Dr.dr.Taufiq Pasiak, M.Kes., M.Pd. (Behavioral Neuroscientist) Pusat Studi Otak dan Perilaku Sosial Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat  Universitas Sam Ratulangi Manado.

Sependek ingatan saya, di perempatan jalan depan gereja
Sentrum, jaman Pak Harto berkuasa dulu, ada baliho besar yang dipampang cukup lama. Baliho itu menampilkan Pak Harto berkopiah dan berjas hitam, potret setengah badan, dengan senyuman yang mengembang khas Pak Harto. Di bagian atas tertulis tulisan mencolok “the Smiling General”. Ketika itu, kota Manado menjadi tempat pelaksanaan peringatan Hari ABRI 5 Oktober. Beberapa saat setelah itu bahkan hingga saat inim sejumlah tokoh membikin baliho serupa tetapi dengan tampilan lebih percaya diri. .Mereka senyum sembari jari
telunjuknya menunjuk sesuatu (entah apa yang sedang ditunjuk itu).
Potret sedang tersenyum bukannya tanpa maksud. Selain untuk menunjukkan keramahan, juga untuk menunjukkan permintaan agar ‘lihatlah saya’ atau ‘pilihlah saya’. Sebuah studi yang dilakukan di Jepang dan Australia (Nakaya & Komatsu, 2012) untuk menilai apakah senyum berpengaruh terhadap pilihan atas kandidat menunjukkan bahwa senyum—yang diukur dengan Smile Index—memang memberi pengaruh. Potret senyum dari seorang kandidat dapat membantu pemilih memilihnya.
Rupanya senyum memang bukan perkara mudah. Dalam sejumlah studi ilmiah dengan komputer, hingga saat ini masih ada ahli
yang berkutat untuk memastikan apakah perempuan dalam lukisan
berjudul “Monalisa” karya Leonardo daVinci itu tersenyum atau tidak. Studi terbaru oleh ilmuwan otak dari Jerman bernama Juergen Kornmeier (2017) menunjukkan bahwa Lisa Gherardini (nama aseli
perempuan dalam lukisan itu) sedang tersenyum bahagia. otot-otot wajahnya dipastikan ke arah senyum bahagia. Di KFC Atrium Senen Jakarta ada poster himbauan bagi karyawannya tentang bagaimana
cara tersenyum yang tepat bagi pelanggan. Karyawan bank yang ada di garda depan diwajibkan untuk senyum bagi nasabah. Ada satu perusahan menggunakan 3 S sebagai ucapan pembuka untuk setiap pelanggan: senyum, sapa, salam. Polisi dan tentara pun—yang dulu dikenal sangar dan menjadi ciri khas mereka—kini diminta untuk lebih banyak tersenyum. Polisi dan tentara kerap bikin kegiatan yang
membikin senyum dan tertawa. Lebih aneh lagi, ada acara di TV Trans 7 berjudul “Tahan Tawa”.
Apa sih kekuatan senyum sehingga ia menjadi penting, bahkan
menjadi kajian ilmiah? Salah satu jawabannya karena senyum hampir selalu dikaitkan dengan emosi dasar bahagia (happy) yang universal sifatnya. Orang yang tersenyum dianggap memiliki emosi dasar bahagia. Pada kenyataannya, mereka yang tersenyum meskipun itu
senyum pura-pura (false smile), tetap memberikan rasa senang pada lawan bicara. Sebagian orang menyadari bahwa lawan bicaranya tersenyum sinis misalnya, tetapi senyum itu sendiri tetap menularkan suatu perasaan tertentu.
Senyum dan Emosi
Mengutip Ekman (2001), senyum merupakan ekspresi wajah
yang paling disepelekan padahal ekspresi ini sangat kompleks
dibandingkan yang diketahui. Ada puluhan macam senyum dengan
ekspresi yang berbeda-beda. Begitu juga pesan yang disampaikannya.
Karena itu, dalam pergaulan sehari-hari ada istilah senyum sinis, senyum menghina, senyum misterius, senyum lepas, dll. Umumnya, senyum dibagi menurut sinkron, aksi dan sinergi otot-otot wajah, ke dalam 2 bentuk senyum: 1) Felt (true) smile, bisa juga disebut Duchenne Smile (DS), dan 2) false smile, yang dibagi menjadi phony smile (kita tersenyum padahal emosi kita biasa-biasa saja,; tak sedih, tak gembira. Biasanya jenis senyum ini dipakai para diplomat, humas, pekerja sektor jasa, para professional seperti dokter, politisi, dll) dan
masking smile (kita bersedih atau ada suasana hati yang tak nyaman meski tak sedih, atau menunjukkan rasa tak suka, tetapi kita tetap tersenyum. Istilah awam untuk ini adalah senyum getir. Ini biasanya ditemukan pada mereka yang berduka ketika dikunjungi oleh atasan atau orang yang dihormati. Termasuk disini senyum yang mengandung kebencian dan penghinaan yang disebut senyum sinis. Semua false smile menunjukkan ciri khas; tidak sinkron antara otot pelingkar mata (musculus orbiculatis oculi), otot pipi dan otot pelingkar mulut; dua sisi wajah tak simetris disertai bahasa tubuh yang mendukung.
Felt smile dalam tulisan ini dimaksudkan sebagai DS atau an
enjoyment smile, memiliki ciri sebagai berikut 1) ada gerakan otot yang melingkari bola mata, terutama bagian samping. Anda bisa melihat kerutan-kerutan di sudut-sudut mata. Otot ini ini bersinergi dengan otot pipi mayor (musc.zygomaticus mayor), 2)sinkronisasi otot bola mata dengan otot pipi dan otot mulut itu mencapai kontraksi maksimal
(diistilahkan apex) pada waktu yang bersamaan, 3) adanya perubahan tidak searah pada kedua otot pipi kiri dan kanan wajah (ini tak bisa dilatih, bahkan oleh seorang aktor hebat), 4) onset (kemunculan), apeks (puncak), offset (kembali ke rileks) berlangsung secara halus
dengan periode panjang-pendek yang tak biasa (DS singkat saja
berlangsungnya. Kalau kelamaan itu senyum pura-pura), dan 5) masa berlangsungnya (durasi) aksi otot pipi antara 0,5-4 detik. Otot pipi jika berkontraksi akan menimbulkan tampilan berbeda
pada wajah. Otot-otot ini terentang antara kedua pipi, melewati wajah hingga sudut-sudut bibir. Saat berkontraksi (serabut otot memendek)
otot pipi ini akan menarik kedua ujung bibir ke atas ke arah ke dua
tulang pipi. Jika kontraksinya berlangsung keras, otot pipi ini akan membuat kedua bibir terenggang, menarik pipi ke atas, membuat kulit di bawah kedua mata tampak cembung (sehingga tampak kantung mata) dan menimbulkan beberapa kerutan di kedua sudut mata. Ciri khas fungsi otot pipi bersinergi dengan otot pelingkar mata akan membentuk felt smile. Seseorang yang menunjukkan felt smile seperti
ini menunjukkan adanya emosi yang positif dan ketulusan (apapun itu bentuknya). Perbedaan senyum aseli ini untuk emosi yang berbeda-beda (rasa senang pada orang lain, gembira karena lega, senang karena stimulasi taktil/auditori/visual, rasa geli atau rasa puas) hanya
berbeda pada timing dan intensitas dari gerakan tersebut.
Pada orang psikopat atau orang dengan emosi labil kita dapat
menjumpai fase-fase dimana senyum bergantian antara senyum asli dan senyum palsu.
Berbagai varian senyum palsu
False smile memiliki banyak varian yang boleh jadi berbeda antar
budaya tetapi dengan pola dasar yang sama. Senyum merendahkan/mencibir (contemp smile) tampak dari pengetatan otot pada kedua
sudut bibir sehingga tampak otot itu menggembung di dalam dan di
sudut-sudut bibir. Ada kalanya menimbulkan lesung di pipi dan kedua sudut bibir melengkung ke atas Ketegangan atau pengetatan pada kedua ujung bibir tak akan ditemukan pada felt smile. Sedangkan bentuk otot lain akan tampak sama pada felt dan false smile. Pada senyum ketakutan (scared smile) tampak bibir berbentuk seperti persegi panjang. Ini karena kontraksi otot Rizorius (Rizorius Latin = tertawa) yang menarik kedua bibir secara horizontal ke arah kedua telinga; disertai gerakan alis dan mata. Saya pernah melakukan ini ketika mau ujian obstetri dan dokter pengujinya yang sangar dan
hemat nilai menyampaikan sebuah cerita lucu. Saya tersenyum dalam
keadaan takut. Ini juga yang tampak ketika seorang pengendara kena tilang dan mencoba berbicara sopan sembari tersenyum kepada polisi yang menangkapnya.
Senyum kesedihan (miserable smile). Cirinya, bibir mengatup
rapat, bibir bagian bawah mendorong dagu dan ujung-ujung bibir menegang atau melengkung ke bawah. Senyumnya tampak lemah karena otot-otot sekitar mata tak berkontraksi. Senyum ini tampakpada seorang bapak atau ibu yang melepas anaknya untuk sekolah ke seberang lautan. Mereka tersenyum dalam bentuk senyum yang sedih.
Coba perhatikan Monalisa. Jenis senyum apakah yangditunjukkannya?
Marah sambil tersenyum
Demikianlah sejumlah kecil senyum (karena masih ada 6 bentuk
senyum lagi) yang berbeda-beda tetapi tetap dengan pola dasar yang sama. Misalnya, senyum mengalah (compliance smile), senyum mengkritik (qualifier), dll. Yang jelas, sejumlah tanda berikut ini membedakan senyum aseli (felt smile) dan senyuman palsu (false
smile); 1) senyum palsu tidak diikuti gerakan otot-otot disekitar mata, 2) senyum aseli kedua sisi wajah asimetris, 3) offset senyum palsu tampak tidak sesuai. Misalnya, hilang mendadak tanpa proses penurunan, atau offset yang ditahan, 4) saat digunakan sebagai topeng, senyum palsu hanya akan menutupi gerakan gerakan wajah bagian
bawah dan kelopak mata bagian bawah.
Di Indonesia, suku Jawa termasuk yang murah senyum. Hampir
setiap suasana emosi selalu memiliki tampilan senyum. Orang Jawa bisa tetap tersenyum meski marah dan tidak menyukai Anda. Itu sebabnya, senyum selalu memiliki dimensi budaya. Menilai senyum seseorang Anda harus bisa memastikan orang itu berasal dari mana atau setidaknya hidup dalam lingkungan mana. Yang jelas, senyum yang menghiasai wajah merupakan salah satu penanda emosi yang
paling mudah dideteksi. Anda dapat dengan mudah menemukan satu orang yang tersenyum di antara puluhan orang yang cemberut dan marah. Terlepas dari senyum aseli atau palsu senyum tetaplah berguna.
Hiasan senyum di wajah Anda akan menambah manis wajah dan memperluas ruang pergaulan. Tanpa senyum hidup kita menjadi
hambar (16/7/18).(*)