MANADO – Pasca ditetapkannya Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang menuai pro dan kontra, mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia melakukan aksi serentak ke gedung-gedung wakil rakyat sejak 23 hingga 24 September.

Aksi yang dilakukan pada jam kuliah membuat mahasiswa meninggalkan sejenak aktivitas belajarnya di kelas. Tak hanya menuai kritikan, aksi mahasiswa juga mendapat pujian dari masyarakat. Sejumlah akademisi juga mengemukakan pendapatnya tentang aksi serentak tersebut.

“Reaksi kampus terhadap demo hari ini memang ada yang mendukung mungkin ada juga yang menolak. Apapun reaksinya harus dihormati, tidak bisa dikatakan yang berdemo adalah pihak  yang benar atau pihak yang salah. Begitu juga sebaliknya,” demikian diungkap Ferry Liando, Dosen di Fispol Unsrat, Selasa (24/9/2019).

Akademisi sekaligus pengamat politik tersebut menyebut reaksi yang berbeda-beda itu kemungkinan besar disebabkan kepentingan publik yang saat ini berbeda-beda.

“Perbedaan kepentingan itu tergambar dalam sejumlah pasal revisi sejumlah RUU seperti RUU KUHP, RUU lembaga pemasyarakatan dan lain-lain. Demonstrasi adalah salah satu bagian instrumen terpenting dalam berdemokrasi sehingga tindakan itu, sepanjang dilakukan berdaskan hati nurani maka harus di dukung,” ungkapnya.

Sementara itu, saat ini gelombang aksi serentak belum terjadi di Sulut. Namun tidak menutup kemungkinan akan ada aksi yang dilakukan mahasiswa. Hal itu diungkap mahasiswa Fakultas Ekonomi, Jovany Josep.

“Rencana aksi mahasiswa di Sulut akan ada, tapi belum tahu kapan pastinya. Menurut saya aksi di gedung perwakilan rakyat itu wajar di lakukan mahasiswa saat kita lihat ada yang perlu diperbaiki dalam sistem. Karena ini negara demokrasi, jadi kita berhak menyuarakan pendapat,” terang Jovan.

Jovan mengatakan sempat mengikuti rencana aksi bersama sejumlah mahasiswa di Sulut, namun dirinya enggan menyebutkan kapak aksi serentak akan digelar. Dirinya berharap aksi tidak dipandang sebagai hal yang buruk saja.

RKUHP saat ini banyak menuai penolakan. Jovan menyebut terdapat sejumlah pasal yang berpotensi merugikan masyarakat.

“Mahasiswa berjuang menyuarakan hal yang dianggap perlu dibenahi, saya pribadi mengapresiasi akademisi yang memberikan jalan bagi mahasiswa ikut aksi, termasuk dengan mengizinkan tidak masuk kuliah sehari, mungkin lebih bagus lagi kalau mereka mau ikut aksi bersama-sama dengan mahasiswa. Karena persoalan pasal kontroversial RKUHP dan Revisi UU KPK bukan masalahnya mahasiswa saja, tapi seluruh lapisan masyarakat,” tandasnya. (ilona piri)