MANADO – Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang sempat diajukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), hingga kini tak kunjung disahkan.
Menanggapi hal ini, Koalisi Pengacara Perempuan Sulawesi Utara (KP2 Sulut) mengaku kecewa. Diwawancara, Selasa (11/12/2019), anggota KP2, Aryati Rahman mengatakan KP2 masih terus berharap RUU PKS menjadi perhatian anggota DPR yang baru.
“Dengan tidak disahkannya RUU PKS oleh DPR itu berarti DPR tidak menghargai konstitusi perlindungan. Karena poin yang tertuang dalam RUU PKS sangat diperlukan untuk membantu melindungi korban-korban kekerasan khususnya perempuan dan anak,” terangnya.
Hingga kini kasus kekerasan dan pelecehan perempuan dan anak diadili dengan mengacu pada aturan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut Aryati KUHP yang digunakan tidak melihat perspektif korban. Banyak perempuan korban kekerasan dan pelecehan yang kasusnya tidak bisa dilanjutkan karena kurangnya perlindungan hukum.
Dalam menangani kasus kekerasan dan pelecehan perempuan di Sulut, Aryati mengaku kerap kali harus terhenti karena poin yang tertuang dalam KUHP belum bisa memberikan perlindungan kepada korban.
Ia menambahkan, pentingnya UU PKS tidak hanya bagi korban kekerasan yang sedanf ditangani KP2 saat ini saja, karena perempuan dan anak di Indonesia lainnya memiliki peluang mengalami kekerasan dan pelecehan. Saat hal itu terjadi diharapkan sudah ada perlindungan hukum yang melihat perspektif korban.
Sependapat, praktisi hukum Citra Tangkudung juga memandang RUU PKS perlu segera disahkan. Ia bahkan menganggap DPR periode sebelumnya yang mengusulkan RUU PKS tidak serius terhadap RUU ini.
“Saya berpendapat bahwa DPR periode sebelumnya tidak serius terhadap RUU PKS dan lebih mengutamakan hal-hal lain. Kita butuh ini agar Perempuan Indonesia dapat terhindar dari kejahatan seksual yg semakin bertambah dan yg lebih penting lagi adalah untuk melindungi korban kekerasan seksual,” terang perempuan yang berprofesi sebagai pengacara di Manado ini.
Dirinya berharap DPR periode yang baru dapat memahami perasaan dan aspirasi masyarakat terutama kaum perempuan, sehingga RUU ini bisa secepatnya disahkan agar segala bentuk kekerasan seksual dapat segera teratasi dan memiliki payung hukum. (Ilona piri)
Tinggalkan Balasan