MANADO – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Cabang Sulawesi Utara menggelar rapat monitoring dan evaluasi (Monev) pada Rabu (3/9/2025).

Monev yang digelar di Hotel Sintesa Peninsula itu membahas capaian Universal Coverage Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (UCJ) di Sulut yang baru mencapai 60,06 persen hingga 31 Agustus 2025.

Diketahui, angka ini masih jauh dari target 99,5 persen pada 2045 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang RPJMN 2025–2045.

Berdasarkan data, jumlah pekerja eligible—yakni pekerja di luar ASN, TNI, dan Polri—mencapai 854.203 orang. Namun, yang telah terdaftar dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan baru 513.024 orang, sehingga masih ada 341.179 pekerja belum terlindungi, tersebar di 15 kabupaten/kota di Sulut.

Kepala BPJS Ketenagakerjaan Sulut, Murniati, mengatakan bahwa perlindungan kepada tenaga kerja tidak hanya soal keselamatan kerja, tetapi juga masa depan keluarga pekerja.

Dikatakannya, saat ini memang ada keterbatasan dari sisi anggaran yang ada di pemerintah daerah (Pemda), akan tetapi optimalisasi UCJ bisa dilakukan lewat non-budgeting.

Murniati menyebut, salah satu bukti inovasi dalam hal non-budgeting ialah dengan membentuk agen-agen desa maupun agen kelurahan yang disebut Perisai atau Penggerak Jaminan Sosial Indonesia.

“(Lewat agen Perisai) kita mengajarkan masyarakat yang mampu membayar agar bisa bisa mendaftar dengan mudah, membayar dengan mudah, hingga klaim dengan mudah,” bebernya.

“Misalnya juga para pemilik kapal perlu melindungi nelayan mereka melalui program Masanae beranggotakan 5–20 orang. Di Sulut, ada sekitar 22 ribu nelayan yang harus dilindungi, dan ini membutuhkan regulasi khusus,” jelasnya.

Sementara itu, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Provinsi Sulut, Denny Mangala, menegaskan pentingnya jaminan sosial ketenagakerjaan bagi seluruh pekerja, baik formal maupun informal.

“Dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil serta berkembangnya sektor jasa, industri, pariwisata, dan UMKM di Sulut, perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan menjadi kebutuhan mendesak,” ujarnya.

Menurut Mangala, perlu kerja keras dan inovasi untuk mengejar target yang ada, terutama dalam melindungi pekerja rentan. Apalagi, anggaran tahun ini lebih terbatas dibanding sebelumnya.

“Karena itu, inovasi non-budgeting perlu didorong. Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memastikan optimalisasi penyelenggaraan UCJ Sosial Ketenagakerjaan, termasuk koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota,” tambahnya.

Ia juga menyebutkan bahwa sesuai aturan terbaru, dana desa tidak lagi dapat digunakan untuk perlindungan tenaga kerja seperti tahun sebelumnya, di mana 100 orang pernah diikutsertakan.

Mangala berharap seluruh pemangku kepentingan dapat bersinergi demi mencapai target 2045. “Ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi memerlukan kolaborasi dengan dunia usaha, BPJS Ketenagakerjaan, aparat penegak hukum, dan masyarakat pekerja,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Kejaksaan Tinggi Sulut, Suwandi, memaparkan empat langkah penting dalam memperluas kepesertaan:

1. Mengalokasikan anggaran perlindungan bagi pekerja di ekosistem pemda dan desa.

2. Memastikan seluruh badan usaha, termasuk koperasi merah putih, penerima KUR, pemilik kapal, UMKM, dan pekerja tambang, terdaftar dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan.

3. Menyediakan perlindungan bagi pekerja rentan melalui pembiayaan APBD dan APBDes, dengan target minimal 100 tenaga kerja per desa.

4. Menerapkan perlindungan bagi pekerja di proyek jasa konstruksi milik pemerintah, swasta, hingga proyek nasional maupun internasional.

“Pemerintah daerah yang belum optimal dalam pendaftaran diimbau segera berkolaborasi untuk menyukseskan instruksi Presiden demi kesejahteraan masyarakat,” ujarnya. (nando)