MANADO- Peserta pemilu dalam tahapan kampanye diperbolehkan menerima sumbangan dana dari masyarakat. Namun demikian, motif pemberi sumbangan dan penggunaan sumbangan itu harus diwaspadai. Dalam hal pemberian sumbangan tidaklah mungkin pemberi sumbangan tidak akan menuntut kompensasi.

Menurut Dosen Kepemiluan Ferry Daud Liando, pihak yang paling sering menjadi pemberi sumbangan adalah para pemilik modal atau pebisnis. Sehingga bukan tidak mungkin para pebisnis ini terhindar dari kepentingan menjaga dan memperluas bisnisnya melalui kebijakan-kebijakan pemerintah.

“Pemberian sumbangan sepertinya untuk memperluas pengaruhnya dilembaga-lembaga politik. Jika para pemodal ini memiliki banyak akses di DPR/DPRD maka akan ada kesempatan baginya untuk mempengatuhi kebijakan pemerintah baik dalam pembentukan undang-undang, penyusunan perda, lelang proyek, kemudahan perizinan, potongan retribusi, pembebasan lahan, alih fungsi lahan dan intervensi kebijakan-kebijakan lain,”ungkapnya Jumat (12/1/2024).

Liando menyebut, pihak PPATK menemukan aliran dana asing masuk ke parpol. Aliran itu harus ditelusuri motifnya. Apa kepentingan asing itu terhadap pemilu kita. Jangan sampai ada kompensasi obral perijinan pengelolaan sumber daya alam. Jika SDA di eksploitasi maka dampak buruknya adalah kerusakan lingkungan. Selain menelusuri motif  sumbangan dana kampanye, hal yang patut diwaspadai juga adalah pemanfaatan dana kampanye oleh caleg. Jangan sampai sumbangan itu dimanfaatkan untuk jual beli suara. Selama ini biaya caleg menjadi mahal karena caleg kerap menggunakan uang yang banyak untuk menyuap pemilih agar mendapat dukungan suara.

“PKPU Nomor 18/2023 tentang dana kampanye hanya mengatur batasan nominal dana yang disumbangkan serta pihak-pihak yang tidak diperbolehkan dalam memberikan sumbangan. Pkpu tidak membatasi berapa jumlah pihak yang diperbolehkan. Sebab jika hal ini tidak di atur maka akan sangat menyulitkan caleg yang akan terpilih,”  jelasnya.

Semakin banyak pihak yg menyumbang, kata Liando, maka akan semakin banyak kompromi parpol dan caleg terhadap berbagai pihak. Semkain tinggi sumbangan maka semakin tinggi kompensasi yang diberikan. Sumbangan dana kampanye itu tidak ada bedanya dengan suap. Sebab suap itu dianalogikan dengan pemberian sesuatu dari seseorang agar mendapatkan keuntuntungan. Oleh karena itu, sumbangan dana kampanye itu sesungguhnya adalah suap yang di legalkan. Terdapat beberap modus kejahatan yang perlu di waspadai Bawaslu. Pertama nominal sumbangan dari perorangan dibatasi 2,5 milyar. Namun untuk memanipulasi lebih dari nominal itu ada pihak penyumbang menggunakan nama orang lain. Kedua nominal sumbangan dari perusahaan maksimal Rp25 miliar.

Namun ada penyumbang yang menggunakan nama perusahaan lain atau menggunakan anak perusahaan agar bisa memberikan melebihi maksimal nominal yang diatur. Ketiga bagi penerima wajib membuat rekening khusus dana kampanye. Hal itu untuk memudahkan pengawasan. Namun selama ini terdapat rekening lain yang diduga menjadi rekening penerimaan yakni rekening parpol dan rekening relawan dan rekening pribadi caleu ketua parpol. Keempat, pihak penyumbang dibatasi. Pihak BUMN/D, Penyelenggara pemerintahan dan pihak lain yang identitasnya tidak jelas. Namun untuk mengelabui pemeriksaan maka penyumbang yang dilarang kerap menggunakan nama lain. (Redaksi)