Dewan Adat Kabupaten Mitra menyambangi Kantor DPRD Mitra. (Ist)

RATAHAN- Berbagai reaksi ditunjukan sejumlah elemen masyarakat terkait polemik penurunan foto bupati dan dugaan kampanye kotak kosong yang dilakukan pelaksana sejumlah masyarakat bersamaan iring iringan Pelaksana Tugas (Plt) bupati Minahasa Tenggara (Mitra) akhir pekan lalu.

Salah satunya datang dari lembaga kemasyarakatan Dewan Adat Mitra. Sikap ini ditunjukan dengan mendatangi kantor DPRD Kabupaten Mitra untuk mendesak pihak legislatif untuk melakukan hak interplasi dan hak angket terkait polemik tersebut.

“Kami harus menyikapi situasi dan kondisi belakangan ini menjelang Pilkada. Sebagai Dewan Adat kami menyampaikan pokok pikiran yaitu harus sesegeranya dibentuk Panitia Khusus (Pansus)  hak angket dan hak intreplasi,” desak ketua Dewan Adat kabupaten Mitra Ronny Gosal didampingi sejumlah pengurus kabupaten diruang DPRD kabupaten Mitra Selasa 22/02.

Kata dia, harusnya sebagai Plt bupati Mitra harus mampu menjaga stabilitas keamanan dan bukan justru bertindak subjektif dalam pelaksanaan Pilkada. Aksi pencopotan foto bupati James Sumendap dinilai melanggar pasal 67 huruf (b), (c)  dan pasal 76 huruf (b)  undang undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.

“Ada dua point yang bagi kami sudah dilanggar oleh Plt bupati. Sama halnya dengan menyebut memilih kotak kosong tidak berdosa. Ini melanggar Permendagri Nomor 74 tahun 2016,” terang Gosal.

Diakhir penyampaian, Gosal yang ikut didampingi Prof. Zetly Tamod, Ronny Gosal pun menegaskan kembali sikap mereka yakni merekomendasikan kepada pimpinan DPRD untuk menggunakan hak interplasi dan hak angket.

“Ini sikap kami yang didasarkan atas aturan dan bukan mengada-ada. Kami datang di DPRD yang secara hukum diatur tentang hak interplasi dan angket sesuai pasal 159 ayat 1 point (a) dan (b)  UU Nomor 23 tahun 2014,” pungkasnya.
Dalam kesempatan ini pimpinan dewan adat diterima langsung oleh ketua DPRD Tavif Watuseke bersama sejumlah anggota DPRD lainnya. (marvel pandaleke/cr)