PINELENG – Sejumlah kumunitas seni dan budaya di tanah Minahasa menggelar Festival Wanua Warembungan yang dilaksanakan di Desa Warembungan Kecamatan Pineleng, Kamis (7/3/2019).
Diketahui, Festival Wanua Warembungan tersebut di buka kegiatan Napak Tilas menjejal jalan leluhur. Napak Tilas itu sendiri mulanya dibuka dengan Upacara “Mengaley” meminta pertolongan tuntunan dari yang Maha Kuasa yang dilaksanakan di rumah Tetuah Adat Warembungan, Rinto Taroreh, di “Wale Pahemungan Ne Waraney”, Warembungan.
Selanjutnya, sekira pukul 08.00 pagi, menuju ke lokasi Wanua Ure Lotta, dan melakukan upacara adat Mahelur. Selanjutnya rombongan yang dipimpin langsung oleh Tonaas Rinto Taroreh, diarahkan menuju ke Perkebunan Tawaang, yang di dalamnya juga terdapat situs batu Opo Warere sebagai penanda perjalanan leluhur Minahasa.
Dari perkebunan Tawaang, rombongan diarahkan menuju ke Rano Oki, yang menandakan situs perjalanan sebagai tempat persinggahan dan sebagai sumber air minum dari para leluhur Minahasa. Dari Rano Oki rombongan terus berjalan hingga mendaki ke punggung gunung yang disebut kawasan Pinopoan. Pinopoan sendiri memiliki arti rata.
Dari Pinopoan, rombongan menuju ke pancuran Sasarongsongan, yang merupakan salah satu situs sumber air tanda perjalanan leluhur Warembungan.
Sejenak beristirahat, dari Sasaringaongan rombongan kembali meneruskan perjalanan mengikuti kawasan Lewet dan mendaki ke Patalingaan, yang artinya ‘tampa ja ba dengar akang’, kemudian dilanjutkan ke situs Lalalesan.
Dari situ rombongan turun menuju ke Watu Tumani yang berada di tengah kampung Warembungan. Rombongan pun diarak ke Watu Tumani dikawal oleh tarian Kawasaran. Selanjutnya, mereka melakukan upacara adat Mahelur. Upacara adat itu pertanda selesainya rangkaian napak tilas dari pagi hingga sore hari.
Terkait kegiatan ini Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Samratulangi Manado, Fredy Wowor mengungkapkan, dengan napak tilas ini kita dapat berefleksi bagaimana para leluhur Warembungan membangun kampung ini, yaitu, untuk kelanjutan dan kebahagiaan hidup sampai selama-lamanya.
“Menulusuri jejak leluhur, torang mengalami kembali pengalaman bagaimana para leluhur Warembungan membangun kampung ini, yaitu, untuk kelanjutan dan kebahagiaan hidup sampai selama-lamanya, berkat yang melimpah dalam pencarian hidup dan kelanjutan kehidupan sebagai manusia. Menjadi manusia yang menyatu dengan semesta,” ujar dia.
Sementara, Tetuah Adat Minahasa, Rinto Taroreh, mengatakan, Napak Tilas yang dilaksanakan ini, sebagaimanana kita pergi dan melihat langsung, dan menjejaki ulang jejak leluhur, dengan ini kita membangkitkan kembali nilai-nilai luhur yang ditinggalkan. Menurut dia, Napak tilas ini harus ada karena terkait dari sejarah lahirnya negeri Warembungan.
“Jadi dengan kita mengikuti napak tilas, kita dapat mengetahui secara langsung, dan menjejaki ulang jejak leluhur, dengan ini kita membangkitkan kembali nilai-nilai luhur yang ditinggalkan, seperti maleos-leosan, masawang-sawangan, dan dengan ini penanda hubungan antara kita saat ini dan leluhur kita, dengan kegiatan ini akan membangun hubungan kita semakin kuat dengan orang tua kita dan terutama leluhur,” terangnya.
Sementara, Ketua panitia Festival Wanua, Amri Kalangi berharap dengan napak tilas yang berjalan lancar dapat menjadi rangkaian kesuksesan Festival Wanua.
“Kegiatan Napak Tilas ini adalah rangkaian dari Festival Wanua ini, dan kesan saya ini kegiatan ini sangat baik, terutama dalam kebersamaan, itu sangat positif, dan semoga leluhur menyertai kita sampai kegiatan selesai,” terangnya. (Fernando Kembuan/KORAN SINDO MANADO)
Editor: Valentino Warouw
Tinggalkan Balasan