RATAHAN– Tahapan Fit and Proper Test (FPT) atau uji kelayakan dalam Pemilihan Hukum Tua (Pilhut) Serentak di Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) menuai polemik. Hal ini seiring digugurkannya sejumlah bakal calon dalam tahapan ini.

Aktivis Kabupaten Mitra Veppy Rambi menyebut, tahapan FPT hendaknya ditinjau kembali. Hal ini dinilainya tidak mendasar dan sangat tidak bisa dipertanggungjawabkan ketika harus menggugurkan calon hukum tua (Kumtua).

“Apakah kita mampu mempertanggunjawabkan kualitas penilaian dalam bentuk FPT sehingga ada beberapa calon hukum tua yg tidak lolos dalam penilaian FPT? Saya tidak tahu ukuran apa yang dipakai dan ini sangat subjektif,” ujar Veppy, Minggu (15/9/2019).

Tidak sampai di situ, aksi protes pun terus bermunculan hingga ancaman demo sekelompok orang. Aksi unjuk rasa yang dipublikasikan di media sosial ini, rencananya akan digelar hari ini (Senin, 16/9/2019). Dari selebaran yang beredar, para pengunjuk rasa nantinya akan menggelar orasi di beberapa titik, diantaranya Kantor DPRD Mitra dan Kantor Bupati Mitra.

Hanya saja hingga berita ini diturunkan belum terkonfirmasi dengan pihak Kepolisian Sektor Minahasa Selatan terkait izin demo.

Menyikapi kondisi tersebut, Pemerintah Kabupaten Mitra sebelumnya sudah melakukan deklarasi damai dalam Pilhut. Bupati James Sumendap dalam kesempatan tersebut mengatakan jika saja ada yang kurang puas dengan tahapan FPT, tidak perlu ada riak-riak dan memprovokasi masyarakat.

Dirinya mempersilakan menempuh jalur hukum ke PTUN dan nanti tim penguji yang adalah para teknokrat dari Unsrat, Unima, dan Politeknik yang akan membuktikan karena mereka memiliki standar nilai yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

“Mitra satu-satunya yang lakukan fit and proper test dengan menghadirkan para teknokrat dari Unsrat, Unima, dan Politeknik sebagai tim penguji. Jadi Kalau ada calon yang tidak lolos maka jangan tanya ke bupati, kadis PMD dan camat. Silakan gunakan jalur yang sepantasnya,” tukasnya.

Ditegaskannya, pihak kepolisian tidak perlu ragu untuk memberikan penindakan dan menangkap pihak yang melakukan provokasi dengan maksud memecah belah dan mengacaukan daerah.

“Kalau ada yang memprovokasi langsung tangkap. Masa depan seratus desa ini tidak boleh dikorbankan oleh orang-orang yang tidak ingin Indonesia, lebih khusus Mitra bersatu, dan tidak ingin demokrasi menjadi lebih baik,” pungkasnya. (Marvel Pandaleke)