MANADO – Akhir Bulan September 2022 ditetapkan sebagai hari pengucapan syukur di Sulawesi Utara (Sulut) yang dilakukan serentak di semua Kabupaten/Kota. Sejumlah pihak menyebutkan bahwa akan terjadi peningkatan permintaan daging di masa ini.
Rivaldi, salah satu pedagang di Pasar Tomohon mengatakan di saat pengucapan pasti ada kenaikan penjualan setidaknya 50% dan lebih. Ini juga diakui oleh Fenly Leiley, salah seorang pemasok daging ke pasar-pasar di Minahasa.
Leiley yang rutin memasukkan daging satwa ke pasar mengatakan, kenaikan ini pasti terjadi baik paniki atau kelelawar, tikus, ular dan babi hutan. Tetapi sebagai pemasok dirinya juga sudah mengetahui mana yang dilindungi dan terancam sehingga tidak menjual daging-daging tersebut.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut Askhari Masiki menjelaskan, bahwa saat ini banyak satwa liar yang telah terancam, dilindungi dan semakin menurun keberadaannya.
“Pengucapan sedianya jangan menyediakan satwa liar, masih banyak pilihan seperti ayam, ikan dan lainnya,” kata Askhari dalam keterangan pers yang diterima SINDOMANADO.COM, Kamis (15/9/2022).
Semua stakeholder, lanjutnya, harus berperan aktif menjaga dan melestarikan satwa liar karena tanpa satwa liar maka hutan kita akan sunyi apalagi jika terjadi kepunahan maka pastilah hutan kehilangan keseimbangan. Dia menghimbau, kalau dulunya makan maka berhentilah secara pelan-pelan.
“Masih banyak alternative yang bisa dikonsumsi dibandingkan pilihan makanan yang menghilangkan sumber daya dan hewan kita di alam yang begitu baik dan cantik. Selain karena faktor keseimbangan memakan satwa liar juga berpeluang bagi terjadi penularan penyakit dari satwa ke manusia atau sebaliknya,” jelasnya.
Selamatkan Yaki sendiri selama ini sangat fokus dengan keberadaan satwa liar, terus memberikan motivasi dan edukasi kepada warga.
Purnama Nainggolan, Koordinator Edukasi Program Selamatkan Yaki mengatakan, yaki adalah satwa liar yang cuma ada di Sulawesi Utara dan sudah terancam punah dan dilindungi.
Meski diakui, tidak semua satwa liar dilindungi namun penurunan jumlahnya yang signifikan akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem alam.
Survey yang dilakukan di pasar sejak tahun 2011 hingga 2019, menunjukkan bahwa supply satwa liar seperti paniki, ular dan lainnya saat ini bukan lagi dari wilayah Sulawesi Utara tetapi dari Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan provinsi lainnya di Indonesia.
“Selain karena perburuan dan kerusakan hutan, keberadaan satwa liar terancam karena pola konsumsi masyarakat,” beber Purnama.
Untuk itulah pihaknya menghimbau agar warga Sulut bisa menyajikan daging-daging yang ramah lingkungan, tanpa mengurangi sukacita di hari pengucapan syukur. (Fernando Rumetor)
Tinggalkan Balasan