MANADO – Jumlah pengguna vape usia 15 tahun ke atas di Indonesia melonjak dari 0,3% (sekitar 480 ribu orang) pada tahun 2011 menjadi 3,0% (sekitar 6,6 juta) pada tahun 2021.
Berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey, kenaikan paling drastis terjadi pada kelompok remaja dan dewasa muda yang kerap terpapar narasi “vape lebih aman” di media sosial.
Penasehat Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Direktur RSUP Persahabatan, dr. Agus Dwi Susanto mengungkap, berbagai penelitian menunjukkan bahaya vape setara, bahkan dalam beberapa kasus bisa lebih serius dibanding rokok konvensional.
“Rokok elektronik ini mengandung nikotin, logam berat, dan senyawa karsinogenik yang sama-sama membahayakan paru, jantung, dan otak. Ada juga kondisi penyakit paru seperti EVALI yang hanya ditemukan pada pengguna vape,” kata dr. Agus dalam pemaparan pada kampanye Gerakan Berhenti Merokok di Jakarta, pekan lalu.
Padahal dalam sebuah studi yang dilakukan di Jakarta pada 2023-2024 terhadap 128 partisipan usia 20-30 tahun, ditemukan pengguna rokok elektronik mengalami penurunan fungsi paru yang signifikan dibandingkan bukan perokok.
Selain menyebabkan penyakit paru seperti edema alveolus, bronkitis, PPOK, dan kanker, vape juga dapat berdampak pada kesehatan mental remaja.
“Banyak yang menjadikan vape sebagai pelarian dari stres, tapi justru membuat ketergantungan baru yang lebih kompleks. Efek mental ini lebih tinggi ditemukan pada pengguna muda,” jelas Agus.
Terkait fenomena ini pun, Dinas Kesehatan Kota Manado menyampaikan keprihatinan atas tren tersebut dan menyatakan komitmennya untuk segera mengambil langkah-langkah strategis di tingkat lokal.
“Hingga saat ini, Kota Manado belum memiliki data terpilah mengenai jumlah pengguna rokok elektrik, khususnya di kalangan remaja,” ucap Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit Dinkes Manado, dr Sicilia Kumaat, Jumat (13/6/2025).
“Namun, sebagai bentuk kesiapsiagaan terhadap potensi meningkatnya prevalensi penggunaan e-cigarette, Dinas Kesehatan Kota Manado akan melakukan penyesuaian kebijakan dan langkah penguatan regulasi,” jelasnya.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, yang secara tegas mencakup pengaturan tidak hanya terhadap rokok konvensional tetapi juga rokok elektronik.
“Pemerintah Kota Manado melalui Dinas Kesehatan akan mengembangkan sistem surveilans lokal yang mencakup penggunaan rokok elektrik, khususnya pada kelompok usia remaja dan dewasa muda,” kata dr Sicilia.
Kemudian, Dinkes juga menjalin kerja sama lintas sektor, termasuk dengan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Manado, untuk melakukan revisi terhadap Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) agar sejalan dengan amanat regulasi nasional terbaru dan mencakup pengendalian produk tembakau alternatif.
“Kita juga akan meningkatkan edukasi publik melalui sekolah, fasilitas kesehatan, dan media komunikasi masyarakat mengenai risiko kesehatan penggunaan rokok elektrik serta strategi pencegahan adiksi nikotin sejak dini,” tuturnya.
“Serta memperkuat penegakan regulasi terkait kawasan tanpa rokok dan larangan promosi produk tembakau kepada anak dan remaja, termasuk di ruang digital,” sebut dr Sicilia.
Dikatakannya, Dinas Kesehatan Kota Manado mendukung sepenuhnya upaya pemerintah pusat dan WHO dalam menekan laju konsumsi rokok, baik konvensional maupun elektronik.
Langkah tersebut merupakan bagian dari strategi perlindungan generasi muda dari bahaya adiksi nikotin dan penyakit tidak menular di masa depan. (nando)
Leave a Reply