MANADO – Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Utara (Sulut) mengajak para mahasiswa untuk memerangi hoaks dan ujaran kebencian karena dampaknya bisa menimbulkan perpecahan serta menggangu stabilitas daerah.

Hal tersebut disampaikan Direktur Reskrimus Polda Sulut, Kombes Pol Yandri Irsan saat menjadi salah satu narasumber dalam Diskusi Panel yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Rabu (9/10/2019).

Diskusi Panel tersebut berlangsung di lantai 4 gedung Rektorat Unsrat Manado dengan mengangkat tema ‘Merajut Kebersamaan dalam Kebhinekaan. Stop Hoaks dan Ujaran Kebencian’.

Yandri mengatakan, maraknya hoaks tak lepas dari perkembangan teknologi saat ini. “Kemajuan teknologi harus kita hadapi bersama tinggal bagaimana, kita bijak dalam mengantisiapsi atau meanjaga kemajuan tersebut,” ujarnya.

Indonesia, kata Yandri, adalah negara keempat terbesar di dunia dalam penggunaan media sosial (medsos) khususnya facebook, namun tingkat kecepatan internet di Indonesia peringkat 106 di dunia. Dalam kesempatan itu, dia juga memaparkan apa itu hoaks dan tujuannya.

“Tujuan hoaks untuk mengajak publik mempercayai yang salah menjadi benar, penyebaran berita hoaks, juga memiliki tujuan pribadi menciptakan kesan personel tertentu,” jelasnya.

Untuk mencegah itu, dia mengajak masyarakat Sulut untuk terus meningkatkan minat baca, mencari kebenaran informasi atau berita yang digulirkan dan mencari berita pembanding.

“Kalau menemukan konten negatif atau hoaks, tolong bantu memberikan komentar bahwa itu bohong, jangan dibiarkan. Meskipun singkat, berikan komentar bahwa itu tidak benar,” tandas Direskrimsus Polda Sulut ini.

Kombes Pol Yandri juga mengatakan, jika regulasi tentang hoaks dan ujaran kebencian itu sudah ada sejak tahun 1946, yang tertuang dalam Undang-Undang no 1 Tahun 1946. Saat ini pihaknya juga sudah menangani kasus hoax dan ujaran kebencian.

“Ada 23 kasus pencemaran nama baik yang telah ditangani Polda Sulut,” ujarnya.

Dalam penanganan kasus ini, Polda Sulut lebih bijak. “Penegakkan hukum merupakan jalan terakhir, mediasi dan konseling itu yang dikedepankan. Kalu tidak bisa berdamai, kita lanjutkan ke ranah hukum,” tandasnya. (rivco tololiu)