MANADO – Tekanan Inflasi di Kota Manado dan Kota Kotamobagu mengalami kenaikan cukup signifikan pada akhir tahun 2021 lalu.

“Indeks Harga Konsumen IHK Kota Manado tercatat inflasi sebesar 0,95% (mtm) sedangkan IHK Kotamobagu tercatat inflasi sebesar 1,45% (mtm),” ungkap Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara, Arbonas Hutabarat, Senin (3/2/2022).

Menurutnya, tekanan inflasi kedua kota tersebut pada bulan Desember 2021 lebih tinggi dibandingkan bulan November lalu yang masing-masing tercatat inflasi 0,03% (mtm) dan deflasi 0,53% (mtm).

“Dengan demikian secara tahunan, inflasi Manado tercatat sebesar 2,65% (yoy) dan Kotamobagu sebesar 2,51% (yoy). Meski relatif lebih tinggi dibanding nasional yang tercatat mengalami inflasi tahunan sebesar 1,87% (yoy), tekanan inflasi Sulut pada tahun 2021 tersebut masih terkendali pada kisaran 3,0 ± 1 % (yoy),” beber Arbonas.

Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau kembali menjadi penggerak utama inflasi di kedua kota inflasi Sulut. Kelompok ini memberikan andil inflasi sebesar 0,87% (mtm) di Manado dan 1,32 (mtm) di Kotamobagu.

“Di Manado, kenaikan harga kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau terutama terjadi pada komoditas cabai rawit yang memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,59% (mtm) pada inflasi umum Manado,” tutur Arbonas.

Berdasarkan data dari Survei Pantauan harga, harga rata-rata komoditas cabai rawit di Kota Manado naik dari Rp 32.828 pada November menjadi Rp 66.231 pada bulan Desember 2021.

Penurunan pasokan di tengah tren kenaikan permintaan masyarakat menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru diperkirakan menjadi salah satu faktor utama yang mendorong kenaikan harga cabai rawit di Manado.

Penurunan pasokan termasuk dari luar Sulut seperti dari Gorontalo dan Sulawesi tengah diperkirakan terjadi seiring dengan kenaikan harga cabai rawit di wilayah-wilayah lainnya di Indonesia Timur yang relatif lebih tinggi dibandingkan Manado.

“Selain komoditas cabai rawit, inflasi kelompok ini juga dipengaruhi oleh berlanjutnya tren kenaikan harga minyak goreng sejalan dengan tren penurunan produksi domestik dan kenaikan harga internasional minyak kelapa sawit,” pungkas Arbonas.

Sementara itu, komoditas perikanan relatif memberikan tekanan inflasi yang terbatas meski anomali cuaca relatif masih berlanjut hingga Desember 2021. Deflasi yang terjadi pada ikan Selar/Tude menjadi faktor utama yang menahan kenaikan inflasi di kota Manado.

“Adapun diluar kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau, kenaikan tekanan inflasi Manado didorong oleh kelompok transportasi yang memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,11% (mtm). Kenaikan IHK kelompok Transportasi disebabkan oleh meningkatnya tarif angkutan udara baik pada maskapai full service maupun low cost carrier,” ujar Arbonas.

Meningkatnya mobilitas udara masyarakat Sulut menjelang dan selama perayaan Natal dan Tahun Baru di tengah risiko pandemi COVID-19 yang masih terjaga pada level rendah menjadi penyebab kenaikan permintaan angkutan udara.

Fenomena serupa juga terjadi di Kotamobagu. Komoditas cabai rawit juga menjadi penyumbang utama dengan kontribusi inflasi sebesar 0,44% (mtm) dari total inflasi umum Kotamobagu yang sebesar 1,45% (mtm).

“Namun demikian, berbeda dengan Manado, komoditas hortikultura lainnya seperti daun bawang, kangkung, cabai merah, bayam dan daun gedi juga menambah tekanan inflasi pada kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau dengan total kontribusi sebesar 0,29% (mtm),” ungkapnya.

Selain itu, komoditas perikanan mengalami kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan Manado. Penurunan produksi di wilayah-wilayah penghasil komoditas hortikultura dan perikanan di sekitar Kotamobagu diperkirakan menjadi faktor pendorong kenaikan harga yang lebih tinggi di Kotamobagu.

Selain kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau kenaikan tekanan inflasi Kotamobagu juga didorong oleh inflasi pada kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya serta kelompok Perlengkapan, Peralatan dan Pemeliharaan Rumah Tangga yang secara total memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,10% (mtm).

“Berdasarkan pola historis dan perkembangan aktivitas masyarakat di kedua kota pencatatan Inflasi Sulut pada tahun 2021, tekanan inflasi pada Januari 2022 diperkirakan akan mengalami sedikit perlambatan,” lihat Arbonas.

Permintaan masyarakat yang relatif tinggi pada Desember 2021 diperkirakan akan termoderasi pada Januari 2022 seiring dengan normalisasi aktivitas masyarakat. Normalisasi kegiatan dimaksud diperkirakan akan mempengaruhi pergerakan harga komoditas strategis Sulut terutama cabai rawit yang mengalami kenaikan harga cukup signifikan pada Desember 2021.

“Meski demikian, risiko pergerakan inflasi juga masih dibayangi risiko cuaca seiring fenomena global La Nina yang masih berlanjut, ditandai dengan curah hujan yang diperkirakan masih tinggi hingga Dasarian I Februari 2022,” ungkapnya.

Kondisi curah hujan tinggi dapat mempengaruhi tingkat pasokan sejumlah komoditas hortikultura dan juga perikanan seiring meningkatnya risiko gangguan OPT dan berkurangnya produktivitas nelayan yang sangat tergantung dengan kondisi cuaca pelayaran.(Fernando Rumetor)