
RATAHAN– Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Minahasa Tenggara (Mitra), Tavif Watuseke yang memimpin sidang paripurna hak angket terkait Plt Bupati Ronald Kandoli, dihujani interupsi peserta sidang, Kamis (17/5). Sidang paripurna hak angket DPRD Mitra memang berlangsung alot. Agenda yang sempat tertunda dan dilakukan di ruangan paripurna gedung DPRD ini dihujani iterupsi oleh para legislator peserta sidang. Adapun pemicu berbagai aksi protes adalah ketika pembacaan hasil Panitia Khusus (Pansus) hak angket terhadap Plt Bupati Ronald Kandoli. Keputusan akhir merekomendasikan gubernur selaku kepala daerah setingkat untuk melakukan teguran terhadap Kandoli. Dua anggota legislator asal PAN, Vanda Rantung dan juga Tommy Lumintang secara tegas memprotes hasil tersebut. Ada beberapa poin keberatan yang secara bergantian disampaikan ke Ketua DPRD Tavif Watuseke selaku pimpinan sidang. “Ada kejanggalan dalam hasil ini. Ada hal-hal yang diabaikan termasuk soal dugaan kampanye kolom kosong yang ditudingkan ke Plt Bupati Ronald Kandoli. Keputusan rekomendasi teguran ini tidak mendasar,” semprot Lumintang maupun Rantung.
Belum habis soal hasil rekomendasi Pansus, Tavif Watuseke masih saja dicecar aksi protes oleh anggota DPRD lainnya. Diantaranya oleh Vocke Ompi, Delly Makalow, Deker Mamusung hingga Royke Peleng. Kali ini aksi mereka dilakukan dengan mempertanyakan keputusan pimpinan DPRD yang tidak lagi melibatkan mereka dalam sejumlah agenda DPRD. “Sampai saat ini kami masih anggota DPRD dari PDIP. Kami loyal terhadap partai dan tidak ada pemecatan dari PDIP. Maka dari itu apa alasan sampai kami tidak lagi dilibatkan dalam beberapa agenda DPRD,” ungkap Delly Makalow. Royke Pelleng dalam interupsinya juga menyinyir sikap ketua DPRD yang dinilai lebih takut kepada pimpinan Partai di DPC PDIP, ketimbang melihat secara keseluruhan aturan yang berlaku. Melihat situasi yang mulai gaduh, Wakil Ketua DPRD Tonny Lasut pun ikut angkat bicara. Dalam kesempatan tersebut Lasut tampil lebih diplomatis dengan ikut menenangkan. Menurut dia, ada beberapa aturan kelembagaan yang harusnya ditaati. “Secara kelembagaan seorang anggota DPRD itu masih sebagai anggota partai sejauh dia masih mengantongi KTA. Jika ada pemecatan tentunya harus juga dibuktikan dengan SK pimpinan pusat. Jika masih sebatas pemecatan dari kepengurusan, itu belum berarti dipecat dari partai,” ujar Lasut. Protes yang sama juga hendak ingin diutarakan anggota DPRD dari PDIP lainnya. Hanya saja, aksi itu langsung dipotong pimpinan sidang Tavif Watuseke dengan mengetuk palu sidang dan langsung meninggal ruang sidang. Tavif Watuseke sendiri ketika dikonfirmasi wartawan mengungkapkan jika keputusan yang diambil terhadap beberapa personil PDIP adalah keputusan partai. “Saya harus loyal kepada partai dan keputusan ini bukan atas intervensi orang per orang namun secara kelembagaan partai. Jadi harus jalankan,” ungkap Tavif singkat. (marvel pandaleke/cr)
Tinggalkan Balasan