TONDANO – Permasalahan tanah Kelelondey yang belakangan menarik perhatian warga Minahasa maupun Sulut, coba diselesaikan dengan musyawarah antara masyarakat bersama pemerintah maupun TNI di Aula Desa Ampreng, Kecamatan Langowan Barat, Rabu (6/5/2020).

Meski begitu, sangat disesali para petani yang juga pemilik lahan, pihak TNI yang sebenarnya menjadi objek penting pada pertemuan tersebut malah tidak hadir. Tindakan itu langsung menuai prasangka warga Langowan.

Terpantau, beberapa masyarakat yang hadir dalam pertemuan tersebut sangat menyesali tindakan pihak TNI, bahkan menarik kesimpulan bahwa dengan tidak hadirnya TNI saat musyawarah, menandakan kalah dalam permasalahan lahan Kelelondey.

Disampaikan Johanes Gerung, Tokoh Pemuda Langowan yang juga salah satu anggota Solidaritas Kelelondey Memanggil (SKM), rakyat merasa kecewa atas ketidakhadiran pihak TNI yang sebenarnya merupakan pokok masalah atau pihak yang berkonflik.

“Seharusnya, dalam permasalahan Kelelondey, pemerintah selaku mediator atau penyelenggara musyawarah ini tidak harus bersikap ambigu atau terkesan setengah-setengah, karena mengacu pada konstitusi kita, negara ini adalah negara hukum dan kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Jadi kami sangat kecewa dengan tidak hadirnya pihak TNI dalam musyawarah ini,” terang mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unima ini.

Dia menyebut, TNI hanya alat negara dan pemerintah harus melindungi hak-hak segenap tumpah darah warga negara yang menggantungkan hidup di Kelelondey.

“Aneh sekali yang terjadi dalam pertemuan ini. Awalnya TNI hadir dan masuk di Kelelondey seenaknya, giliran mau bicara terbuka dalam musyawarah justru tidak hadir,” sesalnya.

Dikatakannya, kalau memang pihak TNI yang tidak mau hadir dengan alasan tertentu, apa alasannya? Mengapa masuk dengan tindakan-tindakan seperti sebelumnya? Setelah dikritik, mengapa mencabut semua palang yang mereka tanam sendiri di perkebunan Kelelondey?

Itu berarti, pihak TNI tidak dapat membuktikan bahwa mereka punya kepastian hukum atau surat maupun bukti kepemilikan atas lahan tersebut. “Mengaku kalah saja. Tapi jangan jadi pengecut yang menyengsarakan rakyatnya sendiri. Itu bukan sikap kesatria atau prajurit,” tegasnya.

Sementara itu, tokoh masyarakat yang juga Pejuang Nasib Petani Langowan Donny Rumagit mengungkapkan, kegiatan ini bukanlah ajang untuk bernegosiasi. “Musyawarah ini bukan negosiasi, tidak ada tawar-menawar di sini. Yang ada kami tetap pada perjuangan yaitu kembalikan Kelelondey kepada petani,” tegas Rumagit dalam orasinya.

Dijelaskannya, lahan Kelelondey sepenuhnya adalah milik masyarakat Langowan. Itu dibuktikan dengan sertifikat kepemilikan yang dimiliki para petani.

“Ada banyak petani yang berasal dari sembilan desa yang menggantungkan hidupnya di lahan ini. Apalagi, mereka mempunyai sertifikat kepemilikan sah yang dikeluarkan oleh lembaga negara,” jelasnya.

Dia mengaku, pihaknya akan terus berjuang sampai tanah Kelelondey dikelola oleh petani. Karena masih ada enam hektare dikuasai TNI dan telah dijadikan lapangan tembak.

“Berhentilah membodohi publik dengan narasi-narasi tanah pemerintah. Ini milik masyarakat. Milik petani. Kelelondey harga mati,” serunya.

Sebagai informasi, lahan Kelelondey membentang luas 350 hektare yang masuk wilayah Noongan, Raringis, Ampreng dan Tumaratas. Kelelondey sendiri merupakan jantung perekonomian serta menjadi penyalur tanaman hortikultura terbesar di Sulut, lokasi itupun merupakan kawasan resapan air hujan.

Informasi yang dihimpun, lahan ini akan dialihfungsikan menjadi bangunan. Hal ini langsung mendapat perlawan dari kalangan masyarakat termasuk pemilik lahan perkebunan. Mereka beralasan, pengalihan fungsi kawasan resapan air ini berpotensi merusak lingkungan.

Ketika dimintai tanggapan, mewakili Pemkab Minahasa Asisten I Denny Mangala menjelaskan, pemerintah daerah berharap persoalan ini bisa diselesaikan dengan baik dan lebih cepat. “Kita semua terkait tidak menginginkan ini dibawa ke ranah hukum. Berharap persoalan ini secepatnya selesai,” katanya.

Dia menyampaikan kepada warga agar melanjutkan aktivitas di Kelelondey, menggarap lahan di sana sambil pemerintah mencari tahu status lahan tersebut. “Kami harapkan kepada masyarakat, sambil memusyawarahkan ini kita jaga keamanan,” harapnya.

Dikatakannya, jangan dulu melakukan transaksi apa pun supaya tidak menambah persoalan. Kemudian, pemerintah secepatnya membentuk tim kecil yang terkait dengan Kelelondey yang akan menyusun sejarah/riwayat tanah. Dan harus ada dukungan dari warga Langowan, terutama di desa-desa yang mengelola lahan tersebut.

“Nanti tim ini yang akan menyimpulkan status tanah Kelelondey. Berdasarkan dokumen-dokumen dan riwayat yang ada. Pemkab Minahasa pun akan berkomunikasi dengan pihak TNI,” sampainya.

Sementara, lanjut Mangala, pihak Kodim Minahasa pun sudah memberikan konfirmasi untuk warga yang mengelola lahan silahkan saja. “Kami sudah koordinasi dengan pihak Kodim Minahasa, bahwa warga yang mau mengelola lahan silahkan saja,” katanya.

Pemkab Minahasa sifatnya ingin menyerap apa kemauan masyarakat/petani, kemudian mencari tahu riwayat tanah ini. “Karena kami tidak bisa tahu siapa saja pemilik lahan di Kelelondey, maka perlu diadakan musyawarah. Jadi terima kasih untuk informasi yang telah disampaikan masyarakat dalam pertemuan itu, diharapkan melalui pertemuan ini segera ada solusi,” tandasnya.

Namun hingga berita ini dipublikasikan, pihak TNI belum bisa dikonfirmasi. Bahkan, setelah dilakukan komunikasi dengan pihak Kodim Minahasa, mereka enggan memberikan komentar. (Martsindy Rasuh)