RATAHAN – Ulva Sarundajang, salah satu Bakal Calon Hukum Tua Desa Ratatotok Muara yang gugur pada tahapan Fit and Proper Test (FPT) Pemilihan Hukum Tua (Pilhut) serentak Minahasa Tenggara, menantang pemerintah untuk menggelar debat terbuka sesama calon.
Ungkapan tersebut disampaikannya saat menggelar orasi pada aksi unjuk rasa ratusan warga dikantor bupati, Senin (16/9/2019).
Dirinya mengaku kecewa terhadap tahapan FPT yang dinilainya tidak transparan dan terkesan subjektif.
“Saya tidak tahu ukurannya apa untuk menilai seorang calon dalam FPT ini. Apalagi itu digelar tertutup dan hasil akhirnya justru menimbulkan gejolak. Kalau begini saya justru ingin kita uji visi misi lewat debat terbuka agar masyarakat bisa lihat siapa yang berkompeten menjadi calon,” tukas Ulva.
Dia sedikit mengurai proses Pilhut yang digelar beberapa tahun sebelumnya. Dimana dalam uji kompetensi dilakukan secara terbuka didepan tokoh masyarakat dan disaksikan langsung oleh masyarakat.
“Saya ingat betul karena saya juga ikut menjadi calon Kumtua kala itu. Tapi sekarang jauh berbeda. Pengujinya dari akademisi dan bukan saya meragukan, tapi kenapa hasilnya tidak transparan,” bebernya.
Dalam orasinya, Sarundajang meminta pemerintah dalam hal ini bupati James Sumendap untuk mengkaji kembali tahapan FPT atau uji kompetensi.
“Jadi pada desa saya hanya dua calon, salah satunya saya. Ketika saya gugur, otomatis hanya satu calon. Jadi agar lebih adil masyarakat menilai, sekali lagi saya tantang sesama calon untuk debat terbuka,” tegasnya lagi.
Bupati James Sumendap saat menerima langsung aksi unjuk rasa mengungkapkan bahwa berkaitan dengan uji kompetensi telah diatur oleh Peraturan Bupati Minahasa Tenggara Nomor 33 Tahun 2019.
“Saya terima aspirasi mereka, namun harus diingat bahwa UU No 6 hingga Permendagri No 112 itu mengatur hal yang umum dan Pemerintah daerah yang mengatur tentang teknis secara rinci tahapan Pilhut,” ujarnya.
Selanjutnya dalam peraturan daerah yang tertuang dalam Perbup terdapat suatu terobosan yang disebut uji kompetensi yang berkaitan dengan kearifan lokal. Uji kompetensi bahkan dilakukan oleh para akademisi agar melahirkan calon berkualitas.
“Saya tidak tahu apa yang terjadi dalam uji kompetensi. Namun pada prinsipnya mulai dari UU No 6 hingga Perbup No 33 tidak terpisahkan, artinya itu merupakan satu kesatuan yang tidak bertentangan dengan peraturan yang ada diatasnya,” tukasnya.
Dirinya kemudian menegaskan bahwa tahapan Pilhut yang sudah berjalan tidak bisa dihentikan walaupun masalah ini dibawah ke PTUN. Sementara bagi desa yang hanya terdapat satu calon, maka diperpanjang sebagaimana mekanisme yang diatur.
“Silahkan ambil langkah hukum dan uji kebenaran dari Perbup ini, apakah bertentangan dengan peraturan yang diatas. Tapi tahapan tidak bisa dihentikan dan harus tetap jalan. Tidak diisyaratkan dalam peraturan perundang-undangan, ketika terjadi gugatan maka tahapan dihentikan karena ini ada konsekuensi biaya,” pungkasnya. (marvel pandaleke)
Tinggalkan Balasan