MANADO– Pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda) diminta serius menangani kekurangan guru aparatur sipil negara (ASN) baik melalui jalur penerimaan CPNS atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Hal itu karena dalam tiga tahun ke depan Indonesia bakal darurat guru negeri.

Terkait tenaga guru yang ada di SMA dan SMK se-Sulawesi Utara (Sulut) sendiri, Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Dinas Pendidikan Daerah (Disdikda) Sulut, Merlinda Mamesah menyebut saat ini guru ASN berjumlah 4.938 orang.

“Kemudian jika ditambah dengan pengawas berjumlah 5.070-an guru. Itu data 2020, dimana belum termasuk dengan guru-guru yang lulus tes CPNS. Otomatis akan ada penambahan di setiap satuan pendidikan,” kata Mamesah kepada KORAN SINDO MANADO, kemarin.

Hal ini dilakukan, kata dia, untuk memenuhi kekurangan-kekurangan tenaga pengajar yang ada. Dimana selama ini salah satu kendala yang dihadapi sekolah-sekolah yang ada di Sulut ialah tidak meratanya tenaga pengajar untuk semua mata pelajaran yang ada.

“Ke depan ini juga kita tinggal menunggu tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kuotanya cukup besar, akan ada tambahan sekira 3.000 guru sehingga bisa terpenuhi untuk kebutuhan guru ke depan,” terangnya.

“Mudah-mudahan dengan adanya tambahan dari hasil tes CPNS ini serta PPPK itu, dapat memenuhi kebutuhan Guru untuk semua mata pelajaran,” beber Mamesah seraya menambahkan bahwa terdapat juga tenaga pengajar yang merupakan honorer.

“Untuk Guru yang berasal dari tenaga honorer itu ada yang dari THL provinsi, ada juga yang diangkat dari sekolah dan ada juga yang dari yayasan,” kuncinya. Sementara itu, dari data yang tertera di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) milik Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

Data Dapodik menunjukkan total Guru SMA di Sulut sebanyak 4.429 orang. Lalu untuk Guru SMK sebanyak 3.972 orang. Kemudian untuk Guru SMP berjumlah 8.197 orang, serta untuk Guru SD berjumlah sebanyak 15.893 orang.


Merekrut Guru Berkualitas

Masalah kekurangan guru tak hanya soal jumlah tetapi secara kualitas juga perlu terus dibenahi. Hal tersebut diungkapkan pengamat dunia pendidikan Mozes Wullur.

“Ada dua hal yang disebut dengan kurang. Pertama kurang dilihat dari sisi jumlah dan kedua kurang dari sisi kualitas. Sekarang pertanyaannya, dua-duakah kurang atau salah satu saja. Saya berharap hanya kurang dari sisi jumlah bukan kualitas,” kata Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Unima tersebut.

Dia menjelaskan, untuk jumlah bisa diatasi dengan produksi guru tetapi kualitas perlu diatasi dengan kebijakan dan pembinaan berkelanjutan. Diakuinya, dalam proses pembelajaran guru jadi faktor paling dominan yang berkontribusi besar terhadap peningkatan mutu hasil belajar.

Sebab itu, kata dia, kekurangan jumlah guru adalah masalah besar bagi pendidikan, karena jumlah guru yang kurang berarti ada sejumlah siswa yang tidak terlayani dalam proses pembelajran atau terlayani tetapi tidak mendapatkan pelayanan maksimal dan memuaskan sesuai harapan masyarakat.

“Kekurangan ini bisa berdampak terhadap kualitas lulusan. Oleh sebab itu, harus diatasi kalau kita menginginkan proses pembelajaran menjadi lebih bagus. Rekrutmen pengangkatan tenaga ASN dengan perjanjian kerja bisa dilakukan pemerintah. Karena setiap tahun kekurangan ribuan guru ini akan terus terjadi dan bertambah lantaran ada yang pensiun,” tuturnya. “Ini menyimpulkan, pemda harus memenuhi jumlah guru dan kedua harus menjamin kualitas guru yang akan direkrut atau guru yang sudah ada di sekolah,” paparnya.

Lebih lanjut Wullur meminta pemerintah mengeluarkan regulasi yang juga memperhatikan mutu dari tenaga pendidik tersebut. “Lahirkan kebijakan yang berorientasi kepada mutu. Kemudian bina kepala sekolah dan pengawas yang selanjutnya kepala sekolah membina guru-guru untuk lebih bermutu. Ini yang krusial harus diatasi di masa sekarang dan akan datang,” tandasnya.

Di sisi lain, Wullur memastikan jika dari sisi jumlah lulusan tenaga guru seperti di Fakultas Ilmu Pendidikan Unima sebenarnya bisa memenuhi kebutuhan yang diperlukan sekolah di mulai tingkat PAUD hingga SMA sederajat. “Guru yang dihasilkan pun dijamin secara akademik memenuhi syarat kompetensi. Selanjutnya jika lulusan perguruan tinggi tersebut bertugas di sekolah, maka pembinaan lanjutan jadi tugas Dinas Pendidian setempat,” tutupnya.

 Tiga Tahun Lagi Darurat Tenaga Pengajar

Sementara itu, Ketua Forum Guru Honorer Bersertifikasi Sekolah Negeri (FGHBSN) Rizki Safari Rakhmat mengatakan,  pemerintah pusat maupun pemerintah daerah serius menangani kebutuhan dan kekurangan guru ASN yang mencapai 1,3 juta,”

Menurut dia, walaupun formasi yang beredar, saat ini sudah tersedia sekitar 513.000, namun pihaknya berharap kuota pemenuhan 1 juta guru ASN dapat segera terpenuhi. Pelaksanaan rekrutmen juga bisa tepat waktu serta tepat sasaran. “Pemerintah pusat dan daerah harus melakukan pemetaan keterbutuhan guru ASN setiap tahunnya dengan konsisten, karena dalam tiga tahun terakhir akan banyak guru PNS yang pensiun,” ungkapnya.

Dia mengungkapkan, pelaksanaan rekrutmen guru ASN harus konsisten setiap tahun dilaksanakan dengan komposisi PNS dan PPPK. Walaupun, untuk status guru PPPK diharapkan hanya sementara. Nantinya, lanjut dia, guru PPPK bisa mendapat kesempatan menjadi guru ANS agar tidak perlu cemas dan juga merasa tenang ketika menjalankan tugas dan kewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. “Kedepannya sudah tidak ada lagi istilah guru honorer, semua guru di sekolah negeri menjadi guru ASN,” ujarnya.

Di sisi lain, nasib ratusan ribu guru honorer terkait pengangkatan menjadi ASN hingga kini belum jelas. DPR meminta pemerintah untuk bersikap adil terhadap para guru honorer tersebut. Anggota Komisi X DPR RI Muhamad Nur Purnamasidi mengatakan, pemerintah cenderung menyelesaikan masalah guru honorer dari sisi kepastian hukum dan bukan dari keadilan hukum. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berpegang pada peraturan UU ASN sebagai dasar pengangkatan penerimaan CPNS atau PPPK dengan batas 35 tahun.

Sebelumnya, Kemendikbud akan memberikan afirmasi, yakni bonus nilai kepada guru yang berusia 40 tahun ke atas dan juga guru penyandang disabilitas pada seleksi guru PPPK. Kemendikbud memikirkan bagaimana mendukung atau memberikan nilai tambah pengalaman di dalam dunia pendidikan tanpa harus mengurangi minimum kompetensi yang diperlukan melalui tes seleksi guru PPPK.

Kemendikbud menilai pengalaman adalah suatu hal yang tidak bisa diukur oleh tes tetapi itu juga harus dinilai. “Jadinya setelah juga berdiskusi dengan Kemenpan RB dan melakukan berbagai macam negosiasi, jadi kita menentukan kita akan memberikan bonus poin untuk passing grade,” kata Mendikbud Nadiem Makarim pada Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Kemendikbud, Rabu (10/3/2021).  (Fernando Rumetor/Deidy Wuisan)