Awas, Bahaya Sampah Plastik dan Bekas APD

oleh
Sampah mikroplastik bakal menyisakan masalah besar di kemudian hari apabila tidak ditangani dengan baik. (Foto: istimewa)

JAKARTA – Bahaya mikroplastik semakin mengancam kesehatan manusia. Hal ini dipicu kian banyaknya sampah plastik yang dibuang ke lingkungan sekitar dan mengalir ke laut.

Pandemi Covid-19 ditengarai memperparah risiko dari mikroplastik akibat meningkatnya sampah plastik yang berasal dari alat pelindung diri (APD). Selain merusak lingkungan dan mengancam kehidupan biota laut, mikroplastik juga dinilai sangat berbahaya ketika masuk ke tubuh manusia.

Berbagai gangguan kesehatan bisa ditimbulkan, antara lain gangguan aktivitas hormon, sistem kekebalan tubuh, kesuburan, bahkan dapat memicu penyakit kanker. Dengan ukurannya yang sangat kecil, mikroplastik mudah dimakan oleh organisme atau biota laut seperti kerang, tiram, dan ikan kecil yang selama ini juga banyak dikonsumsi manusia.

Hasil riset menunjukkan, mikroplastik kini ditemukan di banyak perairan di wilayah Indonesia, antara lain di Teluk Jakarta, Teluk Benoa (Bali), Pantai Utara dan Pantai Timur Surabaya, Selat Madura, dan Perairan Musi (Palembang).

“Khusus di Teluk Jakarta, dua publikasi kami sebelumnya menunjukkan mikroplastik ditemukan pada sedimen mangrove di Muara Angke, dan pada ikan Kepala Timah di Sungai Ciliwung dan sungai di Jakarta Utara. Jadi, di pesisir Jakarta memang sudah terdeteksi ada mikroplastik,” ujar M Reza Cordova, peneliti pada Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Mikroplastik adalah plastik yang terurai menjadi partikel yang diameternya kurang dari 5 milimeter sampai 330 mikron (0,33 mm). Bahkan, ada partikel plastik berukuran lebih kecil lagi yang disebut nanoplastik. Semakin kecil ukuran mikroplastik akan semakin mudah diserap tubuh sehingga potensi memicu kerusakan jaringan juga kian besar.

Lembaga Ilmu Pengetahun Nasional Australia pada Oktober tahun lalu menyatakan, di dasar laut dunia saat ini terdapat sekitar 14 juta ton mikroplastik hasil dari seluruh sampah yang memasuki lautan setiap tahunnya. Sementara itu, Indonesia juga dikenal sebagai negara kedua terbesar penghasil sampah plastik ke laut setelah China dengan jumlah sampah mencapai 1,3 juta ton per tahun.

Situasi pandemi meningkatkan potensi ancaman mikroplastik akibat sampah plastik yang bersumber dari APD ikut dibuang ke lingkungan. Dalam setahun terakhir APD seperti masker, sarung tangan, baju hazmat, face shield dan jas hujan ditemukan banyak mengalir ke laut melalui sungai. Material plastik tersebut hanyut bersama jenis sampah plastik lain seperti botol minuman, kantong kresek, kemasan makanan, dan styrofoam.

Masker diperkirakan menjadi salah satu penyumbang tertinggi mikroplastik dari sampah APD. Salah satu penyebabnya masker berbahan dasar polypropylene yang cenderung lebih rapuh dibandingkan jenis plastik lain.

Selama pandemi, memang terjadi lonjakan limbah medis yang dihasilkan, termasuk di dalamnya sampah APD. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan, selama periode Maret 2020-Februari 2021 volume sampah medis naik 30-50% dengan total timbulan mencapai 6.417,95 ton. Untuk itu, perlu langkah penanganan lebih serius dari pemerintah agar sampah APD yang dibuang ke lingkungan tidak semakin bertambah.

Pada penelitian lain disebutkan, kandungan mikroplastik ditemukan di banyak perairan di Tanah Air. Salah satunya di Teluk Benoa, Bali. Di permukaan air teluk ini, kandungan mikroplastik rata-rata 0,62 partikel/meter3.

Hal serupa juga ditemukan di Perairan Pantai Utara Surabaya, Jawa Timur. Mikroplastik di wilayah tersebut ada pada kisaran nilai 380-610 partikel/m3 dengan rata-rata 490 partikel/m3. Sedangkan di Perairan Musi, Palembang, ditemukan mikroplastik sepanjang aliran Sungai Musi. Bahkan mikroplastik di Sungai Musi mengandung logam berat Pb (plumbum/timah) dan Cu (cadmium) dengan konsentrasi masing-masing sebesar 0,470 mg/kg dan 0,091 mg/kg.

Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian LHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 83/2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Perpres tersebut merupakan rencana aksi nasional pengurangan sampah laut periode 2018-2025 dengan target mengurangi sampah laut sebesar 70% pada 2025. Rencana aksi nasional tersebut melibatkan 17 kementerian/lembaga sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya.

Adapun terkait pengendalian sampah APD selama pandemi, Kementerian LHK telah menerbitkan Surat Edaran Menteri LHK No 2/2020 terkait penanganan sampah dan limbah medis selama pandemi yang ditujukan kepada seluruh pemda provinsi dan kabupaten/kota.

Inti dari surat edaran tersebut adalah memberikan pedoman penanganan sampah/limbah medis yang timbul dari penanganan covid-19 kepada aparat terkait di daerah, baik yang berasal dari pasien Covid-19 yang dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan (klinik, Puskesmas, RS), pasien covid-19 yang dirawat di rumah (isolasi mandiri) maupun yang berasal dari orang sehat (bukan pasien covid-19) yang menggunakan APD.

Sementara itu, terkait kebijakan pelarangan plastik sekali pakai di daerah, hal itu merupakan urusan dan kewenangan pemerintah daerah karena urusan penyelenggaraan pengelolaan sampah adalah urusan wajib pemerintah daerah.

“Justru, pemerintah pusat, khususnya Kementerian LHK, mendukung sepenuhnya penerapan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tersebut,” katanya.

(Sumber: sindonews.com)