MANADO – Efek dari peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara (Wisman) di Sulawesi Utara (Sulut) dinilai belum berefek pada kesejahteraan masyarakat, terlebih pelaku usaha.
Masih banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan dalam upaya mengembangkan ekonomi pariwisata di Nyiur Melambai ini. Hal ini terungkap dalam diskusi yang bertemakan Efek Domino Pariwisata Sulut yang digelar di Koenya-Koenya Street Food Kota Manado, kemarin.
Dimoderatori Fernando Lumowa diskusi pariwisata ini dihadiri Ketua BPC Perhumas Manado Gladys Runtukahu, Praktisi Pariwisata Drevy Malalantang, pengamat ekonomi Sefanya Oratmangun, serta pengamat ekonomi Teddy Manueke.
Dalam kesempatan tersebut, Drevy Malalantang mengatakan, untuk mengembangkan ekonomi pariwisata di Sulut perlu ada pengembangan beberapa aspek. Diantaranya Attraction (atraksi) yang merupakan daya tarik utama suatu destinasi.
Kemudian, Accessibility (aksesibilitas) merupakan sarana dan infrastruktur untuk menuju destinasi dan yang ketiga adalah Amenity atau amenitas merupakan sarana pendukung yang diperlukan wisatawan selama mengunjungi destinasi. “Pengembangan pariwisata kita dengan 3 A, agar destinasi wisata kita memiliki daya pikat yang luar biasa sehingga objek wisata kita bisa menjadi tujuan utama wisman dan wisatawan domestik,” ujarnya.
Malalantang menilai, ketiga aspek tersebut sudah mulai baik. Namun dia berharap, jika pemerintah daerah ingin fokus pada pengembangan bisnis pariwisata, maka ketiga aspek itu mesti menjadi skala prioritas untuk dimaksimalkan. “Saya melihat sudah bagus, apalagi ada rencana akan masuk lagi penerbangan internasional ke Manado, tetapi harus konsisten dalam mengembangkan sarana dan prasarana tadi,” tuturnya.
Pihaknya optimistis, ke depannya sektor pariwisata untuk membantu ekonomi daerah. Dikarenakan di Sulut potensi wisata yang besar masih sangat mungkin untuk dikembangkan. “Isu pariwisata di Sulut sudah menjadi perhatian pemerintah daerah. Namun banyak hal yang perlu kita kembangkan lebih baik,” jelasnya.
Di samping itu, dia berharap agar anak muda membaca peluang kepariwisataan di Sulut. Agar ke depan sumber daya manusia (SDM) pariwisata bisa lebih profesional. “Tren pariwisata tidak diimbangi animo generasi muda, masih kalah dengan keperawatan, anak muda mesti belajar tentang kepariwisataan untuk menangkap peluang ke depan,” jelasnya.
Teddy Manueke mengatakan, tingginya jumlah kunjungan wisman China di Sulut belum dirasakan semua pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), utamanya pada peningkatan jumlah transaksi. “Banyak UMKM yang mengeluh kepada kami, mereka belum merasakan dampak dari turis China,” paparnya.
Sebab, kata dia, hingga saat ini UMKM baru sebagian kecil UMKM yang merasakan dampak positif dari kedatangan wisman China. “Memang sudah ada UMKM yang merasakan dampaknya tapi hanya UMKM yang akan di lokasi wisata, atau UMKM yang berjualan di sekitar hotel atau penginapan,” terangnya. Makanya dia meminta agar pemerintah memperhatikan hal tersebut. Caranya kata dia, pemerintah bisa meminta pihak travel yang membawa wisman untuk memberikan kebebasan pada wisman untuk berbelanja produk lokal. “Saya kira wisman China tidak melulu belanja pada toko tertentu saja tapi bisa di tempat lain seperti pada UMKM,” tuturnya
Sefanya Oratmangun menuturkan, pariwisata masuk pada tiga sektor yang membantu pertumbuhan ekonomi Sulut. Karena itu, sektor pariwisata perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah. “Pariwisata memberikan dampak yang besar bagi ekonomi daerah,” paparnya.
Karena itu, infrastruktur pariwisata yang masih kurang perlu dibenahi. Pemerintah juga kata dia, perlu membuat iven yang dapat mendatangkan wisman dalam jumlah banyak. “Saya sangat optimis berapapun target pemerintah Sulut untuk mendatangkan wisman akan tercapai. Tapi perlu ada komitmen untuk membangun bisnis pariwisata,” ujarnya.
Gladys Runtukahu mengatakan, Perhumas memberikan peran penting dalam bisnis pariwisata di daerah. Salah satunya melawan isu hoaks yang mendiskreditkan pariwisata daerah. Salah satunya bencana alam yang melanda Palu dan letusan gunung Soputan. Dalam pemberitaan bencana alam tersebut seakan-akan telah melanda Sulut. Padahal tidak sama sekali. “Kami melawan hoaks terkait bencana alam yang melanda Sulut, kami buat flyer dalam tiga bahasa yakni Mandarin, Inggris dan Bahasa Indonesia,” terangnya. Selain itu, Perhumas juga membantu daerah dengan gencar melakukan promosi pariwisata lewat media sosial. (Stenly Sajow)
Tinggalkan Balasan