Fernando Rumetor

Manado

SETIAP Sabtu sore, seperti biasanya dokter David Tuerah mempersiapkan diri untuk membuka praktik dokternya. Namun, pada Sabtu (9/1/2021) lalu, belum sempat membuka tempat praktik, dirinya menerima kabar mengejutkan dari sang anak yang menyampaikan bahwa ada pesawat Sriwijaya Air yang hilang. “Saya langsung menghubungi kakak Diego, Emily. Tiga-tiga nomornya saya hubungi tak diangkat, sudah mulai ada perasaan tak enak di situ. Baru setengah jam saya buka praktik, ipar saya datang menangis-menangis dan menyampaikan Diego yang menjadi kopilotnya, langsung lemas saya ketika dengar itu,” ujar dr David kepada wartawan KORAN SINDO MANADO, kemarin.

Ternyata benar bahwa keponakannya Diego Mamahit merupakan kopilot dari pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang kini dinyatakan jatuh. “Benar-benar saya tak menyangka, langsung shok di situ. Karena memang saya tak berpikir bahwa dia (Diego) yang menjadi kopilotnya. Sempat berpikir kan Sriwijaya itu banyak pilotnya dan penerbangannya juga banyak,” sebut Paman dari Diego itu.

dr David Tuerah sendiri merupakan adik dari Ibunda Diego Mamahit yang bernama Evie Tuerah. Ibunda Diego saat ini tengah berada di Jakarta bersama ayahnya Diego yakni Boy Mamahit. Keluarga Mamahit-Tuerah itu memiliki tiga anak, dan Diego merupakan anak ketiga atau yang paling bungDikatakan dr David, Evie Tuerah Ibunda dari Diego dulunya tinggal di Suwaan, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara. Namun semenjak menikah dengan ayah Diego, Evie pindah ke Surabaya dan melahirkan Diego di Surabaya. Mereka kemudian pindah lagi ke Jakarta dan saat ini menetap di daerah Pondokgede, Bekasi.

Sosok Diego sendiri, ungkapnya, sangat dekat dengan keluarga di Suwaan. Dari tiga bersaudara, Diego yang paling sering terbang ke Manado, jadi dia yang paling dekat dengan keluarga di sini dan anak itu begitu baik. “Dia saking baiknya, setiap schedule penerbangan ke Manado, dia selalu tidur dan menginap di sini (Di Suwaan), dia tidak tidur di mesh tapi tidur dengan keluarga di sini,” tuturnya. “Makan malam semua di sini. Kita juga sering kali jemput dia dari bandara dan antar juga ke bandara. Anak ini betul-betul anak yang baik, anak gereja juga. Jadi kita betul-betul merasakan kehilangan dengan hilangnya Diego ini. Tapi kita terus berharap masih ada mujizat, sekecil apa pun itu kami masih berharap, kami belum kehilangan harapan,” tukas dr David.

Diungkapkannya, hampir setiap hari dirinya masih terus berkomunikasi dengan Igo, sapaan akrab Diego Mamahit. “Kami di sini punya hubungan yang sangat dekat dengan dia, mau dia WA, kalau ada apa-apa dia juga SMS, ‘om David’ gimana? makanya kami kehilangan,” ungkapnya.

dr David membeber bahwa untuk ketemu dengan Igo sendiri sudah lumayan lama, karena sejak Covid-19 ini Igo sudah jarang dapat schedule penerbangan Sriwijaya yang ke Manado. “Jadi praktis sudah hampir setahun ini sudah tidak ketemu dia lagi, ketemu langsung, tapi kalau teleponan sering,” tukasnya.

Dia pun mengungkapkan bahwa sebelum Covid-19 ini, hampir setiap bulannya Igo mendapat schedule penerbangan ke Manado dan waktu-waktu itu yang dimanfaatkan untuk bertemu dengan Igo. “Semenjak Covid-19 ini kan schedule penerbangan maskapai banyak berkurang, termasuk Sriwijaya, jadi dia susah dapat schedule ke Manado,” ungkap dr David yang memiliki tujuh bersaudara itu.

Padahal, kata dr David, Igo sempat bercerita bahwa pada 2020 lalu harusnya schedule penerbangannya ke Manado semakin banyak. Tapi karena pandemi virus korona, maka schedule tersebut tidak ada lagi. “Dia sekarang masih tiga bar, makanya masih kopilot. Tahun 2021 ini seharusnya dia naik empat bar, tinggal ambil kursus beberapa bulan sudah empat bar, tapi yah Tuhan berkehendak lain, kita tidak tahu bagaimana,” papar dr David.

Diceritakan dr David, Igo merupakan lulusan Sarjana Ekonomi dari Universitas Atma Jaya. Lantas setelah lulus itu, dirinya melanjutkan studi di NAM Flying School yang merupakan sekolah penerbangan dari Sriwijaya Air. “Ayahnya Igo, Boy Mamahit itu merupakan salah satu pendiri sekolah penerbangan itu, dan sampai saat ini masih merupakan salah satu staf ahli di Sriwijaya Air,” ucapnya.

Igo yang tahun ini akan membilang usia ke-34 merupakan angkatan pertama dari sekolah penerbangan itu. Igo pun telah menekuni pekerjaan sebagai ‘pengemudi’ pesawat terbang selama tujuh tahun. Ia memiliki seorang anak yang masih berusia tiga tahun. “Istrinya Diego tadi malam saling berkomunikasi dengan istri saya dan menyampaikan bahwa mereka masih berharap ditemukan,” kata dia. “Mamanya Diego pun tadi pagi (kemarin) masih kontak dengan kakak saya dan menyampaikan bahwa kita semua bantu dengan doa. Kita masih berharap mujizat Tuhan, apa yang Tuhan mau, itu yang kita aminkan. Sekecil apa pun itu kita masih berharap mujizat bisa terjadi, kalaupun terjadi skenario terburuk dari Tuhan, kita terima,” tambah dr David.

“Selama belum ada pengumuman resmi juga dari pemerintah bahwa (jasad Diego) ditemukan, kita belum putus harapan, kita masih optimis dan masih terus berdoa. Kita juga mengharapkan doa dari warga Sulut. Paling tidak dia bisa ditemukan, itu harapan keluarga,” ungkapnya. Dirinya pun berharap agar pemerintah yang melakukan pencarian pesawat nahas tersebut bisa memaksimalkan segala pencarian. “Kita juga turut mendoakan semoga tim pencari bisa menemukan, paling tidak bisa menemukan ponakan kami itu. Kami doakan juga mereka yang sudah kerja keras untuk mencari korban ini, kami lihat usaha mereka sudah maksimal,” kuncinya. Selepas diwawancarai, dr David pun menunjukkan beberapa foto momen-momen Igo bersama istri dan anaknya, termasuk pada momen Natal 2020 dan Tahun Baru 2021. Juga momen kebersamaan keluarga besar mereka yang sempat merayakan dua perayaan akhir tahun itu di Jakarta.