JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan anggaran sebesar Rp86,2 triliun untuk penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) serentak tahun 2024 mendatang. Besaran anggaran tersebut bersumber dari APBN tahun 2021 hingga 2025 dengan nilai bervariasi.

Rp8,4 triliun dari APBN 2021 atau 10%, kemudian Rp13,2 triliun dari APBN 2022 atau sebesar 15% lalu Rp24,9 triliun dari APBN 2023 atau 29%. Selanjutnya Rp36,5 triliun dari APBN 2024 atau 42%, dan terakhir Rp3,09 triliun dari APBN 2025 atau 4%. Anggaran tersebut di luar anggaran untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2024 yang usulan anggarannya mencapai Rp 26,2 triliun bersumber dari APBD tahun 2023 dan 2024.

“Usulan anggaran KPU untuk tahun 2024, totalnya Rp86 triliun, tetapi ini harus di lihat bahwa merupakan alokasi anggaran tambahan dari pagu alokasi KPU yang sudah diterima tahun 2021,” kata Plt Ketua KPU Ilham Saputra dalam rapat dengan Komisi II DPR, Senin (15/3/2021).

Menurut dia, berdasarkan evaluasi yang dilakukan, ada keinginan dari KPU provinsi dan kabupaten/kota agar anggaran pemilihan tidak lagi bersumber dari APBD tapi juga APBN. Alasannya adalah pencairan anggaran Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) tidak serentak antara satu daerah dan daerah lainnya. “Pengalaman 2020 di pemda tenggat waktunya Oktober, ternyata ada beberapa daerah yang Desember belum cair, NPHD-nya belum dikirim. Nah, ini tentu menjadi persoalan dalam penyelenggaraan pemilihan ke depan,” ujar Ilham.

Masalah lainnya adalah besar anggaran tiap-tiap daerah yang tidak sama sementara pemilu dan pilkada 2024 mendatang akan diadakan di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota. Sehingga faktor keserentakan dan kesamaan besaran anggaran pemilihan di setiap daerah menjadi semakin penting dan mendesak. Kami berharap pemerintah dan Komisi II DPR mendukung usulan anggaran tersebut agar KPU dapat memulai persiapan Pemilu 2024 secepatnya,” tandasnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), jadwal pilkada serentak nasional berlangsung pada 2024, bersamaan dengan pemilihan umum presiden, anggota DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Anggota KPU Pramono Ubaid Thantowi sebelumnya mengatakan, anggaran pelaksanaan pemilihan akan melonjak. Beban anggaran tentu sangat besar untuk membiayai pemilu nasional yang bersumber dari APBN dan APBD untuk pilkada.

Dia menjelaskan, biaya yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk Pemilu 2024 akan dialokasikan pada tiga tahun anggaran, yakni 2022, 2023, dan 2024. Sementara, pemerintah daerah akan menggelontorkan dana untuk Pilkada 2024 dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) pada 2023 dan 2024. “Jadi kebutuhan anggarannya akan sangat besar sekali, baik dari APBN maupun APBD,” kata Pramono.

Sebelumnya DPR dan pemerintah yang diwakili Kementerian Hukum dan HAM (Menkumham) menyepakati revisi Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. Rencananya, RUU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) akan dimasukkan dalam Prolegnas sebagai ganti RUU Pemilu.

Kesepakatan itu diambil antara Pemerintah dan DPR yang dihadiri Menkumham Yasonna Laoly dan dipimpin langsung Ketua Badan Legislasi (Baleg), Supratman Andi Agtas dalam Rapat kerjas bersama di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (9/3/2021).

Supratman mengatakan, berdasarkan pandangan masing-masing fraksi, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak RUU Pemilu dikeluarkan dari Prolegnas 2021. Sedangkan mayoritas Fraksi setuju RUU itu dikeluarkan. “Dengan demikian selesailah pandangan mini fraksi dan saya rasa tidak perlu kita ambil pengambilan keputusan karena sudah mewakili, saya yakin apapun yang menjadi kita setuju atau tidak, nanti akan ini kan baru tahap perencanaan,” kata Supratman.  (Koran Sindo)