MANADO – Pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 dan dilantik pada awal 2021 diingatkan soal harmonisasi dan kekompakan.

Akademisi Universitas Sama Ratulangi (Unsrat) Manado, dalam enam bulan pertama, kekompakan pasangan akan diuji. Ada ujian berat yang akan mereka hadapi di enam bulan pertama. “Ujian itu adalah ketika terjadi pengisian pejabat untuk mengisi jabatan tertentu,” ujar Liando, Senin (20/9/2021).

Kata dia, dalam  Pasal 162 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang menyebutkan pengisian jabatan untuk eselon 2 dapat dilakukan setelah enam bulan pelantikan pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Dalam hal pengisian jabatan birokrasi, sikap antara kepala daerah dan wakil kepala daerah kerap terjadi beda pendapat soal siapa dan soal siapa menduduki jabatan apa. Apalagi jika pada saat Pilkada, baik calon kepala daerah punya gerbong pendukung masing-masing, sehingga ada upaya untuk saling mengklaim dan merebut jatah.

“Di sejumlah daerah di Indonesia, ada pimpinan daerah yang mewajibkan uang mahar bagi calon pejabat. Sebagian terendus KPK. Semoga saja modus itu tak akan berlaku di Kabupaten dan Kota di Sulawesi Utara,” ujarnya.

Potensi konflik lainnya, jelas Liando, dapat terjadi pada saat APBD perubahan diketuk DPRD. Pada saat itu proyek-proyek fisik di “lelang”. Di beberapa daerah yang terjadi belakangan ini, kata “lelang” tinggal sebatas nama.

Tapi modus yang sesungguhnya terjadi adalah, soal siapa pemenang sudah ditentukan di awal. Konflik pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah sering terjadi juga di fase ini. Karena baik kepala daerah dan maupun wakil kepala daerah sudah punya jatah masing-masing.

Data KPK RI bahwa hampir 81% calon kepala daerah dan wakil kepala daerah pada pilkada 2020 lalu telah disponsori para cukong. Kompensasinya jika menang salah satunya adalah penguasaan dan pengkaplingan proyek-proyek pemerintah.

Kepala daerah dan pasangannya wajib menjaga kekompakan. Sebab ketika mereka konflik, maka semua janji-janji mereka saat pilkada akan buyar semua. Konflik pemimpin daerah akan berdampak pada terpecahnya birokrasi pada dua gerbong.

“Jika birokrasi telah memiliki dua matahari, otomatis akan mengganggu kinerja pelayanan publik. Ujungnya rakyat juga yang terkena dampak,” ucap Pengamatan Politik dan Pemerintahan Sulut itu.

Jadi perlu komitmen kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk tetap menjaga harmonisasi. Kekompakan pasangan ODSK harus jadi contoh untuk semua Bupati, Wali Kota dan pasangannya. (Fernando Rumetor)