Oleh: Tim Penyusun Kajian Fiskal Regional Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Utara

 

Provinsi Sulawesi Utara tercatat memiliki Luas Wilayah sebesar 14.500,28 km² (BPS Sulut, 2022). Komposisi penggunaan lahan di Sulawesi Utara mayoritas diperuntukan sebagai kawasan budidaya (70.6 persen). Dari jumlah tersebut, penggunaan kawasan budidaya banyak diperuntukan sebagai lahan perkebunan (21.77 persen).

Luas Kawasan Perkebunan di Sulawesi Utara adalah 301.600 Ha, masih didominasi oleh Perkebunan Kelapa, Cengkih dan Biji Pala. di Sulawesi Utara pemanfaatan terhadap lahan sebagai Kawasan Hutan Produktif Terbatas di Sulawesi Utara cukup besar (15,08 persen). 

Kondisi ini didukung dengan topografi Sulawesi Utara sebagian besar wilayahnya terdiri dari pegunungan dan bukit-bukit yang diselingi oleh lembah yang membentuk dataran. Karakteristik tanaman yang tumbuh di area ini biasa tumbuh di lereng bukit/pegunungan dan berukuran tinggi seperti Gaharu, Cemara, Pohon Sengon dll. 

Pohon yang tumbuh di Kawasan Hutan Produktif Terbatas ini rata-rata memiliki intensitas produksi kayunya masih rendah, sehingga terdapat jeda waktu yang cukup lama untuk produksi kayu periode berikutnya. Selain itu pabrik-pabrik di Sulawesi Utara yang mampu mengolah hasil kayu dari Kawasan Hutan Produktif Terbatas masih terbatas, hal ini berdampak pada nilai barang produksi atau value added atas barang hasil perkebunan dimaksud masih rendah. Kecenderungan pengiriman hasil produksi dalam wujud bahan mentah masih dominan.

Pohon kelapa merupakan tanaman yang banyak ditemukan di wilayah provinsi Sulawesi Utara. Masyarakat di provinsi tersebut sudah sejak lama terbiasa dalam membudidayakan kelapa sebagai salah satu sumber pendapatan utama. Tanaman kelapa sendiri termasuk tanaman yang cukup istimewa. Karena, hampir seluruh bagian tanaman tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat untuk membuat berbagai produk.

Melihat fakta ini diharapkan Pemerintah daerah setempat diharapkan dapat memanfaatkan segala potensi daerahnya yang disesuaikan dengan kepentingan dan aspirasi masyarakat. Setiap daerah diharapkan dapat mengelola dengan baik dan memberdayakan serta mengembangkan semua potensi daerah dalam upaya mencapai kemandirian daerah. Dengan kemandirian daerah ini secara langsung berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Utara.

Perkembangan Produksi Kopra di Sulawesi Utara

Upaya pengembangan potensi unggulan daerah dapat ditempuh melalui pengembangan agribisnis daerah. Sektor pertanian sebagai salah satu sektor agrobisnis yang menjadi komoditas primadona di Sulawesi Utara yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi regional.

Sektor pertanian, kehutanan dan Perikanan dapat memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Sulawesi Utara pada Tahun 2020 s.d triwulan 1 2023. Pada periode triwulan I Tahun 2023, sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar pada PDRB Sulawesi Utara yakni sebesar 21.05%, tumbuh 5.40 bila dibandingkan periode tahun sebelumnya. 

Apabila dilihat cakupan subkategori pertanian, kehutanan, dan perikanan yang terdiri atas tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, peternakan, dan jasa pertanian dan perburuan, sub kategori usaha kehutanan dan penebangan kayu, dan subkategori perikanan. Lapangan Usaha pertanian masih menjadi tumpuan dan harapan dalam penyerapan tenaga kerja.

Dengan porsi lebih dari seperlima PDRB Sulawesi Utara, kategori pertanian, kehutanan dan perikanan menjadi kontributor terbesar dalam pembentukan nilai tambah dalam perekonomian Sulawesi Utara. Pada tahun 2022 kontribusi kategori pertanian, kehutanan dan perikanan atas dasar harga berlaku adalah sebesar 20,90 persen. 

Subkategori perikanan dan tanaman perkebunan merupakan penyumbang nilai tambah kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan terbesar, yaitu berturut turut 37,38 persen dan 22,99 persen dari seluruh nilai tambah pertanian. Kontribusi subkategori perkebunan ini menunjukkan kecenderungan menurun dari tahun sebelumnya.

Sedangkan kontribusi subkategori perikanan menunjukkan kecenderungan meningkat sedikit dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya peningkatan produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Sulawesi Utara. Subkategori dengan pertumbuhan tertinggi pada tahun 2022 adalah tanaman perkebunan dan tanaman pangan. 

Sub sektor tanaman perkebunan di tahun 2022 tumbuh hingga 8,55 persen, yang disebabkan adanya peningkatan produksi komoditas kelapa, biji pala, dan cengkih. Sejak tahun 2018, subkategori tanaman perkebunan tahunan juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik dan stabil selama empat tahun terakhir bahkan di masa pandemi. Namun pada tahun 2022 terkoreksi sebesar 0,23 persen poin sehingga andil dalam pertumbuhan PDRB pada tahun 2022 sebesar 37,81 persen. 

Jika selama tiga tahun sebelumnya kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan pada sub kategorinya terdapat beberapa yang terkontraksi, pada tahun 2022 ini, meskipun pertumbuhannya kecil namun seluruh sub kategorinya bertumbuh positif. Ini menandakan bahwa pertanian di Sulawesi Utara terus kokoh menopang perekonomian bahkan saat momen recovery ekonomi. Salah satu sub sektor yang dikembangkan dari sektor pertanian ini adalah tanaman perkebunan. 

Peranan subsektor perkebunan bagi perekonomian Sulawesi Utara masih tetap dominan. Komoditas kelapa sebagai komoditi utama, sedangkan cengkeh, dan biji pala sebagai komoditi penunjang yang dijadikan andalan dan dapat diunggulkan di samping komoditi lainnya seperti vanili, jambu mete, vanili lada dan coklat. 

Luas lahan perkebunan kelapa di Sulawesi Utara s.d Tahun 2021 mencapai 265.548 ha. Apabila dilihat dari luas lahan perkebunan sesuai jenis tanaman Tahun 2014 s.d 2021, maka lahan perkebunan kelapa menjadi lahan perkebunan yang paling luas di Sulawesi Utara. Perkembangan luas perkebunan kelapa mengalami penurunan. Penyebab rendahnya produktivitas adalah proporsi tanaman kelapa tua dan tidak produktif yang cukup tinggi dan tidak disertai dengan program peremajaan yang cukup luas. 

Selain itu, benih yang digunakan dalam peremajaan tidak semuanya berasal dari varietas unggul baru, hasil seleksi. Petani kelapa sebagian besar ke kebun hanya untuk memanen saja. ereka tidak menerapkan teknik budidaya yang baik seperti memupuk. Serangan hama penyakit juga menjadi masalah selain alih fungsi lahan.

Selama Tahun 2021 lahan perkebunan kelapa di Kab Minahasa Selatan menjadi daerah yang mempunyai lahan perkebunan kelapa terluas, dengan luas lahan mencapai 47.165 ha, diikuti Kab Minahasa Utara dengan 38.447 ha dan Kab. Minahasa Tenggara dengan luas lahan perkebunan kelapa mencapai 33.425 ha. Jumlah produksi perkebunan rakyat untuk jenis tanaman kelapa di Sulawesi Utara menjadi yang terbesar bila dibandingkan dengan jenis tanaman yang lain yakni mencapai 265.548 ton. 

Daerah penghasil produksi perkebunan rakyat dari tanaman kelapa di Sulawesi Utara masih didominasi daerah-daerah penghasil utama seperti Kab. Minahasa Selatan dengan jumlah produksi 42.209.9 ton, Kab MInahasa Utara dengan jumlah produksi 41.255,5 ton dan Kab Minahasa Tenggara yang mampu menghasilkan produk dari tanaman perkebunan kelapa sebesar 37.372.18 ton.

Jumlah produksi tanaman kelapa di Sulawesi Utara ini mampu memberikan kontribusi produksi tanaman kelapa secara nasional sebesar 9.34% dari total produksi nasional sebesar 2.822.000 ton. Adapun jenis produk olahan turunan kelapa yang paling dominan dihasilkan di Sulawesi Utara rentang waktu tahun 2021 dan 2022 adalah Kopra. Kopra adalah daging buah kelapa yang dikeringkan. Kopra merupakan salah satu produk turunan kelapa yang sangat penting, karena merupakan bahan buku pembuatan minyak Kelapa dan turunannya. 

Untuk membuat Kopra yang baik diperlukan Kelapa yang telah berumur sekitar 300 hari dan memiliki berat sekitar 3-4 kg daging kelapa didapat dengan mencungkil dari tempurung secara manual atau memakai mesin cungkil Kopra kemudian dikeringkan dengan bantuan sinar matahari atau panas buatan. Kopra yang baik sebaiknya hanya memiliki kandungan air 6%-7% agar tidak mudah terserang organisme pengganggu. 

Kopra menjadi produk turunan kelapa dengan jumlah produksi terbesar di Sulawesi Utara. Selama tahun 2019 sd 2023, produksi kopra yang dihasilkan Sulawesi Utara terus mengalami peningkatan. Produksi kopra di Sulawesi Utara, masih didominasi dari Perkebunan rakyat. 

Pada tahun 2019, kopra yang dihasilkan perkebunan rakyat mencapai 97,96% dari total produk kopra di Sulawesi Utara. Angka ini terus mengalami peningkatan disetiap tahunnya hingga di Tahun 2023 produksi kopra di Sulawesi Utara diprediksi mencapai 271.344 ton. Dari total produksi dimaksud, perkebunan rakyat masih menjadi produsen kopra terbesar di Sulawesi Utara yakni mencapai 98,21%.

Secara nasional, luas lahan perkebunan kelapa di Sulawesi Utara menjadi terbesar kedua setelah Riau yakni hingga tahun 2023 diperkirakan mencapai 272.128 ha. Luas area perkebunan ini lebih dominasi dengan Perkebunan Rakyat yang mencapai 96,52 persen, diikuti Perkebunan Swasta dengan luas 7.929 ha atau 2,92 persen dan Perkebunan Negara dengan luas mencapai 1.544 ha atau 0,6 persen Produktivitas kelapa di Sulawesi Utara setiap tahun mengalami peningkatan. 

Peningkatan produktivitas ini ditandai dengan semakin luasnya areal perkebunan kelapa yang produktif setiap tahunnya. Keberhasilan ini merupakan bukti nyata dukungan pemerintah dalam upaya menciptakan perkebunan kelapa baru melalui memperbanyak bibit dan semakin berkurangnya kondisi perkebunan kelapa yang tidak produktif/ rusak melalui upaya peremajaan tanaman demi meningkatkan produktivitas.

Salah satu tujuan pembangunan ekonomi adalah mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Indonesia adalah negara agraris, dimana sekitar dua per tiga penduduk Indonesia masih menggantungkan hidupnya di sektor pertanian.

Harapan besar agar sektor pertanian dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi yang mampu meningkatkan pendapatan petani. Untuk mengukur keberhasilan pembangunan di sektor pertanian, terutama terkait daya beli petani diperlukan suatu ukuran. Salah satu alat ukur dimaksud adalah Nilai Tukar Petani (NTP).

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). Indeks Harga yang Diterima Petani (It) adalah indeks yang menunjukkan perkembangan atas nilai hasil produksi pertanian. Semakin tinggi Indeks Harga Yang Diterima Petani (lt), maka semakin tinggi nilai jual hasil produksi petani tersebut.

Salah satu klasifikasi indeks dalam penyusun NTP dari indeks yang Diterima petani (lt) adalah subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (TPR). Sesuai data BPS, Indeks Harga yang Diterima Petani (It) Petani Tanaman Perkebunan di Sulawesi Utara masih di bawah Indeks Harga yang Diterima Petani (It) di Riau bahkan Nasional. 

Tingginya Indeks Harga yang Diterima Petani (It) Petani Tanaman Perkebunan di Riau, secara langsung akan berdampak pada tingginya Indek Nilai Tukar Petani (NTP) sehingga akan semakin baiknya daya beli petani terhadap pemenuhan konsumsi rumah tangga dan biaya produksi pertanian dan berarti tingkat kehidupan petani relatif lebih sejahtera.

Salah satu penyebab masih rendahnya hasil produksi petani Kopra di Sulawesi Utara diantaranya adalah petani cenderung menjual langsung hasil produksi kopranya ke pedagang pengepul (pihak swasta) atau menjual langsung hasil produksinya ke luar daerah. Masih minimnya daya tampung kopra dari petani oleh Bulog, Koperasi dan BUMDES di Sulawesi Utara akan berdampak pada jatuhnya harga kopra di pasaran.

Keberhasilan Riau dalam upaya meningkatkan nilai jual hasil produksi kelapa tak luput adanya peran serta aktif pemerintah daerah sehingga dapat meningkatkan harga jual komoditas kelapa dan kelapa sawit. Beberapa peran pemerintah daerah setempat dalam meningkatkan hasil jual produksi petani kopra adalah: 

  1. telah dilakukan kemitraan integrative 3 stakeholder utamanya yaitu Petani Kelapa, Pengusaha Kelapa (Pabrik Pengolahan Kelapa) dan pemerintah daerah; 
  2. penetapan harga pembelian kelapa oleh pemerintah daerah; 
  3. perbaikan infrastruktur kebun kelapa; 
  4. replanting; 
  5. percepat hilirisasi industri pengolahan kelapa secara terpadu; 
  6. pengembangan UKM pengolahan kelapa; 
  7. peningkatan akses petani terhadap bibit unggulan; 

Dari sisi serapan tenaga kerja, salah satu indikator keberhasilan suatu industri pengolahan, ditandai dengan kemampuan unit usaha dimaksud menyerap tenaga kerja. Tuntutan hasil produksi yang semakin meningkat setiap tahunnya, akan diimbangi dengan semakin besarnya penggunaan tenaga kerja. 

Lapangan Usaha pertanian masih menjadi tumpuan dan harapan dalam penyerapan tenaga kerja. Komposisi penduduk bekerja menurut lapangan pekerjaan utama dapat menggambarkan penyerapan tenaga kerja di pasar kerja untuk masing-masing sektor. Lapangan pekerjaan yang menyerap tenaga kerja paling banyak berasal dari Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. 

Pada Tahun 2019, Penanganan komoditas kelapa melibatkan 201.007 KK (57,55 % dari seluruh perkebunan Sulawesi Utara). Pada tahun tersebut, jumlah tenaga kerja yang dapat diserap pada industri olahan turunan kelapa berupa kopra adalah sebesar 4.836. Jumlah ini relatif sama hingga tahun 2022 dan mengalami sedikit penurunan pada tahun 2023 namun produksi kopra yang akan dihasilkan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. 

Di Sulawesi Utara, dari 1.126.797 tenaga kerja, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan selama tahun 2021 mampu menyerap tenaga kerja yang paling banyak yakni 282.616 atau 25,08 persen. Selanjutnya Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor mampu menyerap tenaga kerja sejumlah 209.249 jiwa (18,57 persen).

Sektor Industri pengolahan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 116.947 jiwa dan Sektor Administrasi Pemerintah, Pertanahan dan Jaminan Sosial Wajib dan Sektor Konstruksi masing-masing mampu menyerap tenaga kerja 91.237 jiwa dan 88.368 jiwa.

Sesuai tabel di atas, Dibandingkan dengan keadaan Agustus 2021, lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan kontribusi terbesar pada Agustus 2022 adalah Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (1,05 persen poin) dan Industri Pengolahan (0,44 persen poin). Sedangkan lapangan pekerjaan yang mengalami penurunan kontribusi terbesar adalah Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (0,84 persen poin); Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (0,79 persen poin); dan Konstruksi (0,54 persen poin). 

Apabila dibandingkan dengan Agustus 2020, lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan kontribusi terbesar adalah Industri Pengolahan (2,24 persen poin); dan Administrasi Pemerintahan Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (0,91 persen poin). Sementara lapangan pekerjaan yang mengalami penurunan terbesar adalah Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (5,46 persen poin).

Dalam meningkatkan produktivitas kelapa di Sulawesi Utara masih banyak dijumpai beberapa kendala yang dapat menghambat bertambahnya nilai jual produksi kopra. Kendala-kendala dimaksud diantaranya:

  1. petani cenderung menjual langsung hasil produksi kopranya ke pedagang pengepul (pihak swasta) atau menjual langsung hasil produksinya ke luar daerah. Masih minimnya daya tampung kopra dari petani oleh Bulog, Koperasi dan BUMDES di Sulawesi Utara akan berdampak pada jatuhnya harga kopra; 
  2. masih rendahnya akses pembiayaan kredit usaha bagi pelaku usaha yang bergerak di sektor pengolahan turunan kelapa (khususnya kopra); 
  3. masih kurangnya alat pengolahan produk turunan kelapa, sehingga petani kopra dalam mengolah produk tersebut banyak yang dikerjakan secara tradisional; 

Rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan nilai jual produk kopra di Sulawesi Utara

Untuk mengatasi kendala yang sering dijumpai petani kopra dalam pengembangan indutri pengolahan turunan kelapa ini, Pemerintah daerah diharapkan terus mengupayakan perbaikan. Adapun rekomendasi yang bisa disampaikan untuk pemerintah daerah setempat untuk meningkatkan nilai jual produk kopra: 

  1. untuk tetap menjaga nilai jual produk kopra tetap tinggi, disetiap desa untuk lebih proaktif dengan mendirikan BUMDES dan dukungan BULOG yang dapat menampung hasil produksi petani kopra; 
  2. kopra sebagai produk unggulan daerah, diharapkan pemerintah daerah dapat menerbitkan kebijakan subsidi bunga yang ditopang kekuatan PAD sehingga petani kopra bisa mendapatkan akses pembiayaan kredit usaha. 
  3. memberikan bantuan berupa rumah asap (kopra), alat pengolahan minyak kelapa (skala keluarga), serta bimbingan teknis terkait pengolahan produk turunan kelapa. (***)