi komoditas sub kelompok bumbu-bumbuan. Namun demikian, normalisasi pasokan komoditas bumbu bumbuan di luar pulau berpotensi mendorong penurunan harga melalui perdagangan antar daerah.
Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut Ateng Hartono mengatakan, peningkatan harga komoditas tomat sayur memicu Kota Manado, Provinsi Sulut mengalami inflasi 1,22% pada Oktober 2019.
“Tomat sayur menyumbang inflasi sebesar 0,8575 persen, sedangkan penyumbang deflasi terbesar adalah cakalang/sisik sebesar 0,1972 persen, karena harganya mengalami penurunan,” ujarnya. (stenly sajow)
Tinggalkan Balasan