MANADO – Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Sulawesi Utara (Sulut) menyampaikan aspirasinya terkait tuntutan para pekerja dalam aksi demo damai di lobi Kantor Gubernur Sulut, Selasa (23/11/2021).

Aksi demo damai ini diterima langsung Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulut, Erny Tumundo.

Sekretaris Wilayah KSBSI Sulut, Romel Sondakh mengatakan, aspirasi yang disampaikan pihaknya soal keluhan para buruh di Manado.

“Seperti permasalahan pekerja di Hotel Sahid Kawanua yang sejumlah gaji karyawan belum dibayarkan, pesangon karyawan yang dirumahkan, pembayaran upah di bawah UMP, pembayaran THR dan kepesertaan BPJS Kesehatan. Ada juga masalah buruh di PD Pasar dan buruh sampah di Manado,” ungkapnya.

Selain itu, Romel juga menyebut tuntutan para buruh yakni soal penetapan UMP Sulut tahun 2022 yang dinilai perlu ditinjau kembali, penyelesaian masalah pekerja oleh Disnakertrans Sulut, dan terkait UU Cipta Kerja serta peraturan pemerintah soal buruh.

“Kiranya ini dapat dipertimbangkan karena para buruh menginginkan UMP Sulut tahun 2022 bisa dinaikkan. Begitu juga soal penetapan UMK Manado angkanya juga dapat dinaikkan dari tahun sebelumnya,” beber Romel.

Menanggapi itu, Kepala Disnakertrans Sulut, Erny Tumundo menjelaskan sejumlah tuntutan para buruh lewat KSBSI Sulut kewenangannya ada di Pemkot Manado.

“Seperti soal keluhan para buruh di Hotel Sahid Kawanua, penetapan UMK Manado tahun 2022, THL di PD Pasar dan masalah buruh sampah Manado. Itu semua akan kita koordinasikan secepatnya ke Pemkot Manado supaya ada solusinya,” kata Tumundo.

“Kalau penetapan UMK Manado tahun 2022 bisa berkemungkinan naik. Tapi kami memang sampai saat ini belum menerima rekomendasi dari Wali Kota Manado,” sambungnya.

Kemudian, kata Tumundo, tuntutan KSBSI yang menjadi kewenangan Provinsi Sulut yakni soal penyelesaian ketenagakerjaan Hotel Sahid Kawanua yang belum selesai dan peninjauan penetapan UMP Sulut tahun 2022.

“Selanjutnya, tuntutan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yaitu mengeluarkan kluster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, dan menolak Peraturan Pemerintah (PP) Ketenagakerjaan yaitu PP 34, 35, 36 dan 37,” tukasnya.

Terkait penetapan UMP Sulut tahun 2022, menurutnya, itu ditetapkan berdasarkan formulasi dari kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.

“Baik meliputi pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi,” jelasnya.

Tumundo menuturkan di dalam pasal 25 ayat 4 dijelaskan, kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud meliputi variabel paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja dan median upah. Penetapan ini bersumber dari data lembaga yang berwenang di bidang statistik.

“Penyesuaian upah dilakukan dengan membentuk batas atas yang merupakan acuan nilai upah minimum tertinggi yang dihitung menggunakan variabel rata-rata konsumsi, perkapita dan rata-rata banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART) yang bekerja pada setiap rumah tangga,” terangnya.

Kemudian juga ada batas bawah, lanjut Tumundo, yaitu upah minimum merupakan acuan upah minimum terendah yang besarannya 50% dari batas atas upah minimum.

“Nilai batas atas dan bawah serta pertumbuhan ekonomi dan inflasi provinsi digunakan untuk menghitung formula penyesuaian nilai upah minimum. Jadi untuk penetapan nilai UMP Sulut tahun 2022 tidak dapat dinaikkan lagi,” tandasnya. (rivco tololiu)