MANADO – Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Sulawesi Utara (Sulut) menegaskan terus memperketat pengawasan internal guna mencegah adanya oknum tenaga kesehatan (Nakes) nakal yang ‘bermain-main’ dengan surat hasil rapid test.

Hal ini ditegaskan setelah pada beberapa waktu lalu terungkap kasus seorang Nakes di Bumi Nyiur Melambai yang diduga memperjual belikan surat hasil rapid test antigen kepada seorang penumpang pesawat yang ingin berpergian ke luar daerah.

Juru Bicara Satgas Covid-19 Sulut, dr Steaven Dandel mengatakan, pihaknya bakal menindak tegas dan melaporkan ke pihak berwenang apabila ada oknum yang ingin mencoba-coba bermain dengan dokumen yang menjadi salah satu syarat perjalanan ke luar daerah tersebut.

“Kejadian itu yang melaporkan adalah dari Dinkes (Sulut) ke Polresta Manado, bukan korbannya yang melapor. Itu adalah bentuk ketegasan dari Dinas Kesehatan dalam pengawasan,” ujar Dandel saat dihubungi via telepon, beberapa waktu lalu.

Dirinya pun menegaskan, pihak Satgas Covid-19 Sulut dalam hal ini Dinas Kesehatan Daerah (Dinkesda) Sulut terus memperketat pengawasan di internal untuk mencegah hal seperti ini terulang kembali.

“Mekanisme pengawasan internal tetap kita laksanakan. Tidak sembarang orang yang bisa diwakilkan untuk menerbitkan surat itu (Dokumen hasil rapid test). Hanya petugas-petugas kesehatan tertentu yang ditugaskan,” jelas Dandel.

Oleh sebab itu, kata Dandel, apabila nantinya di Bandara maupun di Pelabuhan di temukan hasil pemeriksaan rapid test yang tidak sesuai dengan standar yang ada, maka biasanya hal itu bisa terdeteksi di Bandara maupun Pelabuhan.

“Upaya pemalsuan surat seperti ini bukan yang pertama kali. Sudah ada empat kali sebelumnya, dimana empat kasus itu ditemukan oleh petugas di Bandara. Mereka menyeleksi kemudian mendapati bahwa ada surat yang palsu. Ini membuktikan bahwa sistem pengecekan kita tetap jalan,” tegasnya.

Pun untuk mencegah agar hal yang sama tak terulang kembali, Dandel menyebut perlu adanya pengawasan yang lebih ketat dari para setiap penanggung jawab yang namanya tertulis di surat hasil rapid test yang ada.

“Karena yang menandatangani surat itu haruslah orang yang mempunyai surat tanda registrasi. Tidak sembarang orang yang bisa menandatangani surat itu. Tidak bisa. Sehingga bila terjadi sesuatu, maka yang menandatangani itu yang bertanggung jawab,” ungkap Dandel.

“Kasus ini adalah pembelajaran bahwa para penanggung jawab yang ada di klinik-klinik itu harus meningkatkan pengawasannya, sebab tempat pemeriksaan rapid test antigen ini ada di banyak tempat kan,” sebutnya.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkesda Sulut itu membeber bahwa setiap klinik dengan para penanggung jawabnya masing-masing, terikat secara hukum untuk menegakkan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang telah ditentukan.

“Sehingga penanggung jawab klinik itu betul-betul harus paham tugasnya. Kalau terjadi sesuatu, merekalah yang pertama-tama akan diminta pertanggung jawaban akibat kelalaian-kelalaian yang ada,” kuncinya. (Fernando Rumetor)