MINAHASA – Wakil Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Steven Kandouw membuka Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Lembaga, Penyedia Layanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kewenangan Provinsi di Hotel Mercure, Minahasa, Kamis (2/9/2021).

Kegiatan yang digelar Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Daerah (DP3A) Provinsi Sulut tersebut, turut dirangkaikan dengan Pelatihan Sistem Pendataan Kasus KtOA/TPPO melalui aplikasi sistem informasi online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tahun 2021 di Provinsi Sulut.

Wagub Kandouw kesempatan itu membeber 50% narapidana di Sulut terlibat dalam kasus tindak pidana kekerasan seksual. Artinya, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulawesi Utara (Sulut) masih cukup tinggi.

“Di Jawa 60% napi tindak pidana narkotika. Kalau di Sulut, napi 50% tindak pidana kekerasan seksual dan ini fenomena gunung es. Terbanyak di wilayah Nusa Utara dan bagian selatan Bolmong Raya,” bebernya.

Ia menyesalkan masih ada beberapa kabupaten/kota yang belum memiliki Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A).

“Untuk itu saya memberi apresiasi untuk DP3A dan Kementerian PPA yang telah melakukan ikhtiar untuk menekan kasus penyakit masyarakat,” ujarnya.

“Sampai saat ini, jajaran kepolisian juga terkadang penanganannya terhadap kasus ini, mungkin ah cuma bakalae (hanya berkelahi, red) suami istri. Terlalu simplifikasi. Semoga setelah pertemuan ini, kegiatannya berkelanjutan sehingga kasus hukum di Sulut tidak jadi yang tertinggi di Indonesia,” tambahnya.

Kandouw secara tegas meminta semua pihak agar berperan aktif dalam upaya sosialisasi penanganan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Nah tugas kita jangan sampai ini jadi budaya. Kalau hanya kebiasaan melakukan kekerasan, masih bisa kita upayakan untuk ubah. Namun jika sudah menjadi budaya, sudah sangat susah untuk kita ubah. Karena itu upaya pencegahan penting dilakukan. Perlu kalian semua tahu, bahwa kekerasan terhadap perempuan apalagi kekerasan seksual, merupakan penyakit di masyarakat. Harus kita berantas,” tegasnya.

Kandouw minta pemerintah daerah (pemda) di 15 kabupaten/kota, agar angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak harus diperhatikan secara maksimal.

“Saya lihat masalah ini, masih dianggap remeh. Lihat saja di beberapa kabupaten/kota, bahkan belum ada DP3A yang berdiri secara mandiri. Itu hanya masuk sebagai bidang. Padahal kalau berpikir holistik, melihat data yang ada, kasus yang ada untuk tindak pidana kekerasan seksual yang paling tinggi,” sebutnya.

Sementara itu, Kepala DP3AD Sulut dr Kartika Devi Tanos menyebutkan, kegiatan koordinasi kali ini selain diikuti DP3A se-Sulut, juga melibatkan perwakilan petugas kepolisian.

“Ini kelanjutan dari tandatangan Mou (nota kesepahaman) antara Gubernur Sulut bersama kapolda beberapa waktu lalu. Komitmen dari Kabupaten/kota baik DP3A maupun poles agar diinput data kasus kekerasan perempuan dan anak agar tindaklanjut lebih mudah. Karena sejauh ini kami hanya mendapat data dari UPTD PPA yang baru terbentuk dua tahun terakhir,” kunci Devi Tanos. (rivco tololiu)