MANADO – Dua Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin dan Aminuddin Ilmar meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA).
Keduanya yang masuk tim ahli Pemprov Sulut menegaskan, Putusan MA tersebut menyatakan bupati terpilih Elly Engelbert Lasut (E2L) sudah dua periode menjabat sebagai Bupati Kabupaten Talaud.
Irman dan Aminuddin telah memberikan pemaparan pendapat tersebut dalam pertemuan bersama pihak E2L di Kantor Kemendagri, Rabu (16/1) lalu.
Irman yang juga pengajar di Universitas Esa Unggul ini menuturkan bahwa MA telah membatalkan Keputusan Mendagri Nomor 131.71-3241 tahun 2017 tentang Perubahan atas Keputusan Mendagri Nomor 131.71-3200 tahun 2014 tentang Pemberhentian Bupati Kepulauan Talaud.
Karenanya, Mendagri diperintahkan untuk mencabut Keputusan tahun 2017 tersebut yang digunakan KPU sebagai dasar E2L baru menjabat Bupati Talaud terhitung 1 periode, sehingga diloloskan sebagai peserta Pilkada Talaud.
“Pejabat pemerintah memiliki kewajiban untuk mematuhi putusan atau pendapat dari pemegang kekuasaan kehakiman,” tandas Irman.
Menurutnya, pejabat yang berwenang wajib menghitung periodesasi masa jabatan E2L sebagai bupati berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) MA Nomor 329/K/Pid.Sus/2012 juncto putusan kasasi MA No. 367 K/TUN/2017 juncto pendapat hukum Wakil Ketua MA Bidang Yudisial dengan Nomor 42WK.MA.Y/VIll/2019 juncto Putusan Kasasi MA RI Nomor 584 K/TUN 2019.
Disamping itu, lanjut Irman, berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali MA Nomor 292/K/Pid.Sus/2012 juncto Putusan Kasasi MA Nomor 367/K/TUN/2017 juncto pendapat hukum Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial dengan Nomor 42/WK.MA.Y/VIll/2019 juncto Putusan Kasasi MA RI Nomor 584 K/TUN/2O19, maka masa jabatan E2L sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud sudah memenuhi dua periode.
Lebih lanjut, Irman menerangkan, jika Mendagri melantik, maka E2L akan menjabat Bupati Talaud selama tiga periode.
“Ini sesuai ketentuan Pasal 161 ayat (3) juncto Pasal 162 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubemur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang juncto Pasal 60 UU Pemda maka apabiIa tetap dilantik maka E2L akan menjabat tiga periode sebagai Bupati,” tutup Irman.
Sementara itu, Aminuddin menjelaskan, SK Mendagri tentang pengangkatan Elly Engelbert Lasut dan Moktar Arunde Paparaga sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud adalah tidak sah sehingga harus dicabut dan dibatalkan.
“Secara hukum harus dilakukan proses upaya pencabutan dan pembatalan terhadap surat keputusan tersebut,” kata Aminuddin.
Karenanya, Aminuddin yang juga pengajar di Universitas Hasanuddin Makassar ini menerangkan, bahwa proses penyelenggaraan pemerintahan yang tidak boleh kosong, berhenti dan atau stagnan hanya karena pemangku jabatannya sudah tidak memenuhi syarat sehingga harus dibatalkan pengesahan dan pengangkatannya dan menggantinya dengan pasangan Cabup dan Cawabup Talaud dengan perolehan suara terbanyak kedua yaitu Welly Titah-Hebert Pasiak.
“Maka harus diterbitkan dan ditetapkan Surat Keputusan Mendagri tentang Pengesahan dan Pengangkatan Bupati Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara, dimana pemangku jabatannya diambil dari pasangan calon dengan perolehan suara terbanyak kedua,” kata Aminuddin.
“Hal tersebut bisa dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri dengan berdasar pada kewenangan bebas yang dalam UU Administrasi Pemerintahan Nomor 30 Tahun 2014 disebut dengan atau sebagai sebuah diskresi,” sambung Aminuddin.
Sebelumnya, terkait tidak sahnya SK Mendagri tentang pengangkatan E2L-Moktar sebagai Bupati dan Wakil Bupati Talaud, Aminuddin menjelaskan, hal tersebut berdasarkan Putusan MA Nomor: 584 K/TUN/2019 Tanggal 6 Desember 2019 yang menolak dengan tegas dan jelas pengajuan perkara aquo sehingga keberadaan dan kedudukan atau status hukum dari SK Mendagri Nomor: 131.71-3241 tahun 2017 tentang Perubahan atas SK Mendagri No: 131.71-3200 Tahun 2014 tentang pemberhentian Bupati Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara tanggal 2 Juni 2014.
Lanjut Aminuddin, persoalan SK Pengesahan dan Pengangkatan sebagai Bupati Kepulauan Talaud berdasarkan SK Mendagri No. 131.71-2750 tahun 2019 tentang pengesahan dan pengangkatan Bupati Kepulauan Talaud maupun surat keputusan Mendagri Nomor: 132.71-2751 tahun 2019 tentang pengesahan dan pengangkatan Wakil Bupati Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara tanggal 1 Juli 2019 menjadi tidak sah pula adanya.
Kesempatan itu juga, Yusril Ihza Mahendra selaku Tim Ahli pihak Elly Lasut mengatakan, seorang kepala daerah terhitung menjabat selama satu periode apabila masa jabatannya lebih dari 2,5 tahun. Yusril menyebut Elly menjabat sebagai Bupati Talaud 5 tahun pada periode pertama dan 2 tahun 1 bulan pada periode kedua.
“Memang agak kontroversial tentang hal itu, walaupun menurut bacaan saya sebenarnya beliau itu efektif menjabat bupati itu satu kali memang full lima tahun. Yang kedua itu hanya 2 tahun 1 bulan. Jadi tidak sampai 2,5 tahun seperti yang disyaratkan kalau 2,5 tahun maka dianggap dua periode dan tidak bisa maju untuk ketiga kalinya sebagai bupati,” katanya.
Yusril mengatakan permasalahan masa jabatan itu sudah selesai karena KPU setempat telah meloloskan pencalonan Elly untuk maju di Pilkada Talaud. Hingga kemudian KPU menetapkan Elly dan Moktar sebagai bupati dan wakil bupati terpilih.
“Jadi karena kontroversi persoalan ini sebenarnya sudah terselesaikan dengan adanya keputusan dari KPU setempat yang meloloskan pencalonan beliau itu sebagai calon bupati. Itu KPU sudah mengatakan beliau telah memenuhi syarat dan ikut dalam pilkada dan kemudian sudah memenangkan,” tuturnya.
Gubernur Olly Dondokambey sendiri mengaku, menegaskan tidak ada niat menghalangi Elly Lasut pada Pilkada Talaud. Penegasan itu disampaikan Olly kepada wartawan di Kantor Gubernur Sulut, Kamis (16/1/2020).
“Saya bilang di Mendagri bahwa saya tidak menghalangi proses pilkada di Talaud,” ujarnya.
Olly menjelaskan, dirinya patuh pada putusan hukum dalam hal ini putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 584 K/TUN/2019, tanggal 6 Desember 2019 terkait Pilkada Talaud.
“Yang saya pertanyakan, adalah putusan Mahkamah Agung. Kalau saya lantik pak Elly Lasut sebagai Bupati Talaud, saya mau apakan putusan Mahkamah Agung bahwa dari awal proses pencalonan Elly Lasut ini, ternyata ada malasah. Yang saya tanyakan itu. Nggak mungkin MA perintahkan ke saya, ada masalah, terus tiba-tiba saya tidak ungkapkan ini. Intinya saya tidak menghalangi,” jelas Olly.
Dia menambahkan hal ini sudah disampaikan ke pakar pakar-pakar hukum saat pertemuan dengan Kemendagri.
“Semua saya jelasin di situ. Nggak ada halangan saya proses pilkada ini. Kan saya kalau halangi saya tidak tanda tangan permohonan menerbitkan SK nya Elly Lasut,” ungkapnya.
“Yang saya pertanyakan, putusan MA ini mau diapain? Putusan MA kan jelas di situ membatalkan SK Mendagri yang merekomendasikan Elly Lasut masih satu periode. Itu yang saya tanyakan mau diapain,” timpalnya. (rivco tololiu/berbagai sumber)
Tinggalkan Balasan