MANADO- Fenomena pinjaman online (Pinjol) masih marak dan menjadi topik yang hangat di kalangan masyarakat. Akses yang mudah dan cepat sangat membantu, namun bila tidak bijak mengatur keuangan, pinjol bisa menjebak masyarakat dengan utang yang sulit dilunasi.

Kemudahan akses hingga risiko finansial, penyalahgunaan data, dan dampaknya pada masyarakat masih terus terjadi. Apalagi, meskipun berbagai regulasi telah diterapkan untuk menekan penyebaran pinjol ilegal, kenyataannya masih banyak orang yang terjebak dalam jeratan utang digital ini.

Ekonom Sulawesi Utara, Robert Winerungan menuturkan, pinjaman online merupakan pinjaman yang dapat diakses dan diajukan melalui platform digital, seperti aplikasi mobile atau situs web. Jadi debitur tidak perlu langsung ke kantor fisik.

“Proses pengajuan pinjol umumnya lebih cepat dibandingkan dengan pinjaman konvensional, karena hanya perlu mengisi formulir secara online dan mengunggah dokumen-dokumen yang diperlukan secara elektronik,” jelasnya Jumat (16/5/2025).

Dosen di Universitas Negeri Manado ini pun menyebut, pinjaman online sekarang ini sudah menjadi solusi keuangan yang populer bagi banyak orang di era digital

Suku bunga yang ditawarkan pun biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan pinjaman di bank konvensional serta persyaratan pinjaman online yang relatif lebih mudah, tergantung pada penyedia layanan, dan seringkali ditentukan berdasarkan analisis skor kredit.

“Sangat penting untuk diketahui para debitur secara jelas syarat dan ketentuan yang berlaku serta memastikan kemampuan untuk membayar kembali pinjaman sesuai jadwal yang ditetapkan,” tutur Winerungan.

Dikatakannya, pinjaman online menawarkan beberapa keuntungan, di antaranya kemudahan akses, proses pengajuan yang cepat dan mudah, serta persyaratan yang relatif mudah dibandingkan pinjaman konvensional.

“Selain itu, pinjaman online juga bisa digunakan untuk mengembangkan usaha dan memberikan fleksibilitas dalam penggunaan dana. Pinjaman online yang aman adalah yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ungkapnya.

Pinjaman online memiliki beberapa kekurangan yang perlu dipertimbangkan oleh debitur, seperti suku bunga relatif tinggi, biaya tambahan yang tidak transparan, risiko penipuan dan penyalahgunaan data, serta terbatasnya plafon pinjaman dan teror pelunasan dari debt collector.

“Selain itu, ada juga risiko keamanan data pribadi, potensi terjebak dalam siklus utang yang berulang,” sebut Winerungan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha PT Ringan Teknologi Indonesia sebagai fintech peer to peer (P2P) lending melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-17/D.06/2025 pada 24 April 2025.

Dengan pencabutan izin perusahaan fintech ini, PT Ringan Teknologi Indonesia dilarang melakukan kegiatan di sektor layanan pendanaan berbasis teknologi.

Sementara itu, dalam keterangan di website resmi OJK, terkait dengan perusahaan pinjol, mereka diwajibkan menyampaikan informasi secara jelas kepada debitur, kreditur, dan pihak terkait mengenai penyelesaian hak dan kewajiban.Perusahaan juga diminta agar menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk memutuskan pembubaran perusahaan dan pembentukan tim likuidasi.

Selain itu menunjuk Penanggung Jawab dan Pegawai sebagai Gugus Tugas dan Pusat Layanan sementara, yang bertugas melayani kepentingan debitur dan masyarakat hingga terbentuknya Tim Likuidasi.

Menyampaikan informasi terkait penanggung jawab kepada seluruh debitur serta ditembuskan ke OJK, khususnya kepada Direktorat Pengawasan Lembaga Pembiayaan dan Direktorat Pelayanan Konsumen.

Dengan demikian, jumlah fintech penyedia pinjaman tunai legal yang berizin dan terdaftar OJK pada Mei 2025 tersisa sebanyak 96 nama.

OJK dan Asosiasi Fintech Pembiayaan Indonesia (AFPI) kini menyebut perusahaan fintech penyedia pinjaman tunai sebagai pindar atau pinjaman daring. Di sisi lain, pinjol kini digunakan untuk oknum yang menawarkan pinjaman lewat internet dan aplikasi tanpa izin.

Sementara itu, salah satu warga Manado, Vindriani mengaku pernah terjerat pinjol beberapa tahun lalu. “Mulanya saya coba-coba karena mudah sekali kan diakses. Tapi karena penggunaannya salah dan pengelolaannya tidak baik sehingga akhirnya membebani,” ungkapnya.

Kata dia, jeratan pinjol cukup merugikan karena bunga yang tinggi. “Pada akhirnya saya terjerat dan sulit terlepas. Belum lagi ada tekanan secara mental,” ungkapnya lagi.

Karena itu, dia berpesan agar masyarakat bijak dalam menggunakan akses dan fasilitas mudah yang ditawarkan perusahaan pinjol. “Harus bijak. Jika memang harus meminjam, ya itu karena peruntukannya jelas. Dan jangan sampai terjerat di pinjol ilegal,” ucapnya. (nando/redaksi)