Selanjutnya pada Senin (30/9/2024), KAKSBG bersama Tim Kuasa Hukum mengawal proses sidang putusan kasus. Korban dan keluarga korban tidak bisa mengikuti persidangan disebabkan korban telah melahirkan pada 23 September 2024.
Hasil dari sidang putusan sangat mengecewakan, di mana hakim memutuskan dua (2) tahun lebih rendah dari tuntutan Jaksa, yaitu delapan (8) tahun menjadi enam (6) tahun penjara, denda lima puluh juta diserahkan kepada negara jika tidak mampu maka diganti kurungan 3 bulan.
“Restitusi yang diajukan sebesar RP28.000.000 hanya Rp9.000.000 yang disetujui oleh hakim dengan alasan anak yang dilahirkan korban belum terbukti anak terdakwa,” kata Nurhasannah.
Mempertimbangkan perkembangan di atas, Koalisi Anti Kekerasan Seksual Berbasis Gender menuntut dan menyerukan:
- Memberi hukuman pelaku kekerasan seksual dengan hukuman maksimal;
- Memberikan hak korban dan melindungi korban, keluarganya, pendampingnya dari berbagai intimidasi, kriminalisasi, dan teror dari oknum tidak bertanggung jawab;
- Mempercepat proses hukum kasus di atas demi pemenuhan hak-hak korban dan sebagai pendidikan publik terkait penegakan hukum yang adil pada kasus kekerasan seksual.
- Mendesak Kajari Minahasa Utara u n t u k mengevaluasi kinerja Jaksa Penuntut Umum yang memeriksa perkara No. 81/Pid.Sus/2024/PN Arm, yang tidak serius menjalankan tugasnya sebagai JPU dari mulai pengajuan tuntutan yang rendah, tidak terbuka kepada pendamping korban;
- Menuntut Aparat Penegak Hukum yang memproses hukum para terduga pelaku harus memiliki kompetensi sesuai dengan yang diamanatkan Pasal 21 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual;
- Pecat APH yang terbukti telah melanggar kode etik saat menangani perkara kekerasan seksual;
- Mendesak Kapolda Sulawesi Utara mengevaluasi Kinerja Kapolres Minahasa Utara. (Fernando Rumetor)
Tinggalkan Balasan