MANADO— Kapasitas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) hingga saat ini masih persoalan, termasuk di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Data Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulut, dari 14 Unit Pelaksana Teknis (UPT) meliputi Lapas dan Rutan, ada delapan UPT penghuninya melebihi kapasitas.
Kepala Divisi Pemasyarakan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulut, Natsir mengungkapkan, ada dua istilah mengambarkan kelebihan kapasitas dari suatu Rutan atau Lapas. Pertama overcapasity melebihi kapasitas tetapi masih memungkinkan untuk menampung misalnya kapasitas ruangan dua orang jika ditambah satu masih memungkinkan jadi belum berdesakan.
Lanjut dia, sedangkan kedua Overcrowded melebihi kapasitas padat misalnya kapasitas ruangan dua orang ditambah 2 atau 3 sehingga tadinya 2 menjadi 4 atau 5 ini tentunya menimbulkan kepadatan sehingga terjadi penumpukan yang berdesakan dalam satu ruangan itulah disebut Overcrowded.
“Over kapasitas belum tentu overcrowded tetapi sebaliknya overcrowded sudah pasti over kapasitas dari delapan UPT yang over kapsitas ini untuk memastikan masuk dalam kategori overcrowded pihaknya akan turun langsung mengecek di lapangan.” ujar Natsir
Lanjut Natsir, total penghuni Rutan dan Lapas berstatus tahanan 804 orang terdiri dari dewasa laki-laki 711, dewasa perempuan 61 dan anak laki-laki 32.
Sementara narapidana, dewasa laki-laki 1.794, dewasa perempuan 68, anak laki-laki 31, totalnya 1.893. Penghuni terbanyak Lapas Kelas IIA Manado, dengan jumlah warga binaan 600 orang, disusul Rutan Kelas IIA Manado 551 lalu posisi ketiga Lapas Kelas IIB Bitung 361 penghuni.
”Pada saat ini peningkatan penghuni semakin hari semakin bertambah,” aku Natsir.
Natsir mengaku persoalan lembaga pemasyarakatan yang kelebihan isi memang menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh lembaganya. Menyikapi banyaknya Lapas dan Rutan di Sulut yang over kapasitas, praktisi hukum Alfian Ratu, menegaskan ada beberapa solusi bisa dilakukan diantaranya dengan menambah atau membangun Lapas Rutan yang baru.
Tapi solusi ini tentu akan memerlukan anggaran yang sangat besar. Ratu menjelaskan investasi negara untuk satu orang tahanan saja itu adalah dari Rp 100 juta sampai Rp 150 juta. Ratu menilai sulit bagi pemerintah untuk menambah kapasitas Lapas Rutan lantaran pemerintah Indonesia punya prioritas lain.
Untuk itu, Alfian Ratu hanya bisa mengimbau kepada lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan tidak dengan mudah memasukan orang bersalah ke dalam tahanan.
Bila seseorang yang bersalah hanya dalam cakupan kasus ringan, sebaiknya menurut tidak langsung dijebloskan ke dalam penjara. Cukup dengan tahanan kota atau tahanan rumah. Dengan catatan, orang bersalah tersebut tidak lari dari persidangan dan tidak menghilangkan barang bukti.
Namun hal ini kata Alfian hanya bersifat imbauan. Karena untuk memutuskan memasukkan seseorang ke penjara sepenuhnya wewenang penegak hukum.
“Selagi tersangka tidak menghilangkan barang bukti, tidak lari, jangan langsung masukkan ke penjara. Cukup tahanan kota atau rumah. Ini alternatif mengurangi isi Lapas dan Rutan. Tapi itu wewenang penegak hukum. Bukan di kami,” ujarnya.
(KORAN SINDO MANADO/Pandi Magindano)


Tinggalkan Balasan