Marvel Pandaleke
RATAHAN

Sekelompok anak muda urakan dengan pakaian kemeja hitam bersepatu boot tracking kerap terlihat melintas bergerombol. Siang itu, tepatnya Senin (25/1/2021), mereka menyusur lokasi perkebunan Salak di wilayah pegunungan Desa Pangu Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra). Tapi tak biasanya, kali ini mereka membawa sejumlah peralatan elektronik. Ada yang di genggam, ada yang digantung dileher menyerupai buah kalu besar.

Lokasi yang dituju adalah Kawasan hutan Lindung Sumber mata air Desa Pangu Raya. Lokasi ini sakral dan diperawankan oleh warga.

Bagi warga Desa, bukan hal baru lagi melihat laku mereka. Bak rutinitas setiap tahun, mereka wajib melihat dan mengontrol kondisi hutan. Seolah sudah menjadi tugas tanpa perintah, melainkan lahir dari kesadaran anak desa untuk menjaga aset berharga.

Kelompok Pencinta Alam (KPA) Slankers Salak bukan hanya sekadar nama yang disemat bagi kelompok mereka. Aksi mereka sepadan dengan konsisten kepedulian terhadap lingkungan

Diketahui, warga Desa Pangu Raya memang hingga saat ini menggantung hidup dari sumber mata air Hutan kawasan pegunungan Pangu. Sebuah kawasan lekuan hutan yang berada tepat diantara celah Gunung Manimporok dan Hutan Lindung Gunung Potong.

Pengelolaannya pun masih konvensional tanpa melibatkan pihak Perusahaan Daerah milik pemerintah ataupun swasta. Jaringan air bersih yang disuplay ke warga desa pun dibangun sejak hampir ratusan tahun silam.

Steven Engka adalah Ketua KPA Slankers salak. Kesadaran terhadap kelestarian hutan sumber mata air ini lahir ketika warga Desa Pangu sempat merasakan krisis air saat kemarau panjang. Kala itu kawasan Hutan pegunungan Pangu rusak berat. Bukan saja soal penebangan, tetapi bencana semburan debu letusan Gunung Soputan. Banyak pohon besar di Hutan tumbang bahkan mati.

“Seingat kita itu Tahun 2011. Terjangan debu Soputan merusak ekosistem Hutan,” ujarnya.

Pasca musibah tersebut, para orang tua hingga anak muda diajak untuk kembali melakukan penghijauan hingga perawatan pada setiap pohon yang ditanam.

“Jadi sejak dari tanam, kita pantau rutin untuk perkembangan pertumbuhannya. Sebab percuma jika ditanam tanpa dirawat. Kita belajar dan ingat pesan dari orang-orang tua kita untuk melindungi sumber air ini. Sebab ini aset turun temurun,” ujar Steven.

Belakangan penggunaan GPS dengan menetapkan titik koordinat kawasan penanaman pohon penghijauan, lebih memudahkan mereka untuk mengetahui dan mengidentifikasi jalur penghijauan hingga memantau perkembangan pohon yang ditanam.

“Jadi untuk titik penanaman pohon sudah mudah di deteksi lewat GPS. Kalau kita dapati pohon mati tidak tumbuh, kita ganti lagi. Yang lain sudah tumbuh, kita rawat bersihkan,” timpal Steven.

Terkadang aksi ini tidak saja melibatkan anggota KPA. Mereka juga kerap mengajak para siswa dan siswi sekolah dasar untuk ikut terlibat.

“Kalau kita belajar dari orang-orang tua, sedini mungkin kita ajarkan juga ke enak anak kita generasi berikutnya. Tujuannya agar kepedulia terhadap kelestarian Hutan sumber mata air bisa terus berkelanjutan,” terangnya.

Adapun kata Steven, untuk pelestarian kawasan hutan lewat penghijauan lebih memilih Pohon Beringin. Adalah jenis pohon yang tidak bisa ditebang produksi. Akan tetapi memiliki fungsi menyimpan air yang banyak.

“Nah Kalau kita tanam Cempaka atau sejenis pohon Produksi lainnya ya percuma. Nanti jika sudah besar malah ditebang buat kayu produksi,” timpalnya lagi.

Selain melakukan penghijauan, kelompok ini bersama pemerintah desa ikut menetapkan batas wilayah Hutan Lindung. Termasuk membatasi aktifitas dikawasan Hutan Lindung.

“Kalau untuk warga mayoritas sudah sadar dan punya tanggung jawab untuk menjaga. Kalau biasanya untuk orang batifar (penyadap nira) ya tidak masalah, sejauh mereka tidak menebang pohon apapun. Sebab di Hutan ini juga banyak tumbuh pohon Nira atau enau,” jelas Steven.

Dari hasil pengijauan yang dilakukan selang beberapa tahun terakhir ini, pihak KPA Salnkers Salak mengklaim sudah ribuan pohon yang di tanam. Sementara dari hasil perawatan, ada sekira 70 persen yang tumbuh.

“Ya namanya juga menanam, tidak semua yang ditanam bisa tumbuh sempurna. Ada juga sekira 20 sampai 30% yang mati karna terlanjur ditutupi semak,” kata Steven.

Diakui mereka dari aksi ini telah banyak menumbuhkan rasa peduli dan kecintaan terhadap lingkungan Kawasan hutan bagi masyarakat terlebih khusus bagi generasi muda di Desa Pangu.

Mereka bahkan sempat menobatkan beberapa orang bocah cilik sebagai anggota termuda KPA Slankers.