SUDAH lima hari Rustam Sinalaan, 70, warga Desa Lungkap, Kecamatan Pinolisian Bersatu, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), tak bisa tidur tenang dari kejadian hingga Minggu (3/2/2019).

Dia mencoba mengingat-ingat, sekiranya ada pertanda apa di balik pertemuan terakhir dengan anaknya Erwin Sinalaan, 34.

Erwin tercatat sebagai salah satu korban longsor area Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) busa, Desa Bakan, Kecamatan Lolayan, Selasa (26/2/2019).

Rustam tak sabar menunggu kabar anak ketiganya itu di Posko Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong).

“Kami sempat bertemu dua minggu kemarin, dan tidak ada tanda apa-apa yang disampaikan anak saya,” kenang Rustam saat berbincang dengan KORAN SINDO MANADO, Minggu (3/1/2019).

Dia berujar, anaknya itu memang sebagai pekerja tambang di lokasi gunung busa yang telah merenggut puluhan nyawa.

“Dia memang seorang penambang, dan bekerja di gunung busa, kabar telah terjadi longsor itu saya ketahui dari siaran televisi dan informasi masyarakat,” katanya.

Satu harapan Rustam, melihat anaknya dalam kondisi apa pun. “Besar harapan anak saya bisa ditemukan dengan kondisi selamat. Bila pun sudah meninggal, saya ikhlas. Tapi saya ingin melihat jasadnya, dengan kondisi apa pun,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Sekadar diketahui, hingga kemarin, alat berat milik perusahaan PT JRBM telah mencapai lokasi longsor dan terus melakukan pembukaan jalan untuk mengevakuasi para korban. Sabtu malam, alat berat jenis ekskavator itu telah menemukan lubang area masuk ke ruangan yang diduga ada puluhan korban tertimbun di dalamnya.

“Dari laporan yang masuk, semakin terbuka lubang hasil garukan ekskavator, bau menyengat semakin tercium di permukaan,” ujar Kepala Pelaksana BPBD Bolmong, Haris Dilapanga.

Saat ini pencarian korban di lokasi tambang liar Bakan masih dilakukan. Tim SAR Gabungan sedang berusaha di lokasi untuk evakuasi secepat mungkin. (Ebby Makalalag/KORAN SINDO MANADO)