MANADO – Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara (BPS Sulut) mencatat Provinsi Sulawesi Utara mencatat deflasi sebesar 0,41% pada November 2025.

Kondisi ini membuat inflasi tahun kalender (Januari–November) berada di angka 0,72%, sedangkan inflasi tahun ke tahun tercatat 0,65%.

Kepala BPS Sulut, Aidil Adha, menjelaskan bahwa penurunan harga sejumlah komoditas hortikultura menjadi faktor utama terjadinya deflasi.

“Komoditas yang paling berpengaruh adalah cabai rawit dengan andil deflasi 0,23%, disusul tomat sebesar 0,20%, beras 0,18%, dan daun bawang 0,13%,” kata Aidil, Senin (1/12/25).

Meski sejumlah komoditas mencatat penurunan harga, beberapa lainnya justru mengalami kenaikan dan menahan laju deflasi.

Angkutan udara menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan andil 0,14%, sementara ikan selar/tude dan ikan malalugis mencatat inflasi tipis masing-masing 0,04% dan 0,03%.

Aidil pun menerangkan, terdapat beberapa fenomena harga yang terjadi pada bulan November 2025.

Pertama, penurunan harga cabai rawit dan tomat terjadi karena memasuki musim panen di sejumlah sentra produksi, termasuk Minahasa dan Minahasa Selatan.

“Selain itu, pasokan dari daerah lain seperti Gorontalo dan Surabaya turut menambah ketersediaan di pasar,” ucap Aidil.

Penurunan harga beras juga memberi kontribusi signifikan terhadap deflasi. Menurut Aidil, harga beras turun seiring meningkatnya stok dari wilayah sentra seperti Kotamobagu dan Bolaang Mongondow, ditambah suplai besar dari Sulawesi Tengah.

“Kebijakan distribusi SPHP oleh pemerintah turut menjaga harga beras tetap stabil dan bahkan menurun di pasar,” tutur Aidil.

Di sisi lain, kenaikan tarif angkutan udara menjadi faktor pendorong inflasi. “Permintaan perjalanan meningkat, sementara pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mendorong naiknya biaya operasional maskapai,” beber Aidil. (nando/*)