MANADO – Kalangan milenial menjadi pihak yang diincar oleh sebagian besar partai politik (parpol) untuk diikutsertakan pada pencalonan anggota legislatif (Caleg) tahun 2024. Sebagian dari mereka telah diikutsertakan sebagai pengurus parpol. Ada yang bergabung dengan sukarela namun ada juga yang berhasil dirayu, diduga dengan cara diberikan imbalan.
Menurut Dosen Kepemiluan Ferry Daud Liando, terdapat beberapa sebab mengapa milenial menjadi laku pada hajatan pemilu 2024.
Pertama, kata dia, ide dan gagasan parpol untuk meraih simpati pemilih makin tidak laku dan bernilai. “Publik menganggap kampanye parpol hanya ilusi dan omong kosong yang tidak perlu dipercaya apalagi menunggu janji-janji akan di tepati kelak jika sudah berkuasa. Sehingga sulit bagi parpol untuk meraih dukungan jika hanya berbekal kampanye atau janji-janji belaka,” ungkapnya, Senin (3/4/2023).
Kedua, jika menghadirkan milenial sebagai caleg maka parpol akan diuntungkan dengan koleksi suara. Semakin banyak suara yang terkumpul maka akan mempengaruhi jumlah kursi di DPR atau DPRD. Semakin banyak kursi maka akan berpeluang bagi elit-elit parpol untuk bagi-bagi jabatan baik di Legislatif, di pemerintahan ataupun di BUMN/BUMD. Milenial terutama dikalangan Artis dan influencer biasanya banyak peminat, pengikut dan simpatisan. Apalagi mayoritas pemilih di Indonesia adalah kelompok anak muda atau milenial. Tipe pemilih ini adalah pemilih psikologis yaitu pemilih yang cenderung tertarik dengan kondisi fisik dari calon. Mereka tidak peduli dengan kapasitas calon. Ketertarikan mereka hanya pada soal ganteng atau cantik.
Ketiga, UU pemilu tidak mengatur ketat soal syarat menjadi caleg. Meski yang bersangkutan bukan anggota atau kader parpol, uu memungkinkan untuk bisa diterima sebagai caleg. Itulah sebabnya parpol gencar mencari figur artis atau influencer untuk menjadi caleg untuk kepentingan elektoral meski mereka bukanlah kader parpol.
Lanjut dia, tidak ada yang keliru jika para milenial, artis atau influencer diikutsertakan sebagai caleg. “Pertama mereka tidak hanya dimanfaatkan oleh parpol untuk sebatas vote getters. Kedua tidak terkesan seperti boneka pajangan. Hanya benda hiburan, menarik dilihat. Tapi pilihlah mereka yang punya kemampuan standar. Tidak hanya mengandalkan kondisi fisik tapi memiliki kapasitas untuk menjadi wakil rakyat yang didambakan. Agar kelak kehadiran mereka dalam lembaga-lembaga politik tidak menjadi beban bagi rakyatnya,” ujarnya. (Redaksi)
Tinggalkan Balasan