MANADO – Perkara tanah di Kelurahan Gogagoman, Kecamatan Kotamobagu Barat, RT 25, RW 7, Lingkungan IV, Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara yang diproses Polda Sulut memasuki babak baru.
Perkara dugaan tindak pidana perampasan dan penyerobotan tanah tersebut dibaw ke Mabes Polri. oleh LQ Indonesia Law Firm. Rabu 31/3/2022.
Penasehat Hukum Advokat H. Alfan Sari mengatakan, sudah datang ke Mabes Polri dimana ada dua agenda yakni, tindak lanjut dari upaya kami menghadap ke Dirkrimum Polda Sulut kemarin dan berkoordinasi dengan beberapa mitra kerja di Mabes Polri.
“Iya, jadi sampai akhirnya diagendakan untuk menghadap ke Karowabprof, Bapak Kombes Pol. Daniel Widya Mucharam,” ujar dia.
Menurut dia, dalam pertemuan membahas perihal upaya pengawasan dan pengawalan atas laporan polisi yang sedang berjalan di Polda Sulut, terkait adanya dugaan tindak pidana perampasan dan penyerobotan tanah.
“Kami kuasa hukum pelapor memiliki pertimbangan dan alasan yang cukup untuk meminta kepada Karowabprof dan Irwasum Mabes Polri untuk memberikan atensi dan pengawasan serius terkait penanganan perkara ini,” kata dia.
Lanjut dia, ada dugaan dan kekhawatiran yang beralasan bagi kami selaku pelapor terhadap perkembangan perkara ini akan sulit untuk diungkap apabila penanganannya tetap dilakukan disana yakni di Polda Sulut.
Seperti yang kita ketahui bersama, faktanya bahwa penyidik Polda Sulut yang menangani laporan pertama dan laporan kedua LQ Indonesia Law Firm, sudah terbukti melakukan pelanggaran etik dan dijatuhi hukuman oleh Propam.
“Oleh karenanya, untuk laporan ketiga dan laporan keempat kami upayakan untuk tetap berjalan dengan tegak lurus dan tanpa intervensi. Salah satu upayanya adalah dengan audiensi hari ini,” ucap dia.
Sementara itu, Penasehat Hukum Advokat Jaka Maulana mengatakan, bukan tidak mungkin kasus ini akan dilaporkan ulang di Bareskrim Mabes Polri.
“Karena selain adanya kekhawatiran tidak profesionalnya penyidik yang sudah berjalan disana, juga faktor usia klien kami yang sudah berusia diatas 80 tahun,” kata dia.
Menurut dia, klien kami usianya sudah 80 tahun sangat tidak mungkin untuk mobilisasi nantinya mengikuti proses perjalannan kasus ini di Polda Sulut, mengingat pelapor saat ini berkediaman di Kota Bogor Jawa Barat.
Untuk diketahui, perkara ini bermula ketika pada tahun 2017, dr. Sientje Mokoginta dan Prof. Ing Mokoginta selaku ahli waris dari Hoa Mokoginta sebagai pemilik tanah seluas 17.996 m2 di Kota Kotamobagu menemukan adanya penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diduga dipalsukan di atas lahan tersebut.
“Mereka kemudian menempuh upaya hukum terhadap permasalahan tersebut, termasuk melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan dan perampasan hak atas tanah itu ke Polda Sulut. Ada pun yang menjadi terlapor dalam laporannya adalah, Stella Mokoginta dan kawan-kawan,” jelasnya.
Tercatat sudah 4 nomor laporan yang terdaftar di Polda Sulut sejak tahun 2017 yang lalu, namun demikian kasus ini seolah selalu menemui jalan buntu dan belum dapat terungkap hingga saat ini.
“Kuatnya aroma intervensi oknum juga turut mewarnai perjalanan perkara ini, terbukti dari adanya penemuan pelanggaran yang dilakukan oleh oknum penyidik Polda Sulut yang menangani laporan pertama dan laporan kedua mereka,” ucap dia.
Dia menjelaskan, perkara ini dapat ditarik ke Mabes Polri dengan mempertimbangkan fakta-fakta yang ada. Kami mengharapkan, agar perkara ini dapat diambil alih oleh Mabes Polri, semata-mata agar penanganannya bisa lebih akuntabel, netral dan transparan. Sehingga kebenarannya dapat terungkap.
“Kami percaya masih ada Polisi baik dan dapat turut memperjuangkan tegaknya hukum dan keadilan di Mabes Polri, dan kami akan kawal terus proses ini hingga selesai,” kata dia.
Diketahui, bahwa perkara ini pada awalnya terkait dengan sebidang tanah yang terletak di Kelurahan Gogagoman, Kecamatan Kotamobagu Barat, Kota Kotamobagu.
Dimana tanah tersebut sudah ada SHM Nomor 89/Gogagoman tahun 1987 an. Hoa Mokoginta dan dialihkan kepada ahli warisnya yakni Sientje Mokoginta, Ing Mokoginta, Inneke S dan Ignatius BP sebagai pemilik.
Lalu kemudian pada tahun 2009 diatas tanah yang sama terbit SHM 2567/Gogagoman tahun 2009 an. Marthen M yang sudah dipecahkan sempurna
Dan seluruh hasil pemecahan /produk SHM-SHM dari SHM Nomor: 2567/Gogagoman tahun 2009 an. Marthen M telah dibatalkan /dicabut oleh putusan PTUN dan SK pencabutan dari BPN. (Bukti-bukti sudah masukan ke penyidik)
Pada tahun 2017 dr Sientje Mokoginta membuat Laporan pertama di Polda Sulut sebagai laporan Polisi nomor : LP/684/IX/2017/Sulut/SPKT, tanggal 05 September 2017.
Dengan terlapor Maxi M dkk atas dugaan tindakan pidana penguasaan tanah tanpa hak atau penyerobotan sebagai dimaksud dalam pasal KUHP, namun laporan tersebut dihentikan (SP3).
Kemudian dr Sientje Mokoginta kembali melaporkan di Polda Sulut laporan Kedua terhadap Maxi M dkk dengan dugaan tindak pidana perampasan /penggelapan hak dan penyerobotan.
Sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/78/II/2020/Sulut/SPKT akan tetapi laporan ini juga dihentikan sebagaimana SP2HP Nomor: B/473/XI/2020/Dit. Reskrimum tanggal 4 November 2020.
Dan untuk penyelidikan laporan pertama dan kedua sudah dilaksanakan sidang kode etik. Selanjutnya ASA CB. Saudale (anak dari dr. Sientje Mokoginta ) melakukan Laporan Polisi yang ketiga di Polda Sulut.
Sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/541/XII/2020/Sulut/SPKT tanggal 7 Desember 2020 terhadap Welly M dkk (saudara Maxi M) atas dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan penggelapan hak atas tanah dan terkait laporan ini maka penyidik telah melakukan gelar perkara yang terakhir pada 22 Desember 2021.
Atas hasil gelar perkara pada Laporan Ketiga kami keberatan yakni SP2HP Nomor: B /495/XII/2021 /Dit. Reskrimum tanggal 30 Desember 2021 karena yang kami laporkan dalam laporan yang ketiga ini bukan pasal 167 atau penyerobotan.
Namun pasal 263 dan 385 akan tetapi penyidik menerapkan pasal 167 padahal waktu laporan Kedua pernah dilakukan gelar perkara yang dihadiri juga oleh kuasa hukum dan pelapor.
Dimana saat itu pelapor meminta untuk Laporan kedua penyidik dapat juga melakukan penyelidikan atas dugaan tindakan pidana pasal 263 atau pasal 385.
Akan tetapi kalau tidak salah dalam gelar perkara tersebut ada pendapat dari penyidik dan peserta gelar yang menyatakan bahwa tidak bisa diterapkan ke pasal 263 atau pasal 385 karena mengacu ke laporan awal/dasar laporannya adalah penyerobotan bukan pemalsuan atau penggelapan hak.
Sehingga untuk dilakukan penyelidikan atas dugaan pasal 263 atau pasal 385 KUHP tidak bisa. Bahkan dalam gelar perkara tersebut dihadiri oleh ahli pidana dari Unsrat yakni DR. Johny Lembong yang mengatakan bahwa persoalan ini tidak bisa diterapkan ke pasal 167.
Sehingga yang menjadi pertanyaan kami mengapa laporan ketiga ini diterapkan pasal 167? Dimana saat itu kami meminta untuk Laporan kedua penyidik dapat juga melakukan penyelidikan atas dugaan tindakan pidana pasal 263 atau pasal 385.
Akan tetapi kalau tidak salah dalam gelar perkara tersebut ada pendapat dari penyidik dan peserta gelar yang menyatakan bahwa tidak bisa diterapkan ke pasal 263 atau pasal 385 karena mengacu ke laporan awal/dasar laporannya adalah penyerobotan bukan pemalsuan atau penggelapan hak. Sehingga untuk dilakukan penyelidikan atas dugaan pasal 263 atau pasal 385 KUHP tidak bisa.
Bahkan dalam gelar perkara tersebut dihadiri oleh ahli pidana dari Unsrat yakni DR. Johny Lembong yang mengatakan bahwa persoalan ini tidak bisa diterapkan ke pasal 167. Sehingga yang menjadi pertanyaan kami mengapa laporan ketiga ini diterapkan pasal 167?
Sedangkan tanah yang menjadi objek sengketa saat ini hanya memiliki SHM Nomor: 98/Gogagoman tahun 1978 sedangkan seluruh SHM-SHM yang diterbitkan atau pemecahannya dari SHM Nomor : 2567/Gogagoman tahun 2009 sudah dibatalkan oleh putusan PTUN.
Terhadap laporan ketiga ini maka penyidik telah memberikan SPDP tertanggal 27 April 2021 dengan surat nomor : B/37/IV/2021/Dit. Reskrimum.
Namun sesuai informasi yang kami dapatkan, jaksa telah mengembalikan SPDP tersebut karena belum dilengkapi berkas-berkas pendukung.
Dan juga dalam SPDP tersebut diberikan tembusan kepada tersangka akan tetapi sampai saat ini belum diketahui siapa tersangkanya.
Bahwa saat ini kami juga sudah membuat laporan yang keempat, sebagaimana Laporan Polisi Nomor : STTLP/B/460/IX/2021/SPKT/Polda Sulut tanggal 28 September 2021 terhadap terlapor Corry M dkk (Saudara Kandung Maxi M)
Dengan dugaan tindak pidana menggunakan surat palsu dan saat ini terlapor belum dilakukan pemeriksaan. Bahwa berdasarkan uraian kami diatas maka kami memohon kepada Kapolda Sulut agar dapat memantau perkara kami.
Dan jika dalam pelaksanaan penyelidikan /penyidikan ada hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum, kiranya dapat diambil tindakan untuk tetap menjaga profesionalisme dan integritas Polri khususnya Polda Sulut. (Deidy Wuisan)
Tinggalkan Balasan